Angka rasio perpajakan dapat diperbaiki untuk penguatan ruang fiskal dengan tetap melindungi kepentingan rakyat kecil
Jember, Jawa Timur (ANTARA) - Pakar ekonomi Universitas Jember Adhitya Wardhono, PhD mengatakan pemerintah perlu menjaga keberlanjutan fiskal saat menurunkan defisit anggaran di RAPBN 2022.
"Rencana defisit RAPBN 2022 memiliki arti penting sebagai langkah untuk mencapai konsolidasi fiskal mengingat tahun 2023 defisit anggaran diharapkan dapat kembali ke level paling tinggi 3 persen terhadap Produk Domestik Bruto," katanya di Kabupaten Jember, Jawa Timur, Jumat.
Pemerintah memutuskan untuk menurunkan defisit anggaran di RAPBN 2022 menjadi sebesar 4,85 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
Menurutnya defisit anggaran RAPBN 2022 perlu dibiayai dengan memanfaatkan sumber-sumber pembiayaan yang aman dan dikelola secara pruden, dengan menjaga keberlanjutan fiskal.
"Komitmen untuk menjaga keberlanjutan fiskal di RAPBN 2022 perlu dilakukan agar tingkat utang dalam batas yang terkendali," ucap dosen Fakultas Ekonomi Bisnis (FEB) Unej itu.
Ia menjelaskan defisit anggaran tahun 2021 diperkirakan melebar akibat melemahnya perekonomian dalam negeri dan penyebabnya angka penyebaran COVID-19 di Indonesia melonjak sehingga butuh pembiayaan lebih besar.
Baca juga: Penurunan defisit anggaran 2022 demi urgensi konsolidasi fiskal
Di sisi lain penerimaan pajak tidak bisa diandalkan saat krisis sehingga alternatifnya mengandalkan utang, sehingga pengelolaan anggaran butuh kehati-hatian agar tidak terjadi lonjakan pengeluaran yang besar dan fokus kepada pemulihan ekonomi setelah pandemi.
Adhitya mengatakan tingkat pengangguran terbuka yang diprediksi pada kisaran 5,5 - 6,3 persen serta kemiskinan pada besaran 8,5 - 9,0 persen merupakan salah satu reformasi fiskal di tahun 2022.
"Dengan mencermati dinamika perekonomian dan perkembangan penanganan COVID-19, arsitektur kebijakan fiskal harus antisipatif dan responsif," ujarnya.
Ia mengatakan hal tersebut dapat dilakukan dengan tetap menjaga keseimbangan antara upaya pengendalian risiko dengan kemampuan countercyclical agar keberlanjutan fiskal jangka panjang tetap dapat dijaga.
"Konsolidasi fiskal tahun 2022 perlu lebih fokus dalam mendukung pelaksanaan reformasi struktural, terutama akselerasi pengembangan sumber daya manusia, melalui reformasi bidang kesehatan, perlindungan sosial, dan pendidikan," katanya.
Baca juga: Ekonom: Defisit anggaran 4,85 persen RAPBN 2022 realistis
Menurutnya perlunya reformasi struktural juga diarahkan untuk perbaikan fondasi ekonomi, melalui reformasi regulasi dan birokrasi serta dukungan sektoral yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi sehingga mempunyai dampak terhadap penurunan kemiskinan dan tingkat pengangguran terbuka.
"Angka rasio perpajakan dapat diperbaiki untuk penguatan ruang fiskal dengan tetap melindungi kepentingan rakyat kecil," ujarnya.
Selain itu, lanjut dia, upaya penguatan belanja berkualitas dilakukan melalui pengendalian belanja agar lebih efisien, lebih produktif, dan menghasilkan multiplier effect yang kuat terhadap perekonomian serta efektif untuk mendukung program prioritas dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
"Inovasi di sisi pembiayaan perlu difokuskan kepada masyarakat menengah ke bawah untuk mendorong pembiayaan yang fleksibel dengan kehati-hatian, melalui kerja sama pemerintah, perbankan, dan lembaga keuangan non-bank yang lebih terintegrasi dalam akses pembiayaan ke masyarakat," tuturnya.
Baca juga: Ekonom: Indonesia perlu tarik investasi untuk jaga defisit APBN 2022
Baca juga: CORE: Defisit anggaran 2022 bergantung pengendalian pandemi
Pewarta: Zumrotun Solichah
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2021