Jakarta (ANTARA) - Koordinator Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim mengapresiasi komitmen Presiden Joko Widodo untuk tetap fokus pada pembangunan sumber daya manusia (SDM) unggul dan berkualitas.
“Berbicara SDM unggul dan berkualitas kuncinya adalah pendidikan. Namun kita harus akui pandemi COVID-19 mendisrupsi proses pendidikan nasional kita, sehingga peserta didik dan pendidik 'dipaksa' oleh kondisi untuk cepat beradaptasi dengan perubahan sosial khususnya dalam proses pendidikan (pembelajaran) yang bergantung pada teknologi digital, yang dalam perkembangan teknologi pendidikan kita sebut pedagogi digital,” ujar Satriwan di Jakarta, Senin.
Dia menambahkan keterampilan guru dalam mengajar melalui platform digital menjadi sebuah keniscayaan. Tugas besar pemerintah adalah memperluas dan meningkatkan kualitas jaringan infrastruktur digital pendukung pembelajaran jarak jauh dan pembelajaran normal baru ke depan.
Baca juga: Presiden: Pemerintah siapkan anggaran pendidikan 2022 Rp541,7 triliun
“Selain itu, tugas besar lainnya yakni terkait kompetensi guru dalam menguasai pedagogi digital. Dalam pidato Presiden tadi, kami membaca bahwa Presiden berkomitmen memperluas infrastruktur digital ke pelosok-pelosok daerah. Kami meminta komitmen ini harus ditindaklanjuti segera dengan sinergi lintas kementerian dan Pemda. Harus cepat, tepat, dan bermanfaat,” terang dia.
Hal itu dilakukan agar PJJ dan pendidikan ke depan betul-betul inklusif secara digital. Faktanya saat ini kan kesenjangan digital masih menganga lebar antardaerah dan sekolah, sehingga PJJ selama 1,5 tahun ini berjalan tidak efektif. Alhasil learning loss sudah di depan mata.
Selanjutnya, pernyataan Presiden harus adanya sinergi antara industri dengan pendidikan, lanjut dia, agaknya itu simplifikasi terhadap entitas pendidikan itu sendiri.
“Jika kita rujuk kepada konsepsi pendidikan Ki Hajar Dewantara, bahwa: pendidikan dan pengajaran merupakan usaha persiapan dan persediaan untuk segala kepentingan hidup manusia, baik dalam hidup bermasyarakat maupun hidup berbudaya dalam arti yang seluas-luasnya,” terang dia.
Ki Hadjar menjelaskan tujuan pendidikan yaitu untuk menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat.
Baca juga: Pengamat: Potensi SDM otomotif Indonesia sangat besar
Oleh sebab itu, pendidik hanya dapat menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar dapat memperbaiki lakunya dalam hidup dan tumbuhnya kekuatan kodrat anak dalam mengarungi kehidupan.
“Artinya inilah konsep filosofis "Merdeka Belajar" yang sesungguhnya menurut Ki Hajar Dewantara yaitu lebih kepada pembangunan karakter menjadi manusia yang merdeka, manusia seutuhnya. Jelas sekali pendidikan dan pengajaran bagi Ki Hajar bukan untuk memenuhi kebutuhan industri semata,” terang dia.
Konsep link and match sebenarnya berorientasi bagi lulusan SMK maupun pendidikan vokasi saja, bukan pendidikan secara umum atau pendidikan dalam arti luas dan filosofis. Kalau pendidikan didistorsi tujuannya hanya bagi pemenuhan kebutuhan dunia industri, tentu itu namanya bukan pendidikan, melainkan sekedar pelatihan (training) siap kerja.
“Kalau begini, pendidikan rasanya makin diindustrialisasikan, bersifat komersial, dan khawatirnya malah mengarah kepada kapitalisasi pendidikan, ini yang kami khawatirkan terjadi. Singkatnya, kami khawatir pendidikan justru akan menghamba kepada dunia industri. Merancang pendidikan hanya bagi dunia industri ini jelas bertolak-belakang dengan filosofi Merdeka Belajar,” imbuh dia.***3***
Baca juga: Presiden tekankan pentingnya Transformasi EBT dan ekonomi hijau
Baca juga: BRIN fokus riset ekonomi digital-ekonomi biru berbasis sumber daya
Baca juga: Sosiolog: Pesan Presiden untuk saling peduli harus jadi perhatian
Pewarta: Indriani
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2021