Dalam laporan global mengenai sistem keuangan kesehatan, badan Perserikatan Bangsa-Bangsa tersebut mengatakan semua negara, kaya dan miskin, dapat melakukan lebih banyak demi akses kesehatan yang universal.
WHO pun mendesak mereka untuk berpikir mengenai cara untuk meningkatkan efisiensi dan menerapkan pajak baru dan inovasi pengumpulkan dana demi mendorong akses fasilitas kesehatan.
"Bagi banyak orang, pelayanan kesehatan tidak ada sama sekali, bagi sebagian yang lain, hal tersebut tidak terjangkau. Saat fasilitas tersebut tidak terjangkau pilihannya adalah Anda memilih untuk tidak menggunakannya atau Anda terkena kesulitan keuangan," kata direktur WHO bidang Sistem Keuangan Kesehatan, David Evans, ketika menjelaskan penemuan dalam laporan tersebut.
Laporan Kesehatan Dunia 2010 memberikan langkah-langkah bagi negara untuk meningkatkan pendanaan dan mengurangi halangan finansial demi memperoleh fasilitas kesehatan dan menjadikan pelayanan kesehatan lebih efisien.
WHO menemukan bahwa untuk menghentikan pembayaran fasilitas kesehatan bagi warga miskin, pengeluaran tunai secara langsung harus dikurangi sebesar 15-20 persen dari belanja kesehatan suatu negara.
Sekarang di 33 negara berpendapatan rendah dan sedang, pembayaran langsung yang berasal dari penerimaan warga yang menikmati fasilitas kesehatan masih berjumlah 50 persen dari keseluruhan pengeluaran kesehatan.
WHO menyarankan pemerintah untuk melakukan diversifikasi sumber pendapatan dengan menerapkan pungutan seperti pajak dari produk "haram" seperti tembakau dan alkohol, pajak transaksi mata uang, dan pajak "solidaritas" nasional dari sektor tertentu.
Bila India menerapkan pajak sebesar 0,005 persen atas transaksi mata uang asing, India dapat meningkatkan 370 juta dolar AS tiap tahunnya, menurut laporan tersebut.
Gabon mendapat tambahan 30 juta dolar AS untuk sektor kesehatan pada 2009 dengan menerapkan pajak atas perusahaan yang menangani pengiriman uang sebesar 1,5 persen dan pajak 10 persen atas operator telepon selular.
KEBANGKRUTAN KESEHATAN ATAU KEUANGAN?
Direktur Jenderal WHO Margaret Chan menulis dalam pengantarnya di laporan bahwa "tidak ada seorang pun yang membutuhkan fasilitas kesehatan, baik untuk menyembuhkan atau pun mencegah, harus menanggung risiko kebangkrutan keuangan".
"Ketika dunia bergulat dengan penurunan perekonomian, globalisasi penyakit...dan bertumbuhnya permintaan untuk perawatan penyakit kronis...adanya akses kesehatan secara universal dan strategi untuk mendanainya, bahkan menjadi lebih mendesak," tulis laporan tersebut.
"Tidak ada jawaban ajaib untuk memperoleh akses kesehatan secara universal. Namun, berdasar pengalaman luas dari seantero dunia negara-negara dapat bergerak maju."
WHO mengatakan, biasanya 20-40 persen pengeluaran kesehatan terbuang percuma, kerap berasal dari belanja obat-obat yang mahal tapi tidak diperlukan, ketidak-efisienan rumah sakit, dan buruknya alokasi waktu pekerja profesional bidang kesehatan.
Lebih dari separuh dari obat-obatan di dunia yang diresepkan, disalurkan, atau dijual dengan cara yang tidak tepat. Penggunaan obat-obatan yang lebih baik dapat menghemat pengeluaran kesehatan negara hingga 5 persen.
Untuk meningkatkan efisiensi, WHO menyarankan 10 wilayah di mana perubahan dapat dilakukan, termasuk mengurangi pengeluaran obat yang tidak diperlukan, menargetkan obat secara tepat dan mengadopsi kebijakan obat generik di mana obat bermerek dengan fungsi yang serupa digantikan oleh obat generik.
Laporan menemukan beberapa negara membayar lebih mahal untuk harga obat dibanding negara lain --di beberapa tempat harga bahkan berganda hingga 67 kali lipat dibanding harga rata-rata internasional.
Strategi Prancis yang melakukan sustitusi obat generik menghasilkan penghematan hingga 1,94 miliar dolar AS pada 2008, sebut laporan itu.
(KR-DLN/H-AK/S026)
Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010