Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah yang juga Ketua Tim Task Force DPD RI Gusti Kanjeng Ratu Hemas mengingatkan bahwa gagasan merelokasi penduduk lereng Gunung Merapi, harus memperhatikan aspek budaya, sosial, ekonomi dan geografi.
"Kalau relokasi gegabah maka menimbulkan banyak masalah,," kata Ratu Hemas dalam Laporan Kegiatan Anggota DPD asal Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) kepada Sidang Paripurna DPD RI dan disampaikan kepada pers Selasa.
Ratu Hemas mengemukakan, relokasi harus menjadi solusi untuk mengurangi risiko sosial, karena penduduk lereng Gunung Merapi memiliki keahlian tertentu, seperti bertani, berternak dan berkebun. "Yang harus diperhatikan adalah dampak sosial jika relokasi benar-benar dilakukan," katanya.
Aspek ekonomi dan geografinya, menurut dia, adalah kecocokan mata pencaharian dan cuaca. Jika sebagian besar peternak sapi perah direlokasi ke Gunung Kidul, maka usaha mereka terkendala cuaca Gunung Kidul yang kurang cocok sebagai lokasi peternakan sapi perah. "Belum tentu sesuai mata pencaharian di lokasi yang baru dengan lokasi yang lama. Penduduk di lereng Gunung Merapi memiliki keahlian tertentu," katanya.
Aspek budayanya, adalah aktivitas Gunung Merapi sebagai siklus vulkanik menjadi fenomena alam yang menjadi bagian kehidupan penduduk lereng Gunung Merapi. Kehidupan bersahabat mereka dengan alam sekitar Gunung Merapi menjadi budaya yang diwariskan nenek moyang sejak ratusan tahun yang lalu sehingga banyak di antaranya mereka yang enggan meninggalkan tempat tinggalnya.
Karena itu, gagasan relokasi memerlukan kajian menyangkut kejelasan program jangka panjang dan menengah. "Rencana relokasi jangan hanya jangka pendek, yakni sekadar memindahkan orang katanya.
Kajian yang perlu dilakukan meliputi kesiapan lahan, di antaranya apakah membebaskan lahan milik masyarakat ataukah mengubah kawasan hutan milik Pemerintah Provinsi DIY.
Kajian juga meliputi pemindahan penduduk lereng Gunung Merapi ke radius yang jauh dari puncak Gunung Merapi. "Pemindahan ke tempat yang lebih aman. Misalnya, minimal radius 5 kilometer," ujarnya.
Ratu Hemas juga menghargai usulan mentransmigrasikan penduduk ke provinsi lain asalkan di lokasi yang baru tersebut, pekerjaan dan lahannya sesuai dengan mata pencaharian di lokasi yang lama.
Memasuki tahap rekonstruksi dan rehabilitasi, dia mengingatkan agar pemerintah pusat dan pemerintah daerah berkoordinasi di Kawasan Rawan Bencana (KRB) yang terdampak langsung aktivitas vulkanik. Wilayah terdekat Gunung Merapi yang diprioritaskan, seperti Desa Kinahrejo (Kecamatan Cangkringan). Di KRB yang tidak terlalu rusak hanya dilakukan pemberdayaan masyarakat yang programnya disiapkan pemerintah, terutama memberdayakan ekonomi rakyat.
RatuHemas mengusulkan perbaikan manajemen penanganan bencana yang menyangkut pemetaan Kawasan Rawan Bencana, pengungsi, lokasi pengungsian, tanggap darurat dan mobilisasi alat berat. Bila tidak, maka timbul masalah di luar persoalan inti manajemen penanganan bencana, yakni pengungsi. "Di lapangan yang nampak adalah tanpa koordinasi. Penanganan menjadi kurang optimal," katanya.
Perbaikan manajemen penanganan bencana tersebut disertai ketegasan aturan dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Misalnya, penanggungjawab koordinasi penanganan bencana di lapangan, koordinasi antarinstansi pemerintah atau nonpemerintah, termasuk payung hukum penggunaan anggaran tanggap darurat. "Termasuk penanggungjawab rekonstruksi dan rehabilitasinya," katanya.
Setelah menjaring aspirasi di lokasi pengungsian dan wilayah terdampak, Ratu Hemas menyimpulkan kategorisasi masalah, yakni masalah berskala lokal diserahkan ke bupati/walikota untuk ditindaklanjuti dan diselesaikan. Sedangkan masalah berskala regional diserahkan ke gubernur.
Untuk masalah berskala nasional dilaporkan ke Sidang Paripurna DPD yang selanjutnya dicari solusinya melalui sidang/rapat alat-alat kelengkapan DPD.
Ratu Hemas juga menjelaskan Posko DPD Peduli Gunung Merapi di Kilometer 18, Kaliurang, Yogyakarta, yang diresmikan 28 Oktober 2010 dipindahkan ke Keraton Kilen Yogyakarta pada 5 November 2010 karena aktivitas erupsi Gunung Merapi. Sembari mengunjungi pengungsi, Task Force DPD dan Forum Komunikasi Anggota (FKA) DPD menyerahkan bantuan dan barang seperti susu dan makanan bayi, pakaian bayi dan masker.
Kegiatan Ratu Hemas sehari pascaletusan Gunung Merapi tanggal 26 Oktober 2010, antara lain, mengunjungi korban di Rumah Sakit Umum Pusat Dr Sardjito, mengikuti rapat koordinasi (rakor) Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana dan Pengungsi (Satlak PBP) yang dipimpin Gubernur DIY diikuti Wakil Gubernur DIY dan jajaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) DIY, Bupati Sleman dan jajaran SKPD Sleman, serta Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri).
Rakor yang membahas evaluasi penanganan tanggap darurat dan permasalahannya dihadiri, antara lain, Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI) Pusat Muhammad Jusuf Kalla dan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) A Muhaimin Iskandar. Setelah itu, Ratu Hemas bergegas ke Posko Utama I di Kantor Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, untuk memperoleh info terkini data korban dan pengungsi. (ANT/K004)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010