Makassar (ANTARA) - Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Makassar baru seluas 8 persen dari luas daratan kurang lebih 175,77 Kilometer per segi, sehingga masih dibutuhkan 22 persen lagi RTH.
"Jadi, masih sangat minim, karena idealnya sesuai dengan regulasi untuk tata kelola lingkungan, harus memenuhi 30 persen RTH dari luas wilayah daratan," kata Ansar di Makassar, Kamis.
Mencermati kondisi tersebut, dia mengakui, masih jauh dari rata-rata ideal yang harus dipenuhi sebagai kota ramah lingkungan.
Berkaitan dengan hal itu, Pemkot terus mendorong kerja sama kemitraan untuk mendukung program penghijauan di kota berjulukan "Anging Mammiri" ini.
Salah satu kerja sama tersebut yakni penanaman mangrove di kawasan Makassar New Port (MNP) yang diprakarsai PT Pelindo IV bersama Universitas Hasanuddin, Makassar.
Bibit mangrove tersebut ditargetkan menutupi area seluas 20 hektare di pesisir proyek strategis nasional (PSN) itu.
Adapun RTH di Kota Makassar hanya terdapat di kawasan Taman Macan, Universitas Hasanuddin, Kantor Gubernur Sulsel dan Waduk Hertasning.
Sementara untuk area pesisir, hanya ada kawasan mangrove di Lantebung, Kecamatan Biringkanayya, Makassar.
Menanggapi masih minimnya RTH di Kota Makassar, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulsel, Muhammad Al Amin mengatakan, kondisi itu menjadi salah satu penyebab terjadinya banjir musiman.
Dia mengatakan, praktis jika RTH minim, maka kemampuan tanah menyerap air sangat rendah. Sementara Waduk Nipah-nipah yang diharapkan menjadi solusi untuk penampungan air saat musim hujan, juga tidak terlalu banyak membantu.
Karena itu, lanjut dia, yang harus diupayakan Pemkot adalah terus menggenjot program penghijauan, sekaligus memperbaiki tata kelola perkotaan dan tidak mengeluarkan izin membangun jika tidak terpenuhi Amdalnya.
Baca juga: Minim ruang terbuka hijau di Makassar, sebut Walhi Sulsel
Baca juga: Pelabuhan Untia Makassar ditanami ribuan bibit mangrove oleh TNI-AL
Baca juga: Wali Kota Makassar apresiasi aksi Permabudhi tanam bibit mangrove
Pewarta: Suriani Mappong
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2021