Yogyakarta (ANTARA News) - Gunung Merapi muntahkan material vulkanik 140 juta meter kubik sejak meletus 26 Oktober 2010 sampai sekarang, atau melebihi volume material vulkanik hasil erupsi pada 1872 yang mencapai 100 juta meter kubik.
"Itu artinya, jika diukur dengan indeks letusan, maka letusan pada 2010 lebih besar dibandingkan dengan letusan Merapi pada 1872 yang pernah tercatat dalam sejarah letusan gunung berapi ini," kata Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta Subandriyo, di Yogyakarta, Selasa.
Menurut dia, salah satu indikator yang digunakan untuk menentukan besar indeks letusan adalah dari volume material vulkanik yang dimuntahkan Merapi.
"Sejak letusan pada 26 Oktober 2010 volume material vulkanik yang dilontarkan Merapi mencapai 140 juta meter kubik, dan aktivitas seismiknya sampai sekarang belum berhenti," katanya.
Ia menyebutkan sebagian besar material vulkanik gunung tersebut mengarah ke Kali Gendol, dan kini bagian atas sungai itu telah dipenuhi material vulkanik.
"Oleh karena itu, kemungkinan terjadi banjir lahar di sejumlah sungai yang berhulu di Merapi sangat besar, karena gunung ini mulai sering diguyur hujan dengan curah tinggi dalam waktu yang lama," katanya.
BPPTK terkait dengan aktivitas Merapi mencoba melakukan pemantauan dari udara dengan foto udara. "Kini, kami masih terus melakukan analisis terhadap hasil foto tersebut," katanya.
Subandriyo mengatakan ada beberapa kendala saat melakukan pemotretan dari udara, yaitu kolom asap yang masih tebal, sehingga menghalangi pandangan untuk melihat kondisi puncak Merapi.
Berdasarkan hasil pemantauan hingga pukul 12.00 WIB, masih terjadi gempa tremor secara beruntun yang mengindikasikan adanya aktivitas magma di dalam gunung ini.
Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Badan Geologi Surono mengatakan ada sejumlah ahli vulkanologi dan geologi dari beberapa negara ingin membantu melakukan pemantauan aktivitas Merapi. Sejumlah ahli vulkanologi dan geologi tersebut berasal dari Jepang, Amerika Serikat, dan Prancis.
"Kami persilakan saja. Merapi merupakan laboratorium dunia, sehingga siapa pun bisa melakukan penyelidikan, apalagi letusan gunung ini tidak terjadi setiap satu tahun sekali," katanya.
Sementara itu, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Syamsul Maarif mengimbau kepada masyarakat untuk tetap mengikuti instruksi pemerintah, yakni berada di radius aman yaitu di luar 20 kilometer dari puncak Merapi.
Selain itu, masyarakat juga diminta tidak beraktivitas dalam jarak 500 meter dari sungai, khususnya sungai yang berhulu di Merapi, guna menghindari bahaya lahar dingin.
Berdasarkan data dari BNPB, jumlah korban meninggal dunia akibat letusan Merapi sejak 26 Oktober sampai sekarang 151 orang, terdiri atas 135 orang di wilayah DIY, dan 16 orang di Jawa Tengah. Sedangkan jumlah pengungsi seluruhnya 320.090 jiwa.
Letusan Gunung Merapi pada 2010 merusak 291 rumah, dan satu tanggul jebol di Desa Ngepos akibat luapan lahar dingin.
Ke Kali Gendol
Aktivitas seismik Gunung Merapi pada Selasa hingga pukul 06.00 WIB cenderung menurun dibandingkan dengan Senin (8/11), sedangkan dari pengamatan visual dapat terlihat guguran lava yang mengarah ke Kali Gendol.
Berdasarkan laporan Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Badan Geologi Kementerian Energi Sumber Daya Mineral Surono di Yogyakarta, Selasa, guguran lava yang dapat diamati melalui CCTV di Plawangan terjadi dua kali, dengan jarak luncur sekitar 800 meter.
Dari pos pengamatan sementara di Ketep, masih sering terdengar suara gemuruh dengan intensitas lemah hingga kuat, serta terlihat sinar api dan guguran lava. Sekitar pukul 05.00 WIB Merapi kembali mengeluarkan kolom asap dengan ketinggian sekitar 1,5 kilometer.
