"Putusan Majelis KIP adalah keputusan penting dan bersejarah," kata Peneliti Senior ICW, Febri Hendri, di Jakarta, Senin.
Majelis KIP di Kementerian Informasi dan Komunikasi, Senin), memenangkan ICW dalam kasus sengketa informasi publik dalam pengelolaan dana BOS dan BOP tahun 2007-2009 melawan Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta dan lima kepsek SMP negeri.
Dalam putusannya, Majelis Komisioner KIP memutuskan bahwa SPJ (Surat Pertanggung Jawaban) dan dokumen pendukung berupa kwitansi pembayaran dan bukti keuangan lainnya adalah dokumen publik dan dapat diakses oleh publik dan ICW sebagai pemohon.
Menurut Febri, putusan itu penting karena menyangkut transparansi publik pengelolaan keuangan negara dan publik.
Selain itu, lanjutnya, putusan tersebut tidak saja berlaku bagi ratusan ribu sekolah di Indonesia akan tetapi juga bagi seluruh badan publik, baik milik negara, pemerintah atau swasta.
Ia mengemukakan, selama ini transparansi dimaknai sebagai penyerahan dokumen keuangan tersebut pada lembaga berwenang seperti BPK, BPKP, Inspektorat atau lainnya.
"Pejabat publik menyatakan telah transparan ketika telah menyerahkan dokumen keuangan pada lembaga pemeriksa tersebut," kata Febri.
Hal tersebut, ujar dia, membuat akses publik terhadap berbagai dokumen penting tersebut dinilai seakan-akan bukan bagian dari transparansi.
Putusan Majelis Komisioner mempertimbangkan antara lain permintaan salinan dokumen oleh ICW sebagai pemohon telah sesuai dengan UU No 14 Tahun 2008 tentang KIP (Keterbukaan Informasi Publik) dan Peraturan Komisi Informasi Pusat No 1 Tahun 2010 tentang Standar Layanan Informasi Publik pada Badan Publik.
Selain itu, pemberian SPJ pada termohon tidak melanggar juknis BOS dan BOP karena tidak digunakan untuk audit sekolah bersangkutan dan belum ada undang-undang yang mengatur bahwa dokumen SPJ adalah dokumen rahasia.
Dokumen SPJ dinyatakan tidak termasuk informasi yang dikecualikan sebagaimana diatur pada pasal 17 UU No 14 Tahun 2008 tentang KIP.
Pembukaan dokumen SPJ pada publik juga diyakini tidak akan berdampak pada proses hukum, kepentingan perlindungan hak atas kekayaan intelektual dan perlindungan dari persaingan usaha tidak sehat, pertahanan dan keamanan negara, kekayaan alam Indonesia, ketahanan ekonomi nasional, kepentingan hubungan luar negeri, dan akta otentik yang bersifat pribadi dan kemauan terakhir ataupun wasiat seseorang.
"Putusan ini telah mendorong bangsa Indonesia satu langkah maju kedepan menjadi bangsa yang transparan dan akuntabel dalam mengelola sumber daya publik," kata Febri.
(M040/Z003)
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010