Kompendium sejarah arsitektur itu bukan hanya ituJakarta (ANTARA) - Arsitek Jaringan Arsip Arsitektur Indonesia (JAAI) Mohammad Cahyo Novianto mengatakan Indonesia perlu mengembangkan lebih banyak riset dan pembelajaran untuk memanfaatkan kekayaan pengetahuan budaya dalam bidang arsitektur agar dapat diterapkan di masa depan.
“Yang kami gambarkan masih sedikit dari apa yang kami foto dan kami cermati. Saya pikir kita perlu melakukan riset. Perlu dilakukan studi untuk menjadikan kekayaan pengetahuan tradisi kita itu menjadi ilmu pengetahuan masa depan,” kata Cahyo dalam talkshow daring “Telusur Jalur Rempah: Melihat Pengaruhnya pada Arsitek Nusantara” di Jakarta, Selasa.
Cahyo mengatakan saat ini pihaknya terus melakukan dan mengumpulkan banyak dokumentasi arsitektur di berbagai tempat, terutama arsitektur yang menyangkut aspek tektonika, karena belum banyak orang yang melakukan penelitian pada aspek tersebut.
“Karena itulah kami dengan segala kemampuan terbatas berupaya melakukan dokumentasi sebanyak mungkin. Memang kami memfokuskan pada tektonika. Karena menurut kami itu belum banyak dilakukan penelitian,” kata dia.
Ia memberikan contoh butuh 1.400 tahun bagi Jepang untuk bisa menerapkan transformasi ilmu konstruksi bangunan Sinbashira untuk membuat sebuah bangunan modern seperti Tokyo Sky Tree yang memiliki ketinggian 600 meter.
Baca juga: Arsitek: Jalur rempah mempengaruhi bangunan arsitektur di Indonesia
Baca juga: Ekspedisi jalur rempah Nusantara singgahi Pulau Bintan pada September
“Sebenarnya tradisi kita lebih kaya dari Jepang, hanya kita belum memiliki kesempatan bagaimana kita dapat mentransformasikannya di masa depan.
Bukan hanya soal style tapi kepada prinsip-prinsip yang lebih mendasar tentang kegempaanlah atau apa,” kata dia.
Architectural and Urban Heritage (Associate Proffesor in National Univiersity of Singapore) Prof. Johannes Widodo menegaskan agar Indonesia tidak hanya terfokus pada gaya atau bentuk suatu bangunan tetapi bagaimana mengembangkan standar yang akan menjadi pedoman dari arsitektur itu sendiri.
“Kita jangan hanya berhenti pada style, jangan hanya berhenti pada romantisme sejarah masa lalu. Kompendium sejarah arsitektur itu bukan hanya itu,” kata Johannes.
Ia mengatakan, hal yang harus diperhatikan adalah masalah struktur rasionalitas dan bagaimana mengembangkan standart-standar arsitektur Indonesia yang kemudian dikembangkan menjadi sebuah teori.
“Tapi menyebut masalah struktur rasionalitas, buku sejarah itu harus diterapkan, diterjemahkan menjadi buku teori, menjadi semacam pedoman-pedoman desain. Kita harus mengembangkan standar-standar. Diterjemahkan menjadi teori arsitektur Indonesia dan itu diperlukan satu langkah yang lebih maju dari sekadar mengumpulkan dan mengagumi hanya dari segi style. Style itu hanya kulit,” kata dia menjelaskan perlu ada standar yang dibangun dalam bidang arsitektur Indonesia.
Baca juga: Kemendikbud luncurkan laman Jalur Rempah Nusantara
Baca juga: Rempah-rempah sempat jadikan Jawa kosmopolitan di Nusantara
Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2021