... Apalagi amendemen UUD NRI Tahun 1945 berpotensi melebar pada pembahasan lain yang saat ini belum diperlukan antara lain periodesasi jabatan presiden/ wakil presiden dan sebagainya...
Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua MPR, Syarief Hasan, menegaskan, MPR belum memutuskan apapun tentang amendemen UUD NRI 1945, termasuk rencana amendemen terbatas terkait Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN).
Menurut dia, rencana amandemen konstitusi itu masih dalam tahap pengkajian yang dalam dan belum ada keputusan apapun dari fraksi-fraksi MPR.
"MPR RI pun belum ada keputusan final terkait amendemen terbatas tersebut. Pengkajian tersebut dilakukan untuk mengetahui apakah PPHN yang dibutuhkan tersebut perlu untuk diperkuat melalui amandemen atau tidak perlu melakukan amendemen saat ini," kata dia, dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.
Ia menjelaskan, MPR belum memutuskan apapun karena masih melakukan pengkajian yang lebih komprehensif dari semua aspek ketatanegaraan.
Baca juga: HNW: Manuver Capres tiga periode tindakan Inkonstitusional
Ia menilai pengkajian itu penting dilakukan untuk mengetahui apakah amandemen UUD NRI 1945 perlu dilakukan untuk memasukkan PPHN atau cukup dengan penguatan UU RPJPN dan UU Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional sebagai payung hukum rencana pembangunan nasional.
"Apalagi amendemen UUD NRI Tahun 1945 berpotensi melebar pada pembahasan lain yang saat ini belum diperlukan antara lain periodesasi jabatan presiden/ wakil presiden dan sebagainya, sekalipun tata cara amendemen sudah diatur dalam UUD pasal 37 ayat 1 dan 2," ujarnya.
Ia menjelaskan, kajian bersama dilakukan dengan melibatkan para akademisi, pemangku kepentingan terkait, dan organisasi masyarakat agar MPR mendapatkan masukan maksimal.
Baca juga: Ahli politik UI pertanyakan motif di balik wacana amandemen UUD 1945
Menurut dia, kajian tersebut dilakukan apabila wacana amendemen UUD NRI Tahun 1945 dilakukan, apakah akan meluas dan dapat terkontrol.
Ia mengatakan, para akademisi dan masyarakat melihat ada potensi perubahan yang berlebihan ketika dilakukan amendemen UUD NRI Tahun 1945.
"Masyarakat mengkhawatirkan amendemen UUD NRI 1945 seperti membuka "kotak pandora" sebagaimana yang pernah disampaikan Presiden Jokowi. Tidak ada jaminan bahwa amandemen UUD NRI 1945 tidak akan melebar kemana-mana," katanya.
Baca juga: Pimpinan MPR: amandemen UUD perlu kajian mendalam
Ia menjelaskan, dia juga mendapatkan masukan dari para akademisi di berbagai perguruan tinggi di Indonesia bahwa banyak masukan yang menyatakan PPHN belum perlu dihadirkan saat ini. Hal itu menurut dia karena Indonesia sudah memiliki RPJPN yang memuat rancangan pembangunan yang berkelanjutan.
Ia menilai, RPJPN yang dikukuhkan dalam UU Nomor 17/2007 sudah cukup menjadi landasan untuk pembangunan yang berkelanjutan. "Kita hanya perlu melakukan penguatan sehingga RPJPN tersebut dilaksanakan konsisten dan berkesinambungan pada setiap era kepemimpinan," katanya.
Ia menegaskan bahwa pimpinan MPR akan melibatkan seluruh masyarakat untuk memberikan kritikan, masukan, dan saran dalam pembahasan berbagai isu strategis ketatanegaraan Indonesia.
Baca juga: Tolak amendemen UUD, GIAD khawatir ada "bola liar"
Menurut dia, pemerintah saat ini sedang fokus pada penanganan pandemi Covid-19 yang menjadi masalah utama di berbagai lini kehidupan rakyat sehingga tidak boleh terbagi fokusnya.
Karena itu dia menilai pemerintah lebih baik fokus melakukan pemulihan ekonomi nasional, dan keselamatan serta kesehatan rakyat harus menjadi prioritas utama.
Pada masa pemerintahan Orde Baru, presiden merupakan mandataris MPR (lembaga tertinggi negara), yang menjalankan Garis-garis Besar Haluan Negara yang ditetapkan MPR. Sesudah pemerintahan Orde Baru selesai seiring reformasi pada 1998, maka GBHN itu berubah dan MPR di kemudian hari bukanlah lembaga tertinggi negara yang menetapkan GBHN, dan tidak memiliki kewenangan mengangkat dan memberhentikan mandataris MPR
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2021