Ucapan itu terlontar sesaat setelah dia disambut oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Ibu Ani Yudhoyono di beranda istana.
"Apa kabar," katanya kepada semua orang dalam bahasa Indonesia yang boleh dikatakan fasih.
Tentu saja, pertanyaan itu dijawab serempak, "baik pak". Jawaban itu memang tidak salah, meski pada kenyataannya, rencana penyambutan Obama di kompleks Istana Kepresidenan berubah total akibat hujan.
Lebih jauh lagi, jawaban "baik" itu tidak selaras dengan kenyataan bahwa ratusan nyawa melayang dan ribuan warga Kepulauan Mentawai, Yogyakarta, dan Jawa Tengah terpisah dari kampung halaman karena terpaksa menjadi pengungsi.
"Kabar buruk" tentang perubahan mendadak rangkaian acara kunjungan kenegaraan Presiden Obama terjadi sekitar pukul 16.00 WIB, atau beberapa saat sebelum Obama dan rombongan tiba di Bandara Halim Perdanakusuma. Saat itu, tiba-tiba hujan deras mengguyur ibu kota Jakarta.
Alhasil, kompleks Istana Kepresidenan diguyur hujan lebat, tepat ketika segala persiapan menyambut kedatangan Presiden Amerika Serikat Barack Obama sedang dilakukan.
Akibat hujan, sejumlah perlengkapan yang akan digunakan untuk menyambut Obama di halaman Istana Merdeka basah kuyup.
Panggung kehormatan yang tepat berada di depan istana tak luput dari guyuran air hujan. Sejumlah penyangga kamera televisi yang sudah disiagakan juga basah.
Para pekerja istana dan beberapa wartawan nampak sibuk memindahkan peralatan itu ke tempat yang tidak terkena hujan.
Rencananya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan menyambut Obama dalam upacara resmi kenegaraan di halaman depan Istana Merdeka.
Sesudah menggelar pertemuan bilateral, rencananya kedua kepala negara akan menggelar konferensi pers di halaman tengah komplek istana. Untuk itu, panggung berukuran besar dan deretan kursi untuk menampung 300 wartawan telah disiapkan. Lengkap dengan karpet merah tentunya.
Rencana pun gagal total. Upacara penyambutan akhirnya digelar di teras Istana Merdeka. Presiden Yudhoyono, Presiden Obama, Ani Yudhoyono dan Michele Obama beserta puluhan pasukan pengamanan dan wartawan "berjubel" di teras itu.
Panggung "raksasa" dan karpet merah di halaman istana juga basah kuyup dan sia-sia, karena konferensi pers akhirnya digelar di dalam istana.
"Kabar buruk" lainnya muncul tepat saat kedua presiden bertukar harapan tentang hubungan baik kedua negara, di tengah hamparan berbagai hidangan jamuan makan malam kenegaraan. Saat itu, gempa mengguncang Tasikmalaya dan daerah sekitarnya, serta membuat warga di daerah itu panik.
Gempa dengan kekuatan cukup besar itu berlangsung beberapa detik namun hampir sebagian besar warga merasakannya dan berhamburan keluar rumah.
Romantisme
Presiden Amerika Serikat Barack Obama bersama Michele Obama, berada di Jakarta untuk melakukan kunjungan kenegaraan dan sejumlah agenda kerja lainnya.
Obama tiba di Istana Merdeka Jakarta, Selasa sore, dan langsung disambut oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bersama Ibu Negara Ani Yudhoyono.
Belasan mobil yang tergabung dalam iring-iringan kendaraan yang mengantar Obama tiba di Istana Merdeka tepat pukul 17.00 WIB.
Setibanya di halaman samping Istana Merdeka, Obama dan Michele disambut langsung oleh Presiden Yudhoyono dan Ibu Negara.
Keempatnya tampak akrab dan saling berjabat tangan. Sesaat kemudian, keempatnya menuju teras Istana untuk upacara penyambutan.
Sebagian orang menganggap kedatangan Obama ke Indonesia adalah "kabar baik". Bahkan, sebagian orang mungkin menganggap kedatangannya ke tanah air adalah "berkah". Setidaknya hal itu bisa dilihat dari setumpuk harapan kerjasama di berbagai bidang yang dibahas dalam pertemuan bilateral kedua negara.
Presiden Yudhoyono berharap, kerja sama itu bisa meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia.
Namun, hal yang pasti menjadi topik pembicaraan dalam kunjungan Obama adalah "romantisme" masa lalu. Maklum, Obama menghabiskan masa kecil di Jakarta.
Harapan itu pun tidak terlalu muluk. Hal itu terbukti benar karena Obama memang kembali mengurai untaian kenangan yang menghiasi benaknya selama di Jakarta, puluhan tahun silam.
Barack "Berry" Obama terkenang masa lalunya ketika dia berada di Indonesia terutama tentang "becak" dan "bemo", kendaraan khas Jakarta yang sering dia jumpai pada masa kecilnya.
"Tahun 1967, saat itu orang-orang naik becak, kereta yang dikayuh dengan roda tiga. Dan kalau tidak naik becak mereka naik bemo," kata Obama saat menggelar konferensi pers bersama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa malam.
Saking melekatnya kenangan masa lalu itu, Obama bahkan menjelaskan apa yang dimaksud dengan bemo.
"Jadi seperti taksi kecil dan orang bisa duduk atau berdiri di belakang. Sangat padat," katanya sembari tersenyum dan disambut gelak tawa hadirin.
Menurut Obama, kembali ke tempat yang dulu pernah ditinggali adalah hal yang luar biasa.
Namun demikian, Obama mengaku mengalami disorientasi ketika kembali ke Jakarta setelah puluhan tahun ditinggalkan. Menurut Obama, Jakarta sudah menjadi jauh lebih baik dibanding pada saat dia tinggal dulu.
"Saya rasa itu luar biasa untuk kembali," katanya
Romantisme memang disinggung oleh Obama. Namun, hal itu tidak selamanya menjadi "kabar baik" bagi warga negara Indonesia, khususnya mereka yang mengidolakan atau berharap banyak terhadap Obama.
Sebab, di akhir untaian romantisme masa lalu, Obama menegaskan masa lalu bukanlah tujuan utama Obama di Indonesia. Obama memilih menatap ke depan, daripada terbuai kenangan masa lalu.
"Hari ini sebagai presiden saya berfokus bukan pada masa lalu, tapi masa depan," katanya.
Sebuah pelajaran berharga dari Obama. Dia berusaha jujur dengan berkata tidak mementingkan romantisme masa lalu, meski banyak orang akan kecewa dengan pernyataan itu.
Indonesia bisa meniru sikap jujur Obama itu dengan menyatakan bahwa kabar negeri ini sedang "buruk" akibat rentetan bencana alam dan keterpurukan ekonomi. Indonesia juga bisa memilih menatap masa depan, melepaskan dari kungkungan masa lalu, dan fokus pada usaha meringankan penderitaan rakyat yang sekarang sedang terjadi. (F008/K004)
Oleh Oleh F. X. Lilik Dwi Mardjiant
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010