Surabaya (ANTARA News) - Getaran gempa mewarnai Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Blitar, Jawa Timur, yang pelaksanaan pencoblosannya berlangsung, Selasa.

Getaran gempa terasa saat proses penghitungan suara, sehingga sempat mengejutkan panitia dan pamantau pilkada.

Ketua TPS 1 Desa Pojok, Kecamatan Garum, Dwi Setyo S mengatakan, proses penghitungan suara tetap dilanjutkan, dan tidak terpengaruh dengan adanya getaran gempa.

Dalam proses penghitungan suara di TPS 1, tempat ia bertugas, pasangan nomor urut satu, Arif Fuadi dan - Hery Romadon (ARoMa) kalah daripada pasangan nomor urut dua, Herry Noegroho - Riyanto (Hero).

Pasangan "ARoMa" hanya mendapatkan suara 71, sementara itu pasangan "Hero" mendapatkan suara sebanyak 150 pemilih.

Dalam proses pemilihan itu, suara tidak sah ada tujuh, sehingga totalnya adalah 228. Jumlah itu mencapai 50 persen dari total jumlah pemilih yang terdata, yaitu 431 pemilih.

"Untuk di TPS 1 pasangan yang menang adalah Hero. Dalam proses penghitungan suara juga sudah melibatkan saksi, pemantau, maupun anggota PPS dan tidak ada permasalahan, sehingga semua bersedia tanda tangan," katanya mengungkapkan.

Sementara itu, untuk proses penghitungan suara di TPS 3 Desa Kuningan, Kecamatan Kanigoro, pasangan nomor urut 1 (ARoMa) justru unggul dari pasangan Hero.

Ketua TPS 3 Desa Kuningan, Djadi mengatakan, pasangan ARoMa mendapatkan suara sebanyak 272, sementara pasangan Hero mendapatkan suara 49 saja. Pasangan itu unggul di daerah sendiri, karena di tempat itu calon Bupati Arif Fuadi memberikan hak suaranya.

Ia juga mengatakan, jumlah suara tidak sah hanya sedikit, yaitu enam surat suara, sehingga totalnya mencapai 327 pemilih dari total pemilih yang terdata 402.

"Pasangan ARoMa menang suaranya di TPS ini, dengan perolehan suara 272. Tidak ada yang protes tentang hasil ini, termasuk dari saksi," ujarnya.

Sementara itu, Kepala Bidang Perlengkapan, Penanggulangan, dan Penyelamatan Badan Kesatuan Bangsa, Politik, dan Perlindungan Masyarakat Kabupaten Blitar, Katidjan mengatakan, getaran gempa itu memang terasa di Blitar, namun tidak sampai menimbulkan efek yang dominan.

Sesuai dengan data yang dikirimkan oleh BMKG gempa itu berkekutan 5,6 pada Skala Richter, dengan episentrum 8,98 LS, 110,08 SR. Gempa itu terjadi di laut km barat daya Bantul, Yogyakarta, yang terjadi pukul 14.03 WIB.

Gempa itu, kata dia, selain dirasakan oleh warga Yogyakarta, getarannya sampai ke Pacitan, Trenggalek pada 3 - 4 MMI dan Blitar sampai 3 MMI. Kedalaman gempa itu tercatat 10 kilometer, sehingga tidak berpotensi tsunami.

KPU Kabupaten Blitar mengadakan pilkada pada Selasa, 9 November 2010, yang diikuti dua pasangan untuk bertarung menjadi calon kepala daerah periode 2011 - 2016.

Dua pasangan itu adalah Arif Fuadi - Heri Romadon (ARoMa)yang didukung PKNU, PAN, Partai Patriot, serta Partai Hanura. Sementara, pasangan nomor dua adalah pejabat kini Herry Noegroho - Riyanto (Hero).

Pasangan itu didukung PDIP, Partai Demokrat, Partai Golkar, PKS, PPP, dan Partