Ditemui di ruang BC Kelas III-B, Rumah Sakit Mata Undaan Surabaya, Kamis, wanita berusia 32 tahun tersebut mengaku sudah tiga tahun ini harus menerima siksaan.
"Baru dua bulan bekerja disana, sudah sering saya mendapat tamparan, pukulan, bahkan tendangan. Benar - benar tersiksa dan tidak pernah saya bayangkan sebelumnya," ujar Haryatin sembari mengeluh kesakitan di kedua matanya.
Diceritakannya, pada Desember 2006, ibu satu anak itu memutuskan bekerja di Arab Saudi melalui PT. KBS yang berkantor pusat di Jakarta Timur. Disana, Haryatin ditempatkan di rumah majikannya bernama Hayyak di Riyadh.
Namun, oleh sang majikan ia disuruh bekerja di rumah anaknya, Fatma, seorang ibu dari 10 anak. Dikatakannya, pada bulan pertama semua berjalan lancar, tetapi memasuki bulan kedua, beberapa perlakuan kasar mulai diterimanya.
"Saya juga tidak tahu alasan majikan memukul. Pokoknya dia selalu mencari kesalahan dan suka marah-marah. Puncaknya, ketika selang air mesin cuci diarahkan tepat ke mata saya. Itu terjadi sekitar bulan ke sepuluh saya bekerja," tutur wanita yang tinggal di Desa Bakalan RT 03 - RW 05, Kecamatan Wonodadi, Blitar tersebut.
Yang mengenaskan, Haryatin sudah mengalami kebutaan sejak tiga tahun lalu. Kendati demikian, ia tetap dipaksa bekerja mengurusi rumah dan anak sang majikan. "Kalau tidak kerja, malah saya dipukul lagi. Jadi ya mau bagaimana lagi," ucapnya sambil menangis.
Usaha pengobatan pernah dilakukannya, namun tidak membuahkan hasil karena persyaratan adminitrasi yang sulit dari pihak rumah sakit.
"Pernah saya diantar ke rumah sakit, tapi selalu gagal karena syarat adminitrasi. Padahal surat-surat saya ada di majikan. Sehingga saya hanya bisa pasrah dan sudah tidak kuat ingin pulang ke Indonesia," papar ibu dari Wulan Asna Ningrum (6) itu.
Keinginannya untuk pulang terhalang oleh kontrak kerja yang dimilikinya. Dalam perjanjian, tertera bahwa Haryatin tidak bisa pulang sebelum bekerja selama 2,5 tahun. Beruntung, istri Samsul Huda tersebut ditolong oleh seseorang yang masih tercatat sebagai saudara majikannya.
"Saya dibantu pulang ke Indonesia oleh dia. Namanya juga Hayyak, tapi lengkapnya saya tidak tahu. Kemudian, gaji saya juga diberikan berupa cek sebesar 23 ribu Real dan uang tunai 500 Real," jelasnya.
"Sebenarnya gaji saya 600 Real per bulan. Tapi tidak pernah diberi, dan baru dibayar ketika saya mau pulang," ucapnya menambahkan. (ANT-165/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010