New York (ANTARA News) - Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) Ban Ki-moon serta para pejabat tinggi PBB menyambut baik pembebasan pemimpin demokrasi Myanmar Aung San Suu Kyi pada Sabtu -- sepekan setelah dilangsungkannya pemilihan umum pertama kalinya dalam 20 tahun di Myanmar.

"Kemuliaan dan keberaniannya (Suu Kyi, red) menghadapi ketidakadilan telah memberikan inspirasi kepada banyak orang di dunia, termasuk Sekretaris Jenderal (PBB), yang sudah lama mendukung kebebasannya," kata Ban dalam pernyataan yang dikeluarkan Markas Besar PBB, New York, Sabtu.

Sejalan dengan itu, Sekjen PBB mendesak pihak berwenang Myanmar untuk membebaskan juga semua tahanan politik.

Dalam pernyataannya, Ban sangat menyayangkan bahwa ternyata pada pemilihan umum pekan lalu, Suu Kyi tidak diikutsertakan.

Padahal, ujarnya, demokrasi dan rekonsiliasi nasional mengharuskan semua warga negara Myanmar diberi kebebasan untuk berpartisipasi dalam kehidupan berpolitik di negara tersebut.

"Sekretaris Jenderal PBB berharap tidak akan ada lagi pengekangan terhadapnya (Suu Kyi, red) dan meminta pihak berwenang Myanmar untuk membebaskan semua tahanan politik," demikian bunyi pernyataan itu.

Suu Kyi, yang merupakan pemimpin Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) serta penerima Hadiah Nobel Perdamaian, sebelumnya mengalami penahanan rumah selama lebih dari dua dekade terakhir.

Selain oleh Ban Ki-moon, sambutan terhadap pembebasan Suu Kyi juga dinyatakan oleh Komisari Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, Navi Pillay.

Pillay menyebut pembebasan Suu Kyi sebagai sebuah sinyal positif atas keinginan pihak berwenang Myanmar untuk melangkah ke depan dalam menghadapi tantangan menyangkut peralihan yang demokratis di negara tersebut.

"Aung San Suu Kyi jelas bisa memberikan kontribusi besar terhadap proses (demokratisasi) ini," katanya.

Pillay juga menunjukkan kekecewaan mendalam karena pembebasan Suu Kyi tidak dilakukan sebelum pemilihan umum digelar.

Ia juga mendesak pihak berwenang Myanmar untuk segera membebaskan semua tahanan politik yang masih tersisa --sekitar 2.200 orang-- untuk membuktikan bahwa Pemerintah Myanmar betul-betul berniat menghormati hak asasi manusia dan membentuk masa depan baru di Myanmar.(*)

K-TNY/A026

Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010