Jambi (ANTARA News) - Dinas Pertambangan provinsi Jambi berharap Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat dapat menjembatani pengurusan izin pinjam pakai kawasan hutan ke Menteri Kehutanan.

Langkah ini perlu guna menjamin kepastian hukum bagi investor akibat tumpang tindihnya lahan pertambangan batu bara dengan kawasan hutan, kata Kepala Dinas Pertambangan Provinsi Jambi, Irmansysah Rachman, Rabu.

"Kita harus menjaga citra iklim investasi positif di Jambi. Harus ada kepastian hukum soal lahan pertambangan yang tumpang tindih dengan kawasan hutan."

Hal ini dinilainya banyak terjadi karena tidak adanya kordinasi Kementrian Kehutanan dengan ESDM dalam pengeluaran izin kawasan hutan. "Lewat komisi VII kita mendesak agar ini dijembatani."

Pernyataan itu terkait dengan adanya keluhan pengusaha batu bara yang kesulitan untuk melakukan kegiatan ekspolirasi tambang "mutiara hitam" di Jambi lantaran di dalam lahan garapan mereka juga terdapat kawasan hutan, baik hutan produksi, hutan tanaman industri hingga kawasan restorasi.

Akibatnya, kegiatan pertambangan terganggu karena aturan terkait pemanfaatan kawasan hutan ada pada Kementrian Kehutanan. Mereka wajib mengurus izin pinjam pakai kawasan.

Sementara proses pengajuan perizinan memakan waktu cukup lama dan berbelit - belit. Kebanyakan dari mereka hingga kini belum dapat izin tersebut, sedang izin pertambangan dari Kementrian ESDM yang diberikan limit waktunya terbatas.

"Terutama dengan pihak kehutanan. PKP2B lama menunggu izin pinjam pakai kawasan hutan. Hingga kini belum kelar. Ini akan menganggu kegiatan investasi mereka di jambi. Ini yang tidak kita inginkan," tegasnya.

Dia memastikan penundaan tersebut akan berdampak negatif terhadap kepentingan daerah, terutama terkait dana bagi hasil, ketanagakerjaan, menghambat pertumbuhan ekonomi dan efek negatif lainnnya.

"Apabila kegiatan ini lancar, tentunya mendorong pertumbuhan ekonomi, mengurangi pengangguran dan terbukanya peluang kerja. Pemerintah pun mendapatkan untung dari dana bagi hasil," tandas pria itu.

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Achmad Farial, mengakui saat ini banyak ditemukan tumpang tindih lahan tambang dengan hutan.

Hal itu disebabkan tidak ada kejelasan soal batas wilayah dan peruntukannya. Persoalan yang sama juga dialami daerah lainnya di Indonesia.

Menyikapi itu, Panitia Kerja (Panja) Komisi VII saat ini tengah membuat rancangan Undang-undang Geospasial yang secara eksplisit akan mengatur tentang lembaga yang berwenang melakukan survey dan pemetaan rupa bumi. Harapannya, persoalan tumpang tindih lahan tidak akan terjadi lagi dimasa mendatang.

"Banyak laporan soal tumpang tindih lahan dan alih fungsi lahan. Baik di Jambi, Kalimantan dan sebagainya. Ini yang sedang kita bahas di Panja. Dengan adanya RUU ini diharapkan nenjadi solusi terkait hal tersebut," ujar pria itu.

Untuk diketahui, sebelumnya sejumlah pengusaha batubara sempat mengeluhkan hal itu secara langsung kepada anggta Komisi VII DPR RI saat berkunjung ke Jambi belum lama ini. Mereka menyampaikan persoalan tersebut di ruang pertemuan Dinas Pertambangan Provinsi Jambi. (ANT-263/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010