masalahnya ada di ranah politik
Jakarta (ANTARA) - Aktivis iklim menyarankan Generasi Z perlu cermat melihat agenda politisi pada isu iklim guna memastikan ke depan upaya litigasi perubahan iklim dapat terlaksana sesuai dengan perhitungan ilmiah yang dikeluarkan para ilmuwan.
"Kita butuh 'mempolitikkan' ini memang, ini masalahnya ada di ranah politik. Enggak ada tuh masalah 'oh enggak ada teknologinya'. Teknologinya ada, solusinya ada, pendekatan apapun ada, sosial ada, ekonominya ada semua," kata Direktur Eksekutif Yayasan Indonesia Cerah Adhityani Putri dalam diskusi virtual "Aksi Iklim: Yang dibutuhkan Umat Manusia (Sesuai IPCC) VS "Komitmen" Iklim Indonesia" yang digelar BEM UI diikuti di Jakarta, Sabtu.
Menurut dia, semua sekarang tinggal kemauan politik saja. Dan menuju Pemilu 2024, di mana baliho politisi mulai ada, belum ada dari mereka yang mulai berbicara soal iklim padahal banyak juga yang akan memilih (vote) berdasarkan posisi politisi terhadap isu iklim.
"Kita harus cari cara bagaimana kita bisa komunikasikan itu ke politisi, bahwa sekarang ini hak pilih kita sangat berharga, jadi sampaikan apa yang kalian inginkan. Karena untuk Generasi Z itu kalian yang akan menjadi perebutan politisi yang hendak maju ke Senayan atau Medan Merdeka di 2024 nanti," ujar Adhityani.
Menurut dia, Generasi Z perlu menunjukkan pada politis bahwa mereka memilih berdasarkan rekam jejak dan niat atau agendanya terhadap krisis iklim, mengingat itu merupakan isu payung. Turunannya ada pada bagaimana kebijakan ekonomi yang akan dibangun, bagaimana kehidupan sosial akan dikembangkan dan sebagainya.
Baca juga: Perubahan iklim meluas, semakin cepat dan intens
Baca juga: Laporan iklim PBB gambarkan laju cepat pemanasan dunia
Knowledge Management Manager Yayasan Madani Berkelanjutan Anggalia Putri Permatasari mengungkapkan pada sesi konferensi pers para ilmuwan yang tergabung dalam Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) di Konferensi Tingkat Tinggi Perubahan Iklim (COP) 25 di Madrid, Spanyol, mereka tampak putus asa.
Para ilmuwan tersebut, menurut Anggalia, menyoroti bahwa secara ekonomi, teknik, sosial masyarakat global bisa menghentikan bencana besar akibat krisis iklim. Tapi apa yang mereka tidak bisa menjawab adalah secara politik.
"Jadi enggak tahu apakah jawabannya akan ada di ranah politik atau tidak. Dan aku kalau memandang teman-teman (Generasi Z yang peduli isu iklim) merasa 'hopeful' bahwa di masa depan anak dan cucu ku akan punya pemimpin politik ya teman-teman ini," ujar dia.
Sehingga, menurut dia, jangan menganggap perjuangan politik krisis iklim tersebut hanya untuk soal lingkungan saja atau kesehatan saja, tetapi soal bagaimana menentukan arah tujuan hidup. "Aku letakkan harapan ini ke teman-teman semua," katanya.
Sementara itu, berkenaan dengan komitmen penanganan krisis iklim, Manager Kampanye Keadilan Iklim Walhi Yuyun Harmono mengatakan laporan IPCC terbaru sebenarnya menguatkan landasan untuk mendorong upaya litigasi iklim, karena selama ini perdebatannya adalah dalam konteks pembuktian, menyambungkan atau kausalitas.
"Tinggal kita mau meng-exercise itu, sekaligus meng-exercise hak kita sebagai warga negara atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat. Begitu juga masa depan yang bersih dan sehat," ujar dia.
Baca juga: Airlangga: Perubahan iklim dan ketimpangan masih jadi tantangan 2045
Baca juga: BMKG minta pemda serius atasi perubahan iklim
Baca juga: Menkeu: Kebutuhan RI atasi perubahan iklim naik jadi Rp3.779 triliun
Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2021