Pekanbaru (ANTARA News) - Manajemen PSPS Pekanbaru terpecah menyikapi keinginan klub itu berpartisipasi dalam Liga Primer Indonesia (LPI) yang bakal digulirkan Januari 2011.
Informasi berbagai sumber yang dihimpun dari markas PSPS, di Pekanbaru, Rabu, menyebutkan, perpecahan telah berujung pada konflik di tubuh manajemen klub sepak bola kesayangan warga Riau itu.
Konflik itu disebut-sebut berawal dari keinginan Direktur Utama PSPS, Dityo Pramono, agar klub berjuluk Asykar Bertuah itu juga tampil di LPI, saingan kompetisi Liga Super Indonesia (LSI) 2010-2011.
Menurut Dityo, kehadiran PSPS di LPI merupakan salah satu yang diharapkan masyarakat Riau dan merupakan salah satu solusi untuk segera ke luar dari krisis keuangan yang membelit klub itu hingga kini.
Selama ini, untuk tampil di LSI ataupun Piala Indonesia selalu mengandalkan dana APBD Kota Pekanbaru menyusul minimnya perhatian dan kontribusi perusahaan yang berkedudukan di Riau.
Kehadiran LPI dinilai merupakan salah satu solusi masalah klasik klub-klub sepak bola di Tanah Air karena selalu "menyusu" dari APBD yang diperkirakan menghabiskan puluhan miliar setiap tahun.
LPI menjanjikan bantuan dana sampai Rp30 miliar, belum termasuk hak siar dan sebagainya kepada klub-klub yang ambil bagian di liga sepak bola yang disebut-sebut menjadi tandingan LSI itu.
Pernyataan direktur utama itu telah memicu kemarahan unsur pimpinan manajemen yang lain menyusul ancaman PSSI bagi klub-klub yang tampil di LPI, sebab PSPS merupakan salah satu di antara belasan tim yang akan tampil pada liga yang digagas Arifin Panigoro tersebut.
Setelah Manajer PSPS Dastrayani Bibra, kemudian Ketua Umum PSPS Herman Abdullah, kini Ketua Harian PSPS Jefri Nazir yang meyakinkan PSSI bahwa "Asykar Bertuah" tidak akan tampil di LPI.
"Kami lebih baik konsisten di LSI, meski PSPS telah terdaftar di LPI karena kami selalu ikut aturan PSSI. Jadi bukan kami gagal, tapi karena memang PSPS tidak menginginkan LPI," ujar Jefri Nazir, yang juga Ketua PSSI Pekanbaru. (M046/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010