Secara umum, menurut dia, aktivitas seismik khususnya intensitas awan panas dan guguran lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama pada Senin (8/11).
Hingga pukul 06.00 WIB terjadi satu kali gempa vulkanik, tiga kali gempa "low frequency", gempa tremor secara beruntun, 20 kali guguran, dan satu kali awan panas.
Sementara itu, bahaya lahar selain awan panas yang diluncurkan Gunung Merapi masih tetap menjadi ancaman, karena semakin bertambahnya material vulkanik hasil erupsi yang berada di sepanjang alur sungai.
Endapan lahar di Kali Boyong telah memenuhi dam BOD III di Dusun Kemiri yang berjarak 12 kilometer dari puncak Merapi. Sedangkan di Kali Kuning dan Kali Woro aliran lahar berupa fraksi halus dapat teramati di Desa Wukirsari dan Desa Kendalsari.
Status Merapi hingga kini masih tetap "awas" atau Level 4, dan warga masyarakat tetap harus berada di luar radius 20 kilometer dari puncak gunung.
Masyarakat juga diminta tidak melakukan aktivitas di sepanjang aliran sungai yang berhulu di gunung tersebut guna menghindari kemungkinan terjadi awan panas dan banjir lahar.
Gempa tidak berpengaruh langsung
Gempa dengan kekuatan 5,6 skala Richter yang mengguncang Yogyakarta dan sekitarnya pada pukul 14.03 WIB, Selasa, tidak berpengaruh secara langsung terhadap aktivitas seismik Gunung Merapi.
"Kejadian gempa tersebut juga tercatat melalui alat pemantauan kami, tetapi dapat dikatakan bahwa gempa yang cukup besar tersebut tidak mempengaruhi secara langsung aktivitas Merapi," kata Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta Subandriyo di Yogyakarta, Selasa.
Ia mengatakan, apabila gempa tersebut mempengaruhi secara langsung terhadap aktivitas Merapi, maka gunung api aktif tersebut setidaknya akan langsung memuntahkan awan panas.
"Tetapi, pada kenyataannya, sama sekali tidak terpantau adanya awan panas sesaat setelah gempa tersebut. Sehingga gempa 5,6 SR itu tidak berpengaruh secara langsung pada aktivitas Gunung Merapi," katanya.
Pada 2006, sesaat setelah terjadi gempa bumi 27 Mei, aktivitas Merapi meningkat dengan mengeluarkan awan panas.
Namun demikian, ia mengatakan gempa tersebut kemungkinan bisa mempengaruhi aktivitas Merapi dalam jangka panjang. "Kita lihat bagaimana perkembangannya dalam beberapa waktu ke depan. Mungkin ada pengaruhnya, mungkin juga tidak berpengaruh sama sekali," kata Subandriyo.
Informasi dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), gempa berkekuatan 5,6 SR tersebut, pusat gempanya di 125 kilometer barat daya Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), dengan kedalaman 10 kilometer di laut, dan tidak berpotensi tsunami.
Berdasarkan hasil pemantauan secara seismik atau pun visual dari sejumlah pos pengamatan Gunung Merapi hingga pukul 12.00 WIB, aktivitas gunung ini mereda. "Tetapi, mereda bukan berarti menurun, sehingga status `awas` tetap dipertahankan," katanya.
Berdasarkan data hasil pemantauan kegempaan hingga pukul 12.00 WIB, terjadi satu kali gempa vulkanik, tiga kali gempa "low frequency", gempa tremor secara beruntun, 22 kali guguran dan satu kali awan panas.
Sementara itu, Kepala Seksi Data dan Informasi Stasiun Geofisika Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Yogyakarta Toni A Wijaya, di Yogyakarta, Selasa, mengatakan, gempa bumi tektonik berkekuatan 5,6 SR pada Selasa pukul 14.03 WIB dengan pusat gempa di 125 kilometer barat daya Bantul tersebut, tidak ada kaitannya dengan aktivitas Gunung Merapi.
"Gempa itu tidak ada kaitannya dengan Merapi, karena gempa selama beberapa detik itu pusat gempanya di laut, dan terjadi karena penunjaman lempeng Indo-Australia terhadap lempeng Eurasia di Samudra Hindia," katanya.
Namun demikian, menurut dia perlu ditanyakan kepada Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi, atau Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta apakah gempa tersebut mempengaruhi aktivitas magma Gunung Merapi.
