Jakarta (ANTARA News) - Tim Independen Evaluasi Pelaksanaan Privatisasi PT Krakatau Steel (Persero) Tbk akan menyerahkan hasil pemeriksaan terhadap proses penawaran saham perdana perusahaan itu kepada Kementerian BUMN pada 10 Desember 2010.
"Saat ini kami masih mengumpulkan data yang dibutuhkan terkait dengan proses privatisasi KS," kata Ketua Tim Evaluasi IPO KS, Mas Achmad Daniri, di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Senin.
Dalam laporan itu tim independen kemungkinan besar tidak akan membuka data para investor yang membeli saham BUMN pembuat baja itu. "Semuanya masih kami kumpulkan data-data yang diperlukan itu, untuk selanjutnya diserahkan ke Kementerian BUMN, tegasnya.
Meski begitu diutarakannya, Achmad Daniri tidak bersedia menjelaskan lebih lanjut mengenai tidak dibukanya data investor KS.
Menurutnya, wewenang membuka data investor KS ada di pihak Badan Pengawas Pasar Modal-Lembaga Keuangan (Bapepam-LK). "Itu (membuka data) menjadi domain Bapepam. Kami tidak berhak untuk membukanya," tegas Daniri.
Sesuai dengan tugasnya, untuk membuka data investor, Bapepam tentunya harus mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk apakah tindakan itu berdampak buruk terhadap pasar saham secara keseluruhan.
"Investor di pasar modal sangat beragam, ada yang yang baik ada yang macam-macam. Jadi, ibaratnya Bapepam tidak harus membakar lumbung. Kalau ada yang aneh-aneh. Ambil saja yang aneh itu," ujar Daniri.
Masalahnya diutarakannya, ada aturan pasar modal juga mempertimbangkan masalah kepercayaan pasar, supaya masuk ke pasar modal.
"Jangan juga, karena nilai setitik kepercayaan investor hilang," katanya.
Senada dengan itu, Direktur Utama PT Danareksa Sekuritas Marciano Herman, mengatakan, selaku penjamin emisi IPO KS, pihaknya sepakat pembukaan data merupakan wewenang Bapepam.
"Data investor yang bisa dibuka apabila yang bersangkutan ada indikasi pidana," kata Marciano.
Ia menjelaskan, investor yang menanamkan dananya di KS juga membutuhkan privasi, sehingga mereka tidak bersedia apabila profilnya dipublikasikan.
Data bisa dibuka, kalau ada permintaan dari Kejaksaan, Kepolisian maupun Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK).
Sama halnya dengan data nasabah bank, tidak boleh dibuka oleh bank yang bersangkutan, tetapi harus melalui Bank Indonesia.
"Intinya, kalau ada terindikasi hukum, atau pemeriksaan oleh kepolisian, maka basu kemudian data yang dimaksud bisa dibuka," kata Marciano.
(R017/S026)
Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010