Bogor (ANTARA News) - Presiden Union Migrant (UNIMIG) Indonesia, Muhammad Iqbal, meminta pemerintah membenahi dan mengurangi peran swasta dalam pengiriman tenaga kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri.

"Langkah ini penting untuk memudahkan pengawasan dan perlindungan TKI. Bila perlu diberlakukan sistem penempatan TKI dengan cara government-to-government (kerjasama antarpemerintah-red.)," katanya kepada ANTARA di Bogor, Sabtu, menanggapi kasus kekerasan terhadap TKI di luar negeri.

Terhadap kasus kekerasan yang dialami Sumiati binti Salan Mustafa, pembantu rumah tangga berusia 23 tahun asal Dompu yang bekerja di Arab Saudi, Muhammad Iqbal mengatakan, Pemerintah RI harus mendesak Pemerintah Arab Saudi agar memperkuat sistem perlindungan terhadap TKI.

Pemerintah Arab Saudi juga harus menindak tegas majikan yang melakukan kekerasan kepada TKI khususnya yang bekerja di sektor rumah tangga. "Sebelum adanya jaminan perlindungan, sebaiknya Pemerintah RI menghentikan sementara pengiriman TKI ke Arab Saudi," katanya.

"Pada moment ini diharapkan pemerintah segera memulangkan TKI bermasalah di Arab Saudi khususnya TKI ilegal yang terlantar di kolong jembatan sehingga mereka dapat hidup lebih manusiawi dan berkumpul kembali dengan anggota keluarganya," kata Muhammad Iqbal.

Ia lebih lanjut mengatakan, banyak pekerja migran Indonesia yang mengalami tindak kekerasan, lari dari rumah majikan mereka, namun mereka tidak mengetahui alamat kantor perwakilan RI di negara di mana mereka berada.

"Akhirnya mereka menjadi pekerja ilegal dan terlantar di jalanan atau pun di tampung oleh majikan ilegal dan dipekerjakan kembali," katanya.

Dalam konteks inilah signifikansi pembenahan regulasi pengiriman TKI ke Timur Tengah dengan memperketat seleksi calon pekerja sehingga mereka yang berangkat ke luar negeri memiliki kemampuan yang memadai.

"Mereka pun sepatutnya dibekali dengan pengetahuan melindungi diri dan hak-hak mereka," katanya.

Aktivis serikat pekerja migran yang peduli terhadap nasib TKI di luar negeri ini pun menggarisbawahi kasus kekerasan terhadap Sumiati.

Ia mengatakan, tindak kekerasan terhadap TKI asal Dompu, Bima, Nusa Tenggara Barat dengan luka di sekujur tubuh, termasuk mulut digunting, merupakan "perbuatan biadab", katanya.

Namun kasus kekerasan yang dialami Sumiati ini bukanlah yang pertama kali di Arab Saudi. "Ibarat fenomena gunung es, kasus kekerasan dan eksploitasi yang dialami TKI sangat tinggi (di Arab Saudi) berbanding negara penempatan lainnya," kata Muhammad Iqbal.

Bantah Presiden

Aktivis UNIMIG ini pun membantah pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang menyebutkan bahwa jumlah TKI yang bermasalah hanya sekitar 0,01 persen karena banyak TKI yang mengalami tindak kekerasan dan lari dari rumah majikan namun nasib mereka tidak lebih baik setelahnya.

Dalam rapat kabinet terbatas di Jakarta, Jumat (19/11), Presiden Yudhoyono menyebutkan jumlah TKI yang kini berada di luar negeri mencapai 3.271.584 orang, namun mereka yang mengalami masalah mulai dari pelanggaran kontrak, gaji tidak dibayar, jam kerja serta beban kerja yang tidak sesuai, tindakan kekerasan hingga pelecehan seksual adalah 4.385 kasus.

Dengan demikian, persentase kekerasan terhadap jumlah TKI secara keseluruhan adalah 0,01 persen.

"Tapi angka ini tetap bagi kita, satu orang pun warga negara harus kita pastikan mendapatkan perlindungan, perlakuan, hak-haknya sesuai kontrak yang telah ditetapkan," katanya.

Menurut Muhammad Iqbal, kasus Sumiati merupakan bagian dari fenomena gunung es di tengah kenyataan bahwa Arab Saudi merupakan salah satu negara penerima TKI terbesar di luar negeri setelah Malaysia.

Data Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI tahun 2009 mencatat jumlah TKI yang bekerja di Arab Saudi mendekati angka satu juta orang yaitu 927.500 orang, katanya.

"Sebagian besar bekerja di berbagai sektor formal maupun informal, seperti perawat, pejaga toko, pembantu rumah tangga, supir pribadi, dan pekerja lepas lainnya," kata Muhammad Iqbal.

Data tentang kasus kekerasan TKI di luar negeri yang dihimpun Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) tahun 2009 menunjukkan tingginya kasus kekerasan terhadap para pekerja migran di Arab Saudi.

Ia mengatakan, data BNP2TKI itu menunjukkan Arab Saudi sebagai negara yang paling banyak didapati TKI bermasalah.

"Pada tahun itu tercatat 22.035 kasus TKI bermasalah. Selain kasus penyiksaan, TKI di Arab Saudi juga mengalami pelecehan seksual, perkosaan, gaji tidak dibayar, lari dari majikan hingga meninggal dunia akibat kekerasan dan eksploitasi," katanya.

Pemerintah RI sendiri telah pun mengirim tim khusus ke Arab Saudi untuk membantu penanganan kasus penganiayaan Sumiati serta mengkaji peningkatan perlindungan terhadap semua TKI di luar negeri.

(R013/B013/S026)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010