Ia menegaskan kembali bahwa gempa tersebut tidak ada kaitannya dengan aktivitas Gunung Merapi, hanya kebetulan saja gempa terjadi bersamaan dengan erupsi gunung itu yang sampai sekarang masih berlangsung. "Jadi, tidak ada kaitannya, dan masyarakat tidak perlu cemas," katanya.
Gempa di kedalaman 10 kilometer di laut itu, mengguncang sebagian wilayah DIY dan sekitarnya. Pusat gempa ini di posisi 8,98 Lintang Selatan - 110,08 Bujur Timur.
Menurut BMKG, meskipun pusat gempa di laut, namun tidak berpotensi menimbulkan tsunami.
Kerugian pertanian Rp232 miliar
Kerugian sektor pertanian di tiga kecamatan di Kabupaten Sleman akibat letusan Gunung Merapi di perkirakan mencapai sekitar Rp232 miliar. "Akibat terkena abu vulkanik letusan Gunung Merapi, petani di Kecamatan Turi, Pakem, Cangkringan dan sebagian Tempel diperkirakan mengalami kerugian sekitar Rp231 miliar," kata Kepala Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Sleman Riyadi Martoyo, Selasa.
Menurut dia, kerugian paling besar dialami para petani salak pondoh yang diperkirakan mencapai sekitar Rp200 miliar dengan luas 1.400 hektare, kemudian tanaman padi Rp1,7 miliar dengan luas lahan 170 hektar, tanaman hias Rp1 miliar, holtikulturan dan sayur-sayuran mencapi Rp30 miliar di luas lahan 700 hektar.
"Wilayah pertanian yang rusak kali ini hanya di tiga kecamatan yang merupakan daerah Kawasan Rawan Bencana (KRB) sedangkan untuk wilayah lainnya hingga sekarang tidak masalah akibat abu vulkanik," katanya.
Ia mengatakan, untuk tanaman salak pondoh, sekitar 65 persen tanahnya rusak berat padahal tanaman komiditi yang sudah mampu menembus pasar interansional ini salak merupakan sumber ekonomi pokok masyarakat di wilayah lereng Gunung Merapi tersebut.
"Untuk memulihkan kondisi tanah dan tanaman seperti semula dibutuhkan waktu sekitar dua tahun lagi karena tanaman salak pondoh tersebut harus pangkas dulu supaya bisa tumbuh kembali. Jadi nanti tidak perlu dicabuti, tapi tinggal dipangkasi saja sudah cukup dan ini membutuhkan waktu dan tenaga yang banyak," katanya.
Riyadi mengatakan biasanya dinas memberikan bantuan bibit hanya untuk petani padi saja, sedangkan petani lainnya hanya mendapatkan bantuan pupuk.
"Namun kemungkinan nanti bagi petani holtikultura akan mendapatkan bantuan pengutan modal dan petani salak pondoh alat pemangkas," katanya.
Ia mengatakan, bantuan benih padi sudah rutin dilakukan tiap tahun sedangkan untuk petani holtikultura mungkin nanti akan diberikan bantuan penguatan modal.
"Namun, semua itu harus dilihat dulu dan harus ada verifikasi. Sedangkan petani salak nanti akan kami usahakan agar bisa mendapat bantuan alat pemangkas agar lebih cepat mangkasnya," katanya.
Pemerintah Kabupaten Gunung Kidul, DIY, siap dijadikan tempat relokasi pengungsi bencana Gunung Merapi apabila Badan Nasional Penanggulangan Bencana memilih wilayah ini.
"Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Gunung Kidul pada prinsipnya tidak keberatan jika nanti daerah ini dijadikan wilayah relokasi warga yang daerahnya terkena dampak letusan Gunung Merapi," kata Wakil Bupati Gunung Kidul Badingah, di Wonosari, Selasa.
Ia mengatakan untuk melakukan relokasi, banyak hal yang harus diperhatikan Pemkab Gunung Kidul, DIY dan pemerintah pusat, terutama mengenai teknis relokasi, lahan penempatan bagi warga, serta kesiapan infrastruktur.
