Jakarta (ANTARA) - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menyoroti ketergantungan impor pangan dan kesehatan sebagai bagian dari sektor yang harus dibenahi Indonesia pada usia ke-76 dalam rangka melihat perspektif kemerdekaan secara lebih luas.

"Menurut perspektif kemerdekaan dari ketergantungan, harus diakui ada sektor penting di mana tingkat ketergantungan Indonesia terhadap produk impor masih cukup tinggi," kata Bambang Soesatyo dalam dialog publik bertajuk "Refleksi 76 Tahun Kemerdekaan Indonesia: Sudahkah Kita Merdeka?" yang digelar Magister Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta secara virtual, Sabtu.

Bamsoet, sapaan akrab Bambang Soesatyo, lantas merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat bahwa pada periode Januari 2021 hingga Juni 2021 atau sepanjang semester I tahun 2021, Indonesia telah melakukan impor pangan hingga Rp88,21 triliun.

Selain itu, mantan Ketua DPR RI tersebut memberikan contoh lain, yakni angka ketergantungan terhadap produk impor di bidang kesehatan mencapai 90 persen, dengan menurut Menteri Riset dan Teknologi/Kepala BRIN Bambang Brodjonegoro yang masih menjabat saat itu mengungkapkan hal tersebut pada bulan Mei 2020.

Baca juga: Ketua MPR: Hasil kajian PPHN diharapkan selesai awal tahun 2022

Sektor pangan dan kesehatan adalah sektor vital, bukan hanya karena menjadi kebutuhan primer yang wajib dipenuhi tetapi juga karena sangat berpengaruh terhadap sektor-sektor lain, apalagi pada masa pandemi, ujar Bamsoet.

Selain aspek pangan dan kesehatan, dia mencermati sektor lain, yaitu pendidikan yang mana dalam memaknai kemerdekaan harus dilihat dari tujuan dibentuknya pemerintah, salah satunya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

Bamsoet menyebutkan survei Programme for International Student Assessment mengenai kemampuan pelajar Indonesia pada bulan Desember 2019, yang menempatkan Indonesia pada peringkat ke-72 dari 77 negara, masih tertinggal jauh dari Malaysia di urutan ke-56 atau Singapura di urutan ke-2.

"Kondisi tersebut cukup kontradiktif, mengingat konstitusi telah memberikan dukungan dengan mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBN untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional," ujarnya.

Baca juga: Ketua MPR: Segera ubah pola distribusi vaksin COVID-19

Hasilnya masih belum memuaskan dan menyiratkan bahwa persoalan sesungguhnya tidak terletak pada dukungan anggaran, tetapi pada peningkatan kualitas pengajar, penyempurnaan sistem pendidikan, dan pembenahan lembaga pendidikan, jelas Bamsoet.

Sementara itu, dia turut menyoroti perspektif kemerdekaan terhadap keadilan yang terlihat dari indeks akses terhadap keadilan tahun 2019 sebesar 69,6 persen dan mengindikasikan bahwa cita-cita Indonesia merdeka untuk mewujudkan keadilan dalam masyarakat masih menyisakan persoalan.

Menurutnya, kondisi tersebut salah satunya tergambar dari jumlah advokat terdaftar yang masih rendah. Hingga pertengahan 2019, diperkirakan jumlah advokat terdaftar hanya sekitar 50 ribu orang atau kurang dari 1 persen dari jumlah penduduk Indonesia.

Tidak hanya itu, Wakil Ketua Umum Partai Golkar tersebut menerangkan kemerdekaan dari kemiskinan juga masih menjadi pekerjaan rumah bagi bangsa Indonesia.

Baca juga: Ketua MPR minta pemerintah permudah akses vaksinasi COVID-19

Dia memaparkan angka penduduk miskin Indonesia menurut data BPS per bulan Maret 2021 sebesar 27,54 juta atau meningkat 1,12 juta dari Maret 2020.

Dengan pandemi COVID-19, lanjut dia, angka itu masih berpotensi naik dan dapat berkaitan dengan angka pengangguran tahun 2021 yang diprediksi akan mencapai angka 12,7 juta orang.

Berbagai perspektif kemerdekaan itu, dia mengatakan akan mengantarkan Indonesia pada sebuah kesadaran bahwa pemaknaan kemerdekaan akan terus berkembang seiring dinamika dan perkembangan zaman.

“Banyak yang telah dicapai, tetapi masih lebih banyak lagi yang dapat kita raih. Semoga bangsa Indonesia semakin sukses dalam mewujudkan Indonesia yang benar-benar merdeka dari berbagai sudut pandang pemaknaan,” pungkas Bamsoet.

Pewarta: Muhammad Jasuma Fadholi
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2021