Masyarakat jangan jadi korban karena perbedaan pandangan politik antara kepala daerah tingkat I dan II.

Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus meminta semua kalangan bersinergi dalam upaya menyukseskan program vaksinasi COVID-19.

"Perlu kerja sama dengan lintas sektoral, dengan informal, apakah MUI, Muhammadiyah, NU, bekerja sama dalam rangka mengajak masyarakat untuk melakukan vaksinasi itu," kata Guspardi Gaus di Jakarta, Senin.

Guspardi Gaus meminta masyarakat jangan jadi korban karena perbedaan pandangan politik antara kepala daerah tingkat I dan II.

Menurut dia, adanya perbedaan pandangan politik kepala daerah tingkat I dan II mengakibatkan penyaluran vaksin COVID-19 terkendala.

Baca juga: Presiden minta penyuntikan vaksin capai lebih dari 100 juta dosis

Guspardi Gaus mengatakan bahwa masing-masing kepala daerah bertugas untuk bagaimana menjaga memelihara seluruh komponen masyarakat yang berada di daerahnya.

"Jadi, tidak ada lagi dikotomi, ini orang partai saya, ini bukan orang partai saya, itu harus dijauhkan dari pikiran, perasaan, dan lain sebagainya," katanya.

Ia mengemukakan bahwa memberantas COVID-19 di wilayah masing-masing juga menjadi tugas setiap kepala daerah.

"Salah satu pirantinya itu adalah bagaimana sosialisasi vaksinasi bisa dilakukan secara tepat sasaran, efektif dan efisien," katanya.

Sekarang ini, kata dia, bagaimana semua pihak bersatu padu dalam memberantas pandemi COVID-19, salah satu bentuknya adalah melakukan kekebalan tubuh dengan cara vaksinasi.

Sosialisasi kepada masyarakat tentang apa dan manfaat vaksin COVID-19, menurut dia, perlu dilakukan oleh pemerintah daerah.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi II DPR Luqman Hakim menilai perbedaan pandangan dan kepentingan politik harus dibuang jauh-jauh dalam menghadapi bencana nasional COVID-19 ini.

Luqman pun mendukung penuh pihak Istana untuk mengumumkan secara terbuka kepada masyarakat apabila ada menteri atau kepala daerah yang menolak menjalankan kebijakan vaksinasi.

"Sebut nama dan partai politiknya apabila dia kader partai. Rakyat harus diberi kejelasan apa yang sebenarnya terjadi," kata Luqman Hakim.

Baca juga: Orang dengan autoimun wajib bawa surat keterangan layak vaksinasi

Luqman mengatakan bahwa pemerintah daerah adalah salah satu pelaksana dari kebijakan vaksinasi COVID-19. Sebagai pelaksana, seharusnya pemerintah daerah dibekali dengan instruksi dan peralatan yang lengkap oleh pemerintah pusat.

MIsalnya, berapa target vaksinasi yang ditetapkan untuk tiap daerah, berapa waktu yang direncanakan untuk mencapai target vaksinasi, bagaimana vaksin dikirim ke daerah, siapa prioritas vaksinasi, sistem data dan pelaporannya bagaimana, sumber dana operasionalnya dari APBN atau APBD dan sebagainya. "Semua ini harus klir," katanya.

Jika instruksi dan daya dukung diberikan dengan jelas kepada daerah, menurut dia, bisa dievaluasi pihak mana yang tidak bekerja dengan benar dalam pelaksanaan vaksinasi COVID-19.

Walaupun di daerah tertentu dipimpin kepala daerah yang secara politik berbeda, lanjut dia, tanggung jawab vaksinasi tetap dipegang pemerintah pusat.

"Dengan kewenangan yang dimiliki, pemerintah pusat bisa menertibkan siapa pun yang melenceng dari program vaksinasi," ucapnya.

Luqman mengingatkan vaksinasi COVID-19 merupakan bagian dari kebijakan strategis nasional dalam merespons COVID-19 sebagai bencana nasional nonalam.

Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintah, kata dia, memiliki kewenangan penuh mendayagunakan perangkat yang dimiliki negara, termasuk pemerintah daerah agar menjadi pelaksana kebijakan strategis vaksinasi.

Baca juga: Sandiaga tinjau vaksinasi COVID-19 dosis kedua di STP Bandung

Ia menegaskan bahwa pihak mana pun yang menghalangi pelaksanaan kebijakan vaksinasi dapat dijatuhkan tindakan hukum represif oleh aparat penegak hukum.

"Bila pihak yang membangkang adalah kepala daerah, UU memberi kewenangan pemerintah pusat untuk mencopot yang bersangkutan dari jabatannya," ujarnya.

Pewarta: Boyke Ledy Watra
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2021