Jakarta (ANTARA News) - Hampir semua lokasi transmigrasi yang baru dibuka berada jauh dari pusat pemerintahan dan pusat ekonomi sehingga sarana pertanian, pasar hasil pertanian, dan kemudahan pemenuhan kebutuhan hidup akan terkendala tanpa dukungan pihak ketiga, yaitu investor.
Oleh karena itu kebijakan transmigrasi sejak Menteri Transmigrasi Martono berusaha menggaet investor perkebunan dengan melahirkan transmigrasi pola PIR atau perkebunan inti rakyat.
Program itu terus berkembang tidak hanya pada sektor perkebunan tetapi juga transmigran pola perikanan dan pola kehutanan pada masa Menteri Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan Siswono Yudhohusodo.
Kini, keterlibatan investor dalam menggarap transmigrasi juga sudah lintas-kementerian, ketika Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Kementerian Kehutanan berkongsi mengembangkan program Transmigrasi Hutan Tanaman Rakyat (Trans-HTR) di beberapa Kota Terpadu Mandiri (KTM).
Program itu menggabungkan pembangunan transmigrasi dengan HTR yang dikelola perorangan atau koperasi untuk meningkatkan kualitas hutan produksi, yang membuat setiap keluarga transmigran akan mendapat sekitar delapan ha sampai dengan 15 ha lahan hutan untuk dikelola.
Pada tahap awal, Trans-HTR bakal dilaksanakan di KTM Pauh-Mandiangin, Kabupaten Sarolangun, Jambi, dan KTM Padauloyo Kabupaten Tojo Una-Una, Sulawesi Tengah. KTM Trans-HTR itu diharapkan dapat menyerap tenaga kerja baru sebanyak 200.000 orang.
Pemerintah tidak hanya menyediakan lahan tetapi juga akan memberikan bekal pelatihan kepada para transmigran. Di KTM Padauloyo, misalnya, pemerintah akan membangun balai latihan kerja (BLK), dan pabrik pengolahan kopra menjadi minyak kelapa.
Kemenakertrans mematok target pembangunan KTM Padauloyo rampung dalam tempo lima tahun. Anggaran yang disiapkan sebesar Rp 60 miliar. Dana ini bersumber dari APBN dan APBD, baik Kabupaten Tojo Una-Una maupun Provinsi Sulwesi Tengah.
Sedangkan investasi swasta di bidang kehutanan, perkebunan, dan perikanan di daerah tersebut diproyeksikan mencapai Rp 150 miliar.
Semua itu menunjukkan akselerasi pembangunan dan ekonomi di transmigrasi tidak akan lepas dari peran investor dari berbagai sektor.
<i>Tiga periode</i>
Dalam sejarahnya, peran investor melalui kemitraan pengembangan usaha perkebunan di kawasan transmigrasi dibagi dalam tiga periode, yaitu periode Inpres Nomor 1 Tahun 1986 hingga tahun 1996 yang menyediakan skim Kredit Lunak Bank Indonesia (KLBI).
Ketika itu ada 53 investor yang melaksanakan program PIR-Trans di 53 kawasan transmigrasi di 10 provinsi (Aceh, Sumut, Sumbar, Riau, Jambi, Sumsel, Kalbar, Kalteng, Sulteng, dan Sulsel) dengan total luas kebun 574.499 ha, terdiri atas luas kebun inti sebanyak 158.136 ha dan kebun plasma seluas 416.363 ha yang dimiliki 210.602 keluarga transmigran.
Periode kedua, Kredit Koperasi Primer untuk Anggotanya (KKPA) hingga era reformasi.
Ketika itu, skim Kredit Lunak Bank Indonesia diganti dengan skim Kebun yang berhasil dibangun seluas 14.364 ha yang keseluruhannya merupakan kebun plasma bagi transmigran sebanyak 7.247 keluarga di tiga kawasan transmigrasi di dua provinsi (Kalbar, dan Papua).
Periode ketiga, pascareformasi hingga Desember 2009 tercatat 66 investor yang telah bekerja sama dengan para transmigran meliputi 98.144 keluarga dengan kebun plasma sekitar 290.083 hektare dan kebun inti sekitar 313.639 hektare, yang tersebar di 249 Unit Permukiman Transmigrasi (UPT) yang masih dibina Kementerian Nakertrans.
Realisasi pembangunan kebun inti seluas 49.668 hektare dan kebun plasma seluas 21.301 hektare, serta jumlah transmigran yang telah menerima pembagian kebun plasma sebanyak 620 keluarga.
