Salzburg, Austria (ANTARA News) - Guru Besar Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Prof Dr BS Mardiatmadja mengatakan, pemerintah dan masyarakat perlu meningkatkan upaya membangun semangat toleransi di Indonesia karena semangat tidak toleransi agak meningkat saat ini.
"Pemerintah masih kurang melakukan pendekatan-pendekatan dan memberikan fasilitas agar semangat toleransi tetap terjaga," katanya Salzburg, Selasa, di sela memberikan kuliah umum kepada mahasiswa Universitas Salzburg mengenai kehidupan beragama di Indonesia dalam rangka menciptakan harmonisasi antarmasyarakat.
Mardiatmadja bersama Guru Besar Studi Islam Univesitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Prof Nur Khalis Setiawan dan Direktur Institute for Study of Islamic Thought and Civilization (Insist) Hamid Fahmy Zarkasyi berada di Austria dalam rangka mengikuti kegiatan Kampanye Diplomasi Publik yang digagas oleh Kementerian Luar Negeri.
Mereka berbicara di dua kota yakni di Wina dan Salzburg pada 15-20 November 2010.
Mardiatmadja juga mengatakan bahwa pemerintah kurang melakukan penegakan hukum dalam menjaga semangat toleransi antarumat beragama.
Dalam kuliah umumnya, Mardiatmadja mengatakan, "Jika intoleransi dibiarkan meningkat maka Indonesia dalam keadaan bahaya di masa depan".
Ia mengharapkan pemerintah tidak bersifat ambivalen atau mendua terhadap kekerasan yang dilakukan oleh kelompok tertentu yang mengarah kepada intoleransi.
Pemerintah pusat maupun daerah, katanya, kerapkali tidak menumbuhkan semangat toleransi.
Ia mengatakan Muslim moderat juga memegang peranan penting khususnya dalam mencegah terjadinya kemarahan satu kelompok umat kepada kelompok lainnya.
Namun demikian, Mardiatmadja juga mengatakan bahwa toleransi agama di Indonesia tetap bisa menjadi contoh bagi negara lainnya.
"Menurut saya bisa," katanya saat ditanya apakah Indonesia bisa menjadi contoh.
Ia hanya menyayangkan bahwa ada komunitas kecil namun vokal yang mempengaruhi komunitas lainnya yang sebenarnya lebih simpatik.
Tidak cap
Sementara itu Direktur Institute for Study of Islamic Thought and Civilization (Insist) Hamid Fahmy Zarkasyi dalam pemaparannya antara lain menjelaskan mengenai pondok pesantren di Indonesia.
Ia meminta agar dunia Barat tidak mencap bahwa pondok pesantren sebagai tempat melahirkan terorisme.
Ia mengatakan dalam kurikulum pesantren, baik yang tradisional maupun modern, tidak ada yang mengajarkan kekerasan. Secara umum kurikulum pesantren antara lain teologi Islam, akhlak, hukum Islam, dan lainnya.
Bahkan di pesantren modern juga diajarkan pelajaran seperti halnya sekolah umum lainnya.
Ia mengatakan sebuah pesantren bisa menghasilkan lulusan yang sekuler maupun yang keras. Namun ia mengatakan bahwa lulusan pesantren yang menganut garis keras sangat sedikit dan tidak didukung.
"Sangat tidak adil jika hanya satu dua orang lulusan pesantren yang melakukan kekerasan, lalu sekitar 14.000 pondok pesantren dikatakan sebagai tempat melahirkan terorisme," katanya.
Hamid mengatakan di pondok pesantren juga diajarkan mengenai kebersamaan, keberagaman, demokrasi, membuka wawasan dan toleransi.
Hamid juga mengatakan bahwa dua organisasi massa terbesar di Indonesia yakni Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama tidak mempunyai indikasi mendukung pendekatan kekerasan dalam melakukan kegiatan sosial.
Keduanya sangat menghargai keberagaman, toleransi, terbuka terhadap ide-ide perubahan, mengakui demokrasi dan NKRI. Secara agama, katanya, mereka tidak konservatif namun juga tidak liberal seperti dalam pemikiran Barat, namun moderat.
Sementara itu mengenai partai politik di Indonesia, Hamid mengatakan, semua partai politik Islam tidak bertujuan untuk mendirikan negara Islam namun berupaya agar semangat dan nilai-nilai Islam masuk dalam sistem politik nasional.(*)
(U002*A041/A011/R009)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010