Mahasiswa boleh mengambil ataupun tidak SKS di luar kampusnya

Jakarta (ANTARA) - Sejak diluncurkan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim pada awal 2020, Kampus Merdeka telah menjadi bagian dari solusi permasalahan bangsa.

Kampus Merdeka merupakan bagian dari kebijakan Merdeka Belajar, yang merupakan langkah awal untuk melepaskan belenggu pendidikan. Kebijakan tersebut telah mendorong kolaborasi para pemangku kepentingan dalam mencari solusi persoalan yang ada.

Kampus Merdeka terdiri dari empat kebijakan yakni otonomi bagi perguruan tinggi negeri (PTN) dan perguruan tinggi swasta (PTS) untuk melakukan pembukaan atau pendirian program studi (prodi) baru. Selanjutnya, program reakreditasi yang bersifat otomatis untuk seluruh peringkat dan bersifat sukarela bagi perguruan tinggi dan prodi yang sudah siap naik peringkat.

Berikutnya, kebebasan bagi PTN Badan Layanan Umum (BLU) dan Satuan Kerja (Satker) untuk menjadi PTN Badan Hukum (PTN BH). Terakhir, adalah memberikan hak kepada mahasiswa untuk mengambil mata kuliah di luar prodi dan melakukan perubahan definisi Satuan Kredit Semester (SKS).

“Perguruan tinggi wajib memberikan hak bagi mahasiswa untuk secara sukarela. Mahasiswa boleh mengambil ataupun tidak SKS di luar kampusnya sebanyak dua semester atau setara dengan 40 SKS,” kata Nadiem. Mahasiswa juga dapat mengambil SKS pada prodi lain di dalam kampusnya sebanyak satu semester dari total semester yang harus ditempuh.

Sejak awal pandemi COVID-19, kebijakan Kampus Merdeka tersebut telah diterapkan, dengan melibatkan mahasiswa dalam penanganan pandemi. Kemendikbudristek menurunkan sebanyak 15.000 mahasiswa untuk menjadi relawan dalam membantu memberikan edukasi terkait COVID-19. Selain itu, lebih dari 1.000 inovasi diciptakan oleh perguruan tinggi untuk membantu menangani pandemi.

Selain itu, mahasiswa juga turut membantu pembelajaran siswa melalui program Kampus Mengajar. Kampus Mengajar merupakan kerja sama Kemendikbudristek dengan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP).

Melalui program Kampus Mengajar, mahasiswa dilibatkan dalam penguatan pembelajaran literasi dan numerasi serta membantu pembelajaran di masa pandemi terutama untuk SD di daerah 3T.

Kampus Mengajar telah diselenggarakan selama dua angkatan. Angkatan pertama pada Maret hingga Juni diikuti 14.621 mahasiswa dan 2.080 dosen pendamping lapangan yang berasal dari 360 perguruan tinggi dengan menyasar kurang lebih 4.010 Sekolah Dasar (SD) di 458 kabupaten dan kota yang ada di 34 provinsi di Indonesia. Sementara, Kampus Mengajar angkatan kedua diikuti sebanyak 17.000 mahasiswa.

“Program ini merupakan solusi bagi sekolah dasar yang terdampak pandemi dengan memberdayakan mahasiswa yang berdomisili di sekitar wilayah sekolah untuk membantu guru dan kepala sekolah dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran, adaptasi teknologi, dan administrasi manajerial di tengah masa pandemi COVID-19,” ujar Plt irjen Diktiristek Kemendikbudristek, Prof Nizam.

Nizam menambahkan dalam program Kampus Mengajar ini mahasiswa akan mendapatkan bantuan potongan UKT, bantuan biaya hidup, dan konversi SKS sampai dengan 12 SKS.

Sementara, perguruan tinggi diuntungkan karena mendukung perguruan tinggi untuk mencapai indikator kinerja utama (IKU) nomor dua yaitu banyaknya jumlah mahasiswa yang mendapatkan pengalaman di luar kampus.

Kampus swasta, juga tidak perlu khawatir akan kehilangan pemasukan, karena PTS akan tetap dapat memberlakukan uang kuliah semesternya. Untuk para dosen yang mendaftar dan terpilih sebagai dosen pembimbing, akan mendapat insentif dan sertifikat pembimbing kegiatan.

Melalui Kampus Merdeka, mahasiswa dapat mengembangkan keterampilan yang relevan dengan dunia kerja dimana mereka dapat belajar dari praktik terbaik di industri, organisasi kemanusiaan, dan institusi penelitian kelas dunia.

