Jakarta (ANTARA) - Selasa Berkebaya di Berlin, Jerman, membuktikan kekuatan busana tradisional Indonesia di tempat yang jauh dari kampung halaman.

Ketua Dharma Wanita Persatuan KBRI Berlin Sartika Oegroseno mengemukakan, komunitas Selasa Berkebaya di Berlin turut memperkenalkan budaya Indonesia di Jerman lewat busana yang telah ada sejak beberapa abad silam.

Baca juga: Kebaya encim karya Megi Efriater meriahkan "fashion show" HUT Jakarta

"Di Berlin ada komunitas Selasa Berkebaya, beberapa ibu-ibu pakai kebaya hari Selasa, lalu foto bersama di tempat bersejarah atau tempat wisata di Berlin," kata Sartika dalam webinar bedah buku "Kebaya Melintasi Masa", Minggu.

Buku "Kebaya Melintasi Masa" ditulis dan dikurasi oleh Soesi Sastro selama masa pandemi COVID-19 dengan melibatkan 27 perempuan lainnya. Buku budaya ini diterbitkan oleh Pustaka Obor Indonesia pada April 2021.

"Ini memberikan kesan bahwa kebaya sampai detik ini tetap eksis dan diminati di dalam dan luar negeri," lanjutnya.

Sartika mengatakan, kebaya masih bertahan dan terus berkembang hingga saat ini karena faktor-faktor eksternal, termasuk keberanian para perancang yang menggabungkan ide modern dengan nilai klasik kebaya.

Busana ini juga dikembangkan sesuai aktivitas masyarakat masa kini yang lebih cocok dengan busana praktis, di mana ada orang-orang yang memadukan kebaya dengan bawahan modern seperti rok atau celana panjang agar lebih nyaman.

"Perkembangan bentuk itu menjadi titik eksistensi kebaya yang terhindar dari kepunahan selera zaman," ujar dia.

Ketua Umum Asosiasi Tradisi Lisan dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia Dr. Pudentia mengatakan kebiasaan suatu kelompok mengenakan kebaya pada hari-hari yang disepakati bisa membantu menyebarkan "virus" cinta busana tradisional Nusantara bisa dilakukan lewat kebiasaan suatu kelompok mengenakan kebaya pada hari-hari yang disepakati.

"Berkebaya adalah salah satu cara membangun identitas diri. Tanpa identitas, kita nyaris tidak bermakna dan tidak berdaya. Kita selalu berusaha menunjukkan identitas dan keberpihakan identitas tertentu. Penulis-penulis dalam buku ini menunjukkan upaya membangun identitas bangsa dengan cara menarik," tutur Pudentia.

Kebaya sudah ada sejak abad ke-19 dan tidak hanya milik perempuan Jawa. Berdasarkan foto-foto arsip dari masa lampau, ada bukti bahwa kebaya juga dikenakan di Sumbawa hingga Pontianak.

Dr. Pudentia menjelaskan, kebaya digunakan untuk berbagai keperluan, mulai dari acara ritual yang formal, sebagai busana resmi untuk menerima tamu hingga busana informal sehari-hari untuk rekreasi.

Buku "Kebaya Melintasi Masa" ditulis dan dikurasi oleh Soesi Sastro selama masa pandemi COVID-19 dan diterbitkan oleh Pustaka Obor Indonesia pada April 2021. (ANTARA/HO/Soesi Sastro)

Baca juga: PBI Bali sosialisasikan penggunaan kebaya untuk aktivitas sehari-hari

Baca juga: Teten: Kecintaan pada kebaya tak hanya untuk gerakkan UMKM

Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2021