Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi VIII DPR RI Muhammad Arwani Thomafi mendesak pemerintah menaikkan status bencana letusan Gunung Merapi sebagai bencana nasional.

"Kami mendesak Presiden agar menaikkan status bencana Merapi menjadi bencana nasional," kata Arwani yang juga ketua Tim Pengawasan Khusus Bencana Merapi Wilayah Klaten-Boyolali Komisi VIII DPR melalui pesan singkat yang diterima ANTARA di Jakarta, Selasa.

Pertimbangannya adalah skala geografis kejadian meliputi lebih dari satu provinsi, kehancuran sarana prasarana berdampak pada kehidupan secara nasional, serta dampak kerugian harta yang sangat besar.

"Sudah melewati batas kemampuan APBD provinsi maupun kabupaten. Perlu dukungan APBN," kata Arwani.

Selain itu, korban meninggal dunia akibat bencana Merapi juga cukup besar yakni lebih dari 250 jiwa. Menurutnya, kompleksitas penanggulangan bencana Merapi memerlukan komando pemerintah pusat.

Anggota DPR dari daerah pemilihan Jawa Tengah III itu juga meminta pemerintah mengkaji kembali rencana relokasi permanen warga sekitar Merapi.

"Apakah relokasi menjadi solusi terbaik? Mereka harus diajak bicara," kata politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) tersebut.

Menurutnya, perlu dipertimbangkan agar relokasi permanen cukup dilakukan dengan menggeser lokasi ke dusun tetangga .

"Yang mendesak untuk disiapkan sekarang adalah relokasi sementara bagi mereka," katanya.

Arwani mengatakan, saat ini harga bahan pokok di beberapa pasar di Muntilan, Kabupaten Magelang, melambung akibat terhentinya aktivitas di pasar pusat agro Sewuan di Kecamatan Sawangan, Magelang.

"Pemerintah harus melakukan intervensi dan mengambil langkah cepat untuk menekan melambungnya harga tersebut," katanya.

Terkait bencana Merapi, Komisi VIII DPR membentuk tiga tim pengawas, yakni tim pengawas wilayah Klaten-Boyolali, tim Magelang, dan tim Yogya.

Menurut Ketua Komisi VIII DPR Abdul Kadir Karding, tim tersebut bertugas antara lain memastikan seluruh kebutuhan pengungsi terjamin dengan baik, ikut merumuskan apa yang dilakukan dalam tanggap darurat, serta memastikan pencairan anggaran penanganan bencana tidak terlalu birokratis.(*)
(T.S024/I007/R009)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010