Baca juga: Program Kampus Merdeka ajak mahasiswa jadi SDM kreatif

Baca juga: Kampus Merdeka hasilkan mahasiswa yang kaya dengan pengalaman

Pertukaran mahasiswa dan Gerilya

Kemendikbudristek juga meluncurkan beasiswa Indonesian International Students Mobility Awards (IISMA). Program IISMA merupakan program yang bertujuan untuk memberikan hak dan kesempatan bagi mahasiswa untuk melakukan kegiatan pengembangan diri di luar kampusnya pada perguruan tinggi terbaik luar negeri.

Mendikbudristek, Nadiem Anwar Makarim, mengatakan program IISMA membuka kesempatan bagi mahasiswa untuk dapat mengambil mata kuliah atau kegiatan di luar prodi yang dapat disetarakan hingga 20 SKS dengan kompetensi prodinya, melalui mata kuliah dan aktivitas pengembangan diri yang diminati dan sesuai dengan persyaratan yang berlaku di perguruan tinggi mitra di luar negeri.

Nadiem menambahkan dengan IISMA, mahasiswa yang memenuhi syarat, terlepas dari latar belakang dan asal perguruan tinggi, akan mendapatkan kredit dari perguruan tinggi luar negeri yang menjadi mitra. Mahasiswa difasilitasi untuk meraih capaian pembelajaran sesuai minat dan bakatnya, sehingga setelah lulus program sarjana dapat bersaing dalam lapangan perkerjaan hingga ke tingkat global. Untuk tahap awal, Nadiem melepas sebanyak 970 mahasiswa penerima beasiswa untuk belajar satu semester di 28 negara.

Terbaru, Kemendikbudristek berkolaborasi dengan Kementerian ESDM dengan meluncurkan Gerakan Inisiatif Listrik Tenaga Surya (Gerilya). Program itu ditujukan khusus kepada mahasiswa aktif jenjang sarjana (S-1) dan vokasi eksakta untuk membantu mengoptimalkan penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atap di masyarakat dan mencapai target bauran Energi Baru Terbarukan (EBT) 23 persen pada 2025.

Gerilya adalah salah satu kegiatan studi independen Kampus Merdeka yang melahirkan aktivis energi bersih dengan kecerdasan berinovasi, jelas dia. Nadiem optimistis mahasiswa peserta Program Gerilya akan berperan besar dalam melanjutkan misi pembangunan berkelanjutan. Untuk Indonesia maju dan bumi yang terlindungi, ujarnya.

Selama proses pembelajaran program Gerilya diselenggarakan pada platform SPADA Indonesia sebagai platform pembelajaran nasional yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi.

Menteri ESDM, Arifin Tasrif, mengatakan program Gerilya akan melahirkan aktivis energi bersih dari generasi muda. Melalui program itu mempercepat pemanfaatan PLTS atap dan mendukung pencapaian target bauran energi baru dan terbarukan (EBT) sebesar 23 persen pada 2025.

Arifin menambahkan pelaksanaan program Gerilya merupakan salah satu bagian dari proses menuju transisi energi bersih yang mana potensi PLTS punya peluang besar untuk diterapkan.

Dari sisi biaya investasi, pemerintah menilai PLTS mengalami penurunan biaya cukup signifikan dan memiliki daya saing investasi yang cukup kompetitif. Di Indonesia, terdapat PLTS terapung Cirata 145 Mega Watt (MW) yang merupakan PLTS terapung terbesar di Asia Tenggara, dengan harga jual listrik sekitar 5,8 sen dolar AS per kWh.

Saat ini kapasitas terpasang PLTS atap, sambung Arifin, tercatat hanya 31 MW dari total potensi sekitar 32 Giga Watt (GW) baik di rumah tangga, bisnis, industri, sosial maupun di gedung pemerintah dan BUMN.

Program Kampus Merdeka merupakan langkah awal untuk melepaskan belenggu pendidikan. Kampus Merdeka memerdekakan mahasiswa dan dosen dalam mencari ilmu di berbagai tempat sekaligus solusi untuk memecahkan persoalan bangsa.

Baca juga: Kemendikbudristek dorong PTN gunakan energi baru dan terbarukan

Baca juga: 22.000 mahasiswa disebar ke 491 daerah dalam Program Kampus Mengajar

Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2021