Cinangka (ANTARA News) - Aktivitas kegempaan Gunung Anak Krakatau (GAK) di Selat Sunda makin meningkat, frekuensinya mendekati angka 1.000 kali per hari, atau lebih tepat lagi mencapai 933 kali dari hasil pantauan yang terekam pada Jum`at (12/11).

"Jumlahnya mendekati 1.000, atau persisnya 933 kali kegempaannya, dan kami masih menetapkan GAK di level II atau `waspada`," kata Kepala Pos Pemantau GAK di Desa Pasauran Kecamatan Cinangka, Kabupaten Serang, Provinsi Banten, Anton S Pambudi, Sabtu.

Secara rinci, dari total kegempaan 933 kali, pos pemantau mencatat, telah terjadi vulkanik dalam (VA) 56 kali, vulkanik dangkal (VB) 276 kali, letusan 35 kali, tremor sebanyak 151 kali, dan hembusan 415 kali.

"Kalau hari sebelumnya, atau Kamis (11/11) jumlah kegempaan hanya 874 kali, dimana VA 35 kali, VB 164, letusan 26, tremor 175, dan hembusannya 474 kali," katanya menambahkan.

Terus meningkatnya jumlah kegempaan yang terjadi pada GAK masih menurut Anton, hal tersebut masih normal. "Kalau gunung yang masih aktif, dengan intensitas aktivitasnya seperti itu, adalah hal yang wajar," katanya.

Untuk ketinggian asapnya sendiri masih menurut dia, berdasarkan hasil pantauan mencapai 200 sampai 550 meter. "Warna asapnya masih sama kelabu kehitam-hitaman dan menggumpal," kata Anton menjelaskan.

Sementara itu salah satu warga Cilegon, Irfan Achmad mengaku sedikit khawatir dengan terus meningkatnya jumlah kegempaan GAK. Menurutnya, pemerintah seharusnya segera melakukan sosialisasi kepada warga kemungkinan terburuk yang terjadi pada gunung tersebut.

"Saya sedikit bingung dan masih bertanya-tanya, seandainya GAK benar-benar meletus dan sampai menimbulkan tsunami yang tingginya 40 meter lebih seperti saat induknya meletus pada tahun 1800-an, apa yang harus dilakukan oleh warga," katanya.

Apakah warga diungsikan ke masjid atau di lokasi yang lebih tinggi. "Sampai saat ini belum pernah ada pengumuman atau pemberitahuan dari pemerintah pusat atau daerah mengenai lokasi aman, jika kemungkinan buruk terjadi di Cilegon," katanya.

(ANT-152/D009/S026)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010