Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komnas HAM bidang eksternal, Nur Kholis, mengatakan, sekitar 30 persen dari kasus dugaan pelanggaran HAM di Indonesia terkait dengan konflik antara perusahaan dan masyarakat.
"30 persen kasus yang dilaporkan ke Komnas HAM terkait perusahaan yang beroperasi di Indonesia dengan masyarakat yang tinggal di sekitar perusahaan itu," kata Nur Kholis dalam diskusi Tantangan Penerapan "Roundtable on Sustainable Palm Oil" (RSPO), di Jakarta, Rabu.
Nur Kholis memaparkan, setiap tahunnya Komnas HAM menerima sekitar 5.000 laporan tentang dugaan pelanggaran HAM dan lebih dari 1.000 terkait dengan konflik perusahaan-masyarakat.
Ia menyadari bahwa investasi yang masuk dari berbagai perusahaan tersebut juga memiliki nilai penting bagi Indonesia.
Untuk itu, pihak Komnas HAM juga kerap mengundang sejumlah perusahaan yang dilaporkan kelompok masyarakat.
Menurut dia, kasus konflik perusahaan-masyarakat seringkali didominasi oleh adanya perbedaan dalam penerapan perangkat hukum formal dengan perangkat hukum lokal/adat, terutama yang dimiliki oleh pihak masyarakat adat.
"Di Indonesia didominasi oleh hukum lokal dan masyarakat adat. Mereka mempunyai perangkat hukumnya sendiri," kata Nur Kholis.
Ia mencontohkan, terdapat kelompok masyarakat adat yang tidak membutuhkan semacam sertifikat tanah untuk mengumumkan lahan yang mereka miliki sedangkan perusahaan sangat berpegang pada perangkat hukum legal-formal.
Nur Kholis mengemukakan, bila konflik antara perusahaan dan masyarakat terjadi maka biasanya pihak yang akan dimenangkan adalah pihak yang berpegang pada perangkat hukum-legal meski hal itu bisa dianggap mengabaikan hukum lokal/adat.
Ia menegaskan, Komnas HAM pada dasarnya independen dan imparsial, tetapi pada dasarnya secara moral Komnas HAM berpihak kepada pihak yang tertindas seperti masyarakat adat yang hak-haknya terabaikan.
Karena itu, ujar dia, berbagai pihak termasuk pihak perusahaan yang berinvestasi juga diminta untuk lebih banyak berdialog, khususnya dalam hal penegakan HAM.
Ia juga menyayangkan bahwa sesuai dengan perundanga-undangan, Komnas HAM hanya bisa mengajukan rekomendasi terhadap berbagai kasus pelanggaran HAM sehingga bila terdapat salah satu pihak yang tidak mematuhinya, maka tidak akan ada semacam hukuman bagi mereka.
"Komnas HAM membutuhkan agar kewenangannya diperluas tidak hanya hak untuk mengadakan penyelidikan dan memberikan rekomendasi," katanya.
(M040/s018)
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010