"Pengusiran terhadap 9.000 jiwa yang di dalamnya ada perempuan dan anak-anak serta pemusnahan 30 juta batang kopi, bukan peristiwa biasa. Ini akan menjadi tragedi kemanusiaan," kata Direktur Community Alliance for Pulp Paper Advocacy (CAPPA) Jambi Rivani Noor di Jambi, Minggu.
Menurut dia, operasi gabungan yang akan menertibkan perambah di Lembah Masurai, Kabupaten Merangin itu akan meruntuhkan sistem sosial-ekonomi yang dibangun secara mandiri selama ini.
Pernyataan itu dikemukakannya terkait operasi gabungan yang digelar oleh Kementrian Kehutanan, pemerintah daerah melalui Dinas Kehutanan Provinsi Jambi dan kabupaten, dan aparat keamanan terhadap warga di kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) Lembah Masurai.
Untuk mencegah hal itu, Rivani bersama 15 LSM lokal mengadukan masalah ini ke Presiden SBY lewat surat resmi dengan harapan Presiden menyikapi hal tersebut secara arif dan bijaksana dan mendapatkan penanganan yang manusiawi.
Ia mengatakan, tanaman kopi lebih ramah lingkungan dibandingkan kelapa sawit, kopi tidak membutuhkan pestisida, tanaman kopi membutuhkan kanopi sebagai peneduh, yang artinya sangat potensial dikombinasi dengan tanaman kehutanan.
Bahkan petani telah membuka diri untuk ikut dalam program hutan berbasis kemasyarakatan yang dikombinasikan dengan tanaman kopi yang telah mereka bangun 12 tahun lalu.
"Pendekatan-pendekatan resolusi konflik masih sangat potensial untuk dilakukan pada kasus ini. Kami menilai pendekatan ini akan lebih bijak dibandingkan melakukan pengusiran dan pemusnahan," katanya.
Kasmadi Kasyim dari LIRRA menyatakan ada beberapa fakta yang patut dipertimbangkan Presiden SBY agar operasi itu tidak dilakukan, di antaranya petani setempat yang berasal dari beberapa daerah ini telah menggarap kawasan eks HPH ini selama lebih dari 12 tahun, yang selama ini tidak jelas pengelolaanya.
Awalnya, petani juga "diundang" oleh masyarakat lokal dengan melakukan jual-beli kawasan eks HPH ini ke masyarakat. Dalam rentang waktu 12 tahun banyak sekali perkembangannya.
Kemudian, kopi yang mereka produksi dengan luas sekitar 10.000 hektare dan sekitar 30 juta batang kopi telah memberikan kehidupan bagi 9,000 jiwa dan juga ekonomi masyarakat lainnya.
Jika dihitung kasar, perputaran uang per bulan di daerah ini mencapai Rp12 miliar.
"Sebuah potensi pendapatan daerah yang sayang jika diabaikan. Apalagi di daerah itu telah dibangun sekolah dasar secara swadaya, dilibatkan dalam pembayaran pajak dan pemilihan umum. Jadi, Operasi itu akan berdampak negatif nantinya," kata dia.
Sementara Rukaiyah Rofiq dari Yayasan SETARA Jambi mengatakan, praktek kekerasan melalui pengusiran dan pemusnahan sumber kehidupan, meskipun ada pelanggaran hukum, akan merusak citra Indonesia di mata dunia.
Rukaiyah berharap Presiden SBY menyikapi surat yang dikirim oleh sejumlah LSM di Jambi tidak menimbulkan konflik berkepanjangan.
LSM yang ikut menandatangani surat ke Presiden SBY antara lain M Sedat dari Forum Komunikasi Masyarakat Petani Masurai, Arif Ilhamsyah (AGRA Jambi), Ridho (FORMAJA), Muhammadan (Forum Masyarakat Pemilik Lahan), Kholisah Bara (FMN Jambi), Pengendum (KMB), Andra (MAPALA Pelangi Biru), Feri Irawan (Perkumpulan Hijau) dan Sarwadi (SPI Jambi). (ANT-263/K004)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010