Sedangkan pengembangan perkebunan di kawasan transmigrasi mulai periode Inpres Nomor 1/1986 sampai 2010 tercatat seluas 638.481 hektare atau 8,87 persen dari total luas kebun kebun kelapa sawit di Indonesia.
Artinya angka sekitar sembilan persen itu telah memberikan sumbangsih yang besar dalam mendukung Indonesia menjadi produsen kelapa sawit terbesar di dunia.
<i>66 investor</i>
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar mengungkapkan, ada sebanyak 66 investor yang berkomitmen mendukung pelaksanaan pembangunan transmigrasi masa mendatang dengan menginvestasikan dananya sebagai modal awal sebesar Rp10,374 triliun.
"Mereka akan mengembangkan komoditas unggulan agribisnis yang sudah dikembangkan di kawasan transmigrasi yaitu kelapa sawit, tebu, karet, jagung, ubi jalar dan hutan tanaman industri," katanya.
Para investor itu terdiri atas delapan perusahaan yang memiliki izin pelaksanaan transmigrasi (IPT), yang telah membuat nota kesepahaman dengan Kemenakertrans ada 14 perusahaan dengan nilai investasi Rp7 triliun.
Ia menjelaskan, investor yang dalam proses penyelesaian IPT sebanyak 16 perusahaan dengan nilai investasi Rp3,4 triliun dan yang telah menandatangani pakta integritas kesediaan untuk berusaha di kawasan transmigrasi ada tiga perusahaan dengan investasi Rp131 miliar.
Untuk investor yang masih melengkapi persyaratan berusaha di kawasan transmigrasi ada sebanyak 25 perusahaan dengan perkiraan investasi Rp239 miliar.
"Selama ini, peran serta investor dalam pembangunan transmigrasi yang paling menonjol adalah melalui kegiatan pengembangan perkebunan dan kegiatan hutan tanaman di kawasan transmigrasi," kata Muhaimin.
Direktur Promosi Investasi dan Kemitraan Kemenakertrans Sugiarto Sumas mengatakan, sebagian besar investor memilih usaha perkebunan dan pabrik kelapa sawit, sementara sisanya untuk komoditas tebu, karet, jagung, ubi jalar dan Hutan Tanaman Rakyat (HTR).
"Tidak hanya investor dalam negeri karena ternyata investor asal Inggris dan Korea Selatan juga sudah melirik potensi lahan transmigrasi," katanya.
Khusus investasi kebun kelapa sawit ia menjelaskan, rata-rata 2.400 dolar per hektare , dan jumlah realisasi areal perkebunan sawit di lokasi transmigrasi yang ada maka investasi yang telah ditanam di kebun kelapa sawit hingga kini mencapai 1,5 M dolar atau setara dengan Rp13,8 triliun.
Ia menjelaskan, sudah teridentifikasi potensi area untuk pembangunan transmigrasi seluas 5.870.642 hektare. Dari total luasan ini yang sudah didukung aspek legal baru seluas 470.642 hektare dengan satuan luas rata-rata dibawah 2.000 hektare.
Menurut dia, peluang investasi di kawasan transmigrasi juga akan memanfaatkan sisa HPL seluas 358.542,53 hektare di 15 provinsi, yang meliputi Nanggroe Aceh Darussalam, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Barat, Maluku, Papua dan Papua Barat.
Kemudian, juga ada peluang investasi di kawasan transmigrasi dalam program Hutan Tanaman Rakyat (HTR) seluas 2.802.832 hektare di delapan provinsi, yang meliputi Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur.
Selain itu, investor juga bisa melakukan kerjasama dengan transmigran pola umum yang sudah menempati lokasi mereka yang saat ini tercatat ada 386 Unit Pemukiman Transmigrasi terletak di 26 provinsi mulai dari Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara dan Papua.
Dengan banyaknya investor yang mulai tertarik menggarap lahan transmigrasi maka target pemerintah untuk mengirim minimal 10.000 transmigran tiap tahun optimistis akan tercapai.
Apalagi pendaftar transmigrasi tercatat ada 14.470 orang yang tercatat di situs bursa transmigrasi daring.
"Dengan bantuan investor sebagai akselerasi percepatan kesejahteraan maka target pemberangkatan minimal 10.000 kepala keluarga transmigran bisa dikejar," kata Muhaimin Iskandar optimistis.(*)
(T.B013/s018/R009)
Oleh Oleh Budhi Santoso
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010
Dari gagasan nakal saya harus ada relawan yang dapat menjadi seperti Anggodo dalam birokrasi antar departemen membuat kasus baru demi perhitungan ekonomis yang berpihak pelaku bisnis.