Menurut dia, latar belakang warga yang akan direlokasi juga harus diperhatikan guna menghindari kemungkinan muncul masalah sosial di kemudian hari. "Relokasi merupakan program yang tidak sederhana, karena menyangkut kelangsungan hidup warga masyarakat, jangan sampai nanti malah menimbulkan masalah sosial di kemudian hari. Oleh karena itu, mata pencaharian warga juga harus diperhatikan," katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas Peternakan Gunung Kidul Setiyawan mengatakan warga di sekitar Merapi yang sebagian besar adalah petani ternak sapi perah, apabila direlokasi ke kabupaten ini tentu akan mengalami sedikit kendala terkait dengan mata pencaharian mereka.
"Warga masyarakat di sekitar Merapi sebagian adalah petani ternak sapi perah, dan apabila direlokasi ke Gunung Kidul, tentu akan menurun penghasilannya karena sapi perah kurang cocok dengan cuaca Gunung Kidul," katanya.
Wakil Ketua DPRD Gunung Kidul Slamet mengatakan secara regulasi kebijakan untuk merelokasi warga daerah bencana Merapi ke Gunung Kidul tidak ada masalah. "Namun, sebelum hal itu dilaksanakan, perlu dilakukan kajian yang mendalam," katanya.
Ia mengatakan relokasi warga secara regulasi kebijakan dapat dilakukan selama warga tidak keberatan. "Kalau Pemkab Gunung Kidul sepakat kabupaten inisebagai daerah relokasi, saya kira DPRD juga tidak ada masalah selama ada kejelasan program jangka panjang, karena relokasi tidak hanya bersifat jangka pendek, yakni hanya sekadar memindahkan orang," katanya.
Untuk itu, menurut dia, harus dilakukan kajian secara mendalam sebelum relokasi dilakukan.
Slamet mengatakan kesiapan lahan untuk relokasi warga Merapi di antaranya dengan pembebasan tanah milik masyarakat atau menggunakan kawasan hutan. "Lahan relokasi dapat menggunakan lahan milik masyarakat, selama teknis pembebasan lahan disepakati kedua pihak, atau menggunakan kawasan hutan yang ada di Gunung Kidul, yang secara kewenangan merupakan milik Pemerintah Provinsi DIY," katanya.
Sementara itu, Sekretaris Dinas Perkebunan dan Kehutanan Gunung Kidul Bambang Wisnu Broto mengatakan kawasan hutan rakyat di kabupaten ini pada 2009 seluas 29.073,98 hektare yang tersebar di 18 kecamatan. "Sedangkan hutan negara seluas 13.109,10 hektare, katanya. "Kawasan hutan negara seluas 291,20 hektare menjadi hutan kemasyarakatan yang dikelola 35 kelompok tani hutan negara," katanya.
Pendampingan psikologi
Pengungsi korban letusan awan panas Gunung Merapi yang ditampung di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta mendapatkan pendampingan psikologis dari mahasiswa maupun psikolog universitas tersebut.
"Setiap hari ada pendampingan dari mahasiswa fakultas psikologi maupun para psikolog yang memberi pendampingan pengungsi," kata Ketua Tim Relawan Penanganan Pengungsi Universitas Gadjah Mada (UGM) Laura di Yogyakarta, Selasa.
Ia mengatakan selain program "trauma healing" atau pemulihan trauma para pengungsi juga didorong untuk melakukan aktivitas harian. "Misalnya ibu-ibu didorong untuk membantu dapur umum, pengungsi yang berprofesi sebagai guru didorong untuk mengajar anak-anak yang berada di pos pengungsian, sedangkan anak-anak diajak bermain bersama," katanya.
Dengan demikian, kata dia, para pengungsi tersebut akan merasa berguna sehingga diharapkan akan muncul motivasi untuk bangkit dari keterpurukan terkena letusan gunung yang terletak di perbatasan Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta.
"Program `trauma healing` tidak cukup untuk membangun motivasi mereka, oleh karena itu para pengungsi harus diperlakukan sebagai subyek, bukan sekadar obyek penderita," katanya.
Selain itu, kata dia persediaan logistik untuk pengungsi korban letusan Gunung Merapi di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta masih cukup untuk memenuhi kebutuhan selama tiga hari.
"Saat ini bantuan logistik dari berbagai pihak terus berdatangan. Kami menyediakan dapur umum mandiri yang dapat memenuhi kebutuhan makan pagi hingga 1.000 porsi. Kekurangannya dapat terpenuhi dari bantuan berbagai pihak," katanya.
