Anyer (ANTARA News) - Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kabupaten Serang mengaku adanya aktivitas Gunung Anak Krakatau (GAK) di Selat Sunda yang membuat dunia kepariwisataan terganggu di sepanjang wilayah Anyer.
"Tingkat hunian hotel dan kunjungan wisata di beberapa tempat wisata pantai di sepanjang Anyer mengalami penurunan akibat aktivitas GAK di selat Sunda tersebut," kata ketua PHRI Kabupaten Serang, Handomo, Selasa.
Menurut dia, kondisi GAK yang hingga kini masih terasa adanya aktivitas seperti mengeluarkan letusan, dengan jumlah fluktuatif, dan pernah mencapai 933 kali gempa menyebabkan tingkat hunian menurun 10-20 persen.
Dia mengatakan, pihaknya malah justru akan mempromosikan kondisi GAK sebagai salah satu obyek wisata yang patut dikunjungi, seperti 200 wisatawan Eropa melihat secara dekat GAK di jarak radius aman beberapa waktu lalu.
"Guncangan GAK akan saya jual dan promosikan. Jaraknya cukup aman, yang tidak boleh itu pada jarak dua kilometer. Tapi anehnya kok malah pada takut," katanya menambahkan.
Dia menjelaskan, ada dua model wisatawan yang selama ini datang ke sekitar Pantai Anyer. Pertama adalah mereka yang mengerti terkait kondisi GAK, dan yang sama sekali tidak paham sehingga takut untuk datang ke kawasan Anyer.
"Mereka yang mengerti bahwa kondisi GAK itu aman, malah datang dan minta diantar untuk melihat secara dekat. Mereka berpendapat bahwa fenomena alam itu sangat menarik untuk dilihat.
Sementara bagi mereka yang tidak paham, tidak berani datang dan mendekat. Mereka berasumsi bahwa GAK seperti Merapi. Tapi itulah kenyataannya, katanya.
Pada Minggu (14/11) Pos Pematau GAK di Desa Pasauran Kecamatan Cinangka, Serang, Provinsi Banten mencatat jumlah gempa 621 kali dengan rincian vulkanik Dalam (VA) 32 kali, vulkanik dangkal (VB) 209 kali, 43 letusan, tremor 122 kali, dan keluar hembusan 215 kali.
"Masih fluktuatif sifatnya. Sementara status masih waspada atau level II, dan kami melarang warga mendekati lokasi sampai jarak radius dua kilometer," kata Kepala Pemantau GAK Anton S Pambudi. (ANT-152/K004)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010