Jakarta (ANTARA) - Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Ratna Susianawati mengatakan ekonomi dan pendidikan menjadi akar persoalan ketidaksetaraan gender dan kekerasan terhadap perempuan.
"Faktor ekonomi dan pendidikan masih menjadi akar persoalan ketidaksetaraan gender dan persoalan kekerasan terhadap perempuan," kata Ratna dalam webinar bertajuk "Perempuan Memaknai Kemerdekaan Dalam Rangka Mengisi Pembangunan" yang dipantau secara daring di Jakarta, Kamis.
Menurut dia, persoalan terbesar yang masih dialami perempuan Indonesia adalah tingginya angka kekerasan.
Selain itu, diskriminasi, stigmatisasi, stereotype dan marginalisasi juga menjadi permasalahan yang masih dihadapi perempuan saat ini.
"Persoalan-persoalan itu masih menjadi bentuk-bentuk ketidakadilan gender yang dialami perempuan," katanya.
Berdasarkan data Sistem Informasi Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) periode 1 Januari hingga 16 Agustus 2021 tercatat ada 4.129 kasus kekerasan terhadap perempuan dewasa dengan 4.183 korban dan 5.594 kasus kekerasan terhadap anak dengan 6.200 korban.
Sebanyak 74,1 persen kasus kekerasan terhadap perempuan dewasa adalah kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan sebanyak 59 persen kasus kekerasan terhadap anak adalah kasus kekerasan seksual.
"(Menurunkan angka) kekerasan seksual, tindak pidana perdagangan orang menjadi satu tugas bersama. Kemen PPPA meminta dukungan semua pihak untuk menyelesaikan permasalahan perempuan," ujar Ratna.
Upaya penurunan kekerasan terhadap perempuan dan anak terus dilakukan oleh Kemen PPPA. Upaya tersebut merupakan satu dari lima arahan yang dimandatkan Presiden Joko Widodo.
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2021