Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemilihan Umum (KPU) disarankan meningkatkan sosialisasi Pemilu 2009, karena banyak hal baru yang sama sekali berbeda dengan Pemilu sebelumnya dan belum dipahami masyarakat.
Mantan anggota KPU Chusnul Mar'iyah dalam diskusi bertema "Potensi Gugatan Pemilu 2009" di Jakarta Jumat mengatakan, tidak mudah memberlakukan memilih dengan cara mencontreng karena masyarakat sudah terbiasa dengan cara menyoblos.
Dalam diskusi yang juga menghadirkan Ketua Bawaslu Nur Hidayat Sardini dan Anggota DPD dari Kalimantan Selatan Sofwat Hadi itu, Chusnul menyatakan, toleransi yang diberikan KPU kepada pemilih yang tetap menggunakan cara menyoblos, justru berpotensi menimbulkan konflik dan gugatan.
Konflik memungkinkan muncul saat penghitungan suara karena ketidakpahaman terhadap ketentuan mengenai katagori suara sah, apakah menyontreng tanda gambar partai atau nama dan nomor urut Caleg atau keduanya.
"Bagaimana apabila hanya memilih nama dan nomor urut Caleg dan bagaimana apabila hanya memilih gambar Parpol. Kemungkinan hal itu akan menimbulkan perdebatan saat penghitungan suara di TPS karena ketidakpakaman terhadap ketentuan," katanya.
Karena itu, KPU perlu lebih meningkatkan sosialisasi ketentuan Pemilu 2009, baik kepada masyarakat maupun kepada petugas pemunguta suara.
Kata Chusnul yang juga pengajar di Fisip Universitas Indonesia (UI), beberapa hal yang rawan memunculkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) di antaranya menyangkut ketentuan keterwakilan perempuan dan aturan zipper system.
Potensi gugatan bukan hanya berasal dari persoalan antarparpol, tetapi juga diajukan antar Caleg satu partai. Kerawanan gugatan lain kemungkinan dari masalah keabsahan keanggotaan KPU, mengingat pada saat pemungutan suara, ada anggota KPU yang masa kerjanya sebenarnya sudah habis.
"Ada juga anggota KPU yang ternyata menajdi anggota Parpol, padahal seharus independen. Beberapa KPU di daerah ternyata kader-kader Parpol," katanya dalam diskusi yang dipandu Chandra Sugarda.
Sementara Nur Hidayat Sardini mengemukakan, untuk meminimalkan gugatan sosialisasi memang perlu terus ditingkatkan. Bawaslu sedang melakukan Rakernas untuk meningkatkan pemahaman seluruh jajarannya terhadap berbagai ketentuan Pemilu.
Bawaslu juga menyoroti persoalan teknis terkait penyontrengan, termasuk mengenai tinta yang digunakan. Semua warna tinta sudah diklaim sebagai warnai partai politik .
"Satu-satunya warna yang belum diklaim partai politik adalah warna mencolok yang biasa digunakan untuk rompi polisi. Tetapi tinta dengan warna itu harganya lebih mahal," katanya.
(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009