Yogyakarta (ANTARA News) - Sebanyak tiga mikrofon infrasonik akan dipasang untuk mempertajam pantauan terhadap aktivitas Gunung Merapi agar Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi dapat memperoleh gambaran aktivitas gunung tersebut dengan lebih baik.

"Selama ini, pengamat sering tidak mendengar adanya letusan Gunung Merapi, walaupun sebenarnya gunung tersebut meletus sehingga dengan adanya mikrofon infrasonik tersebut, akan diperoleh data yang lebih baik tentang letusan Merapi," kata Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Surono di Yogyakarta, Jumat.

Menurut dia, mikrofon infrasonik tersebut akan mampu menangkap gelombang tekan udara yang diakibatkan oleh letusan Gunung Merapi dan pengamat tidak hanya mendasarkan pengamatan pada seismograf atau pengamatan visual saja.

"Kami kemudian akan menganalisis data yang masuk sehingga memperoleh statistik yang baik tentang jumlah letusan Merapi," katanya.

Ia mengatakan, alat serupa telah dipasang di sejumlah gunung api lain di Indonesia seperti Gunung Krakatau dan Gunung Semeru.

Pemasangan mikrofon infrasonik tersebut merupakan hasil kerja sama dengan Jepang yang juga mengirimkan tiga ahli gunung api ke Indonesia untuk melakukan pemantauan terhadap Merapi.

"Meskipun ada bantuan dari Jepang, bukan berarti tenaga dari Indonesia masih kurang. Segala pertimbangan dan keputusan juga masih berada di tangan saya," katanya.

Ketiga ahli tersebut adalah Kenji Nogami yang memiliki keahlian di bidang "volcanic chemistry", Masato Iguchi di bidang "physical vulcanology" dan Takayuki Kaneko di bidang "volcanic geology" serta satu ahli di bidang penyakit saluran pernafasan yaitu Satoru Ishii.

"Pantauan akan dilakukan dari tiga sisi yang saling berkaitan yaitu geofisik, geokimia dan geologi," katanya.

Mengenai pemasangan mikrofon infrasonik tersebut, Iguchi mengatakan bahwa alat tersebut akan sangat efektif karena terkadang puncak Gunung Merapi diselimuti kabut sehingga tidak terlihat adanya letusan, padahal kenyataannya gunung tersebut meletus.

Alat tersebut, lanjut dia, akan dipasang di luar radius 20 kilometer (km) dari puncak Gunung Merapi sesuai radius aman yang telah ditetapkan oleh PVMBG, salah satunya di dekat Prambanan.

"Kami akan terus memberikan pendampingan dari sisi keilmuan kepada PVMBG," katanya.

Iguchi mengatakan, Gunung Merapi telah mengalami perubahan tipe letusan apabila dibandingkan dengan letusan sebelum 2006, yang ditandai dengan pembentukan kubah lava.

"Saya belum tahu mengapa tipe letusan Gunung Merapi berubah. Tetapi perubahan tipe letusan ini kerap terjadi di gunung-gunung api lain, salah satunya seperti di Jepang yaitu Gunung Miyake Jima," katanya.

Miyake Jima, lanjut dia, memiliki tipe erupsi yang sama yaitu meletus setiap 20 tahun sekali ditandai dengan keluarnya aliran lava, tetapi pada 2000 gunung tersebut meletus dengan membuat kaldera berdiameter satu kilometer serta letusan besar dengan kolom asap setinggi 10km.

"Perubahan itu disebabkan adanya pergerakan magma dalam volume yang cukup besar," katanya, namun belum bisa memastikan apakah hal tersebut juga terjadi di Gunung Merapi.
(ANT/A024)

Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2010