Makassar (ANTARA News) - Komisi Pengawasan dan Persaingan Usaha (KPPU) menilai penyelidiki kasus dugaan pelanggaran usaha dengan melakukan jual rugi atau dikenal dengan "predatory pricing" membutuhkan waktu lama.
Kepala Kuasa Komisi Pengawasan dan Persaingan Usaha (KPPU) di Makassar, Abdul Hakim Pasaribu, saat di temui di Makassar, Kamis, mengaku kasus "predatory pricing" memang tidak secara tegas diatur dalam aturan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Namun, lanjut dia, ada beberapa pasal dalam aturan hukum persaingan usaha yang mengatur adanya dugaan pelaku usaha melakukan praktek jual rugi untuk mematikan usaha pesaingnya di pasar yang bersangkutan.
Aturan ini cukup jelas diatur dalam UU No.5/1999 Pasal 20 yang melarang pelaku usaha melakukan pemasokan barang atau jasa dengan cara menjual dengan menetapkan harga yang sangat rendah dengan maksud menyingkirkan ataumematikan usaha pesaingnya di pasar bersangkutan.
"Hal ini jelas tindakan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat," ungkap dia
Hanya saja, kata dia, tidak gampang untuk melakukan penyelidikan adanya kegiatan usaha yang terindikasi terjadi "predatory pricing", sebab penyelidikan harus dilakukan dalam jangka waktu yang lama.
"Penyelidikan kasus itu membutuhkan waktu yang panjang karena kita harus melihat dulu `average cost` (biaya produksi rata-rata) yang datanya biasa sulit diperoleh," ungkap dia.
Adanya kemungkinan pelaku usaha bersaing dari segi harga, katanya, harus bisa dipastikan, apakah praktek yang mereka lakukan itu telah mematikan atau merugikan pelaku usaha lainnya.
"Ini yang harus diteliti lagi, jangan sampai usaha mereka merugi akibat "in-efisiensi" atau faktor praktek jual/rugi," kata dia.
Dia mengaku, kemungkinan pelaku usaha berskala besar dan memiliki modal banyak memiliki peluang untuk melakukan praktek persaingan usaha tidak sehat tersebut.
Dalam aturan hukum persaingan usaha Pasal 25 ayat 1c juga mengatur cukup jelas adanya kemungkinan posisi dominan yang dilakukan pelaku usaha besar untuk menghambat pelaku usaha lainnya untuk masuk ke pasar yang bersangkutan.
"Hanya saja bedanya mereka menghalang-halangi pemain baru masuk di pasar mereka, berbeda dengan aturan sebelumnya yang telah mempermainkan harga di saat pesaing tengah melakukan penetrasi pasar," kata dia. (HK/BK004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010