Terbukti di luar masih banyak pendukungnya yang masih beranggapan bahwa Pak AY sudah di luar, lagi 'ngopi' di rumah.
Jakarta (ANTARA) - Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri mengungkapkan tersangka utama kasus investasi ilegal aplikasi kripto EDCCash tidak kooperatif dalam memberikan keterangan selama penyidikan berlangsung hingga penyelesaian perkara pencucian uang belum tuntas.
Wakil Direktur Tipideksus Bareskrim Polri Kombes Pol. Whisnu Hermawan dalam konferensi pers di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Senin, mengatakan bahwa pihaknya telah melimpahkan enam tersangka dan barang bukti kasus EDCCash kepada jaksa penuntut umum untuk perkara asal. Namun, masih mendalami perkara terkait dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang disusulkan setelah pelacakan aset selesai.
"Terkait dengan masalah TPPU, bisa digabungkan dan dipisahkan. Mengapa perkara dipisahkan? Karena terkait dengan aset yang cukup banyak. Kami menyita lebih dari 25 mobil, kemudian sertifikat hak milik (SHM) tanah ada di mana-mana," kata Whisnu.
Pelimpahan tahap dua ini, kata Whisnu, juga terkait dengan masa penahanan para tersangka. Untuk itu, pelimpahan berkas dilakukan untuk tindak pidana asalnya.
"Setelah itu, kami lakukan tindak pidana pencucian uang, menyusul, nanti mereka semua diperiksa lagi," ujar Whisnu.
Kasubdit V Dittipideksus Bareskrim Polri Kombes Pol. Makmun menjelaskan bahwa tersangka tidak mau bekerja sama dengan kepolisian dalam memberikan keterangan.
"Yang namanya Pak AY (tersangka utama, red.) itu tidak pernah mau ngomong di mana aset-asetnya, semua kami telusuri melalui informasi para korban dan masyarakat yang memberikan informasi," ungkap Makmun.
Baca juga: Dirtipideksus menepis isu penangguhan penahanan tersangka EDCCash
Menurut Makmun, selama pemeriksaan berlangsung, tersangka utama dan tersangka lainnya tidak pernah mau bekerja sama lantaran tersangka utama hingga kini tidak pernah mengaku salah dan tidak pernah merasa bersalah.
"Terbukti di luar masih banyak pendukungnya yang masih beranggapan bahwa Pak AY sudah di luar, lagi ngopi di rumah," kata Makmun.
Ia melanjutkan, "Hoaks banyak sekali. Makanya, kami rilis ini supaya masyarakat tahu bahwa AY dan teman-temannya sampai detik ini masih kami lakukan penahanan supaya tidak ada lagi hoaks di lapangan."
Sesuai dengan petunjuk pimpinan, lanjut Makmun, Dittipideksus terbuka kepada masyarakat, membuka ruang informasi bagi masyarakat bisa membantu mencari dan melacak aset-aset tersangka.
Dalam perkara ini, total enam tersangka, yakni AY selaku pimpinan utama EDCCash, S adalah istri dari AY berperan sebagai exchanger (pertukaran) EDCCash mulai Agustus 2020.
Berikutnya, JBA berperan sebagai pembuat aplikasi EDCCash dan sebagai exchanger EDCCash mulai Agustus 2018 sampai dengan Agustus 2020.
Tersangka keempat, ED berperanan sebagai admin EDCCash dan tenaga pendukung teknologi informasi yang mengenalkan AY. Selanjutnya, AWH berperanan sebagai pembuat acara peluncuran Basecamp EDCCash Nanjung Sauyunan di Bogor, Minggu (19/1/2020), lalu MRS berperanan sebagai upline dengan member sebanyak 78 member, termasuk korban.
Baca juga: Polri limpahkan 6 tersangka investasi ilegal EDCCash ke jaksa
Keenamnya disangkakan dengan Pasal 105 dan/atau Pasal 106 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, Pasal 28 Ayat (1) juncto Pasal 45A Ayat (1) dan Pasal 36 jo. Pasal 50 Ayat (2) UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik.
Selain itu, tindak pidana penipuan/perbuatan curang Pasal 378 KUHP jo. penggelapan Pasal 372 KUHP, tindak pidana pencucian uang (TPPU/money laundering) Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara.
Kasus aplikasi kripto EDCCash atau investasi ilegal ini menyebabkan kerugian korban ditaksir sebesar Rp2,2 triliun. Nilai aset yang telah disita diperkirakan antara Rp200 miliar dan Rp600 miliar, terdiri atas tanah, bangunan, kendaraan mewah, barang-barang bermerek, dan rekening berisi uang.
Hingga kini penyidik masih memburu aset-aset para tersangka yang tersebar di Bali, Jawa Tengah, dan Jawa Barat.
Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2021