Sedangkan untuk kebutuhan makan siang dan malam pengungsi, kata dia, selama tujuh hari ke depan disuplai oleh Hotel Hyatt. "Di UGM ada 1.084 pengungsi yang ditampung di gelanggang mahasiswa dan gedung Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjoseomantri," katanya.
Dua tempat pengungsian untuk korban bencana erupsi Gunung Merapi di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dilengkapi mobil pintar bantuan dari Solidaritas Istri Kabinet Indonesia Bersatu.
"Mobil pintar itu ditempatkan di Gelanggang Mahasiswa dan Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjasoemantri (PKKH) Universitas Gadjah Mada (UGM) yang dijadikan tempat pengungsian," kata relawan Azwar di Yogyakarta, Selasa.
Menurut dia, mobil pintar itu membawa ratusan buku bacaan yang bisa dipinjam, khususnya anak-anak untuk dibaca. Mereka juga mendapat pembagian buku gambar untuk diwarnai.
Selain itu, juga disediakan berbagai alat permainan seperti bola dan papan catur untuk bermain anak-anak. Di tempat pengungsian itu juga disediakan televisi berukuran besar untuk memberikan hiburan kepada para pengungsi khususnya anak-anak.
Ia mengatakan, kegiatan bermain khususnya bola dan catur memang ditekankan bagi anak-anak korban Merapi di pengungsian. Mahasiswa yang menjadi relawan ikut mendampingi anak-anak dan mengemas berbagai permainan menarik.
"Sebenarnya bukan hanya permainan maupun nonton televisi, kami setiap pagi juga mengadakan senam bersama para pengungsi agar tubuh tetap segar," katanya.
Seorang pengungsi anak, Iyan (12) siswa kelas 6 SD Candirejo, Sleman, DIY, mengatakan, selama di pengungsian merasa cukup terhibur, karena banyak kegiatan dan permainan yang bisa mereka lakukan untuk menghilangkan bosan dan mengisi waktu.
"Selain catur, saya juga bisa bermain bola dan menonton film di televisi. Saya sering main bola pada sore, sedangkan malam bisa nonton film," katanya.
Jumlah pengungsi di Gelanggang Mahasiswa UGM sebanyak 236 jiwa terdiri atas 116 laki-laki dan 120 perempuan, sedangkan di PKKH UGM ada 812 jiwa meliputi 397 laki-laki dan 415 perempuan.
Tak ada wisuda
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta meniadakan upacara wisuda program sarjana dan diploma periode November 2010 karena erupsi Gunung Merapi.
"Upacara wisuda yang rencananya diadakan pada 18 November 2010 ditiadakan, karena sedang terjadi erupsi Gunung Merapi," kata Kepala Humas dan Protokoler Universitas Gadjah Mada (UGM) Suryo Baskoro, di Yogyakarta, Selasa.
Ia mengatakan keputusan tersebut berdasarkan surat keputusan rektor UGM dengan mempertimbangkan situasi Yogyakarta yang belum kondusif karena terkena dampak letusan Merapi.
"Transportasi, terutama penerbangan dari dan ke Yogyakarta masih belum dapat dipastikan kapan pulihnya. Sarana akomodasi juga masih terbatas, sehingga akan menyulitkan orang tua calon wisudawan yang datang dari luar Yogyakarta," katanya.
Selain itu, kata dia, saat ini sebagian sivitas akadmeika UGM juga sedang fokus menangani pengungsi korban bencana Merapi yang ditampung di beberapa tempat di lingkungan kampus setempat.
"Ada 1.440 calon wisudawan program sarjana dan 300 calon wisudawan program diploma yang rencananya akan mengikuti upacara wisuda, dan kami berharap mereka dapat memahami situasi ini," katanya.
Menurut dia, peniadaan upacara wisuda tidak akan mempengaruhi esensi pendidikan yang telah ditempuh calon wisudawan. "Ijazah, samir, dan buku kenangan, tetap akan dibagikan di masing-masing fakultas pada 18 November 2010," katanya.
Sebelumnya, kegiatan akademik di UGM diliburkan pada 8-13 November 2010 karena Merapi meletus, dan direncanakan akan dimulai lagi pada 15 November 2010.
Konferensi internasional Wisdom 2010 yang seharusnya digelar pada 8-11 November dengan menghadirkan pemenang Nobel Perdamaian 2006 Muhammad Yunus, juga ditunda hingga Desember 2010. (U.V001*E013*B015*H008*ANT-158*ANT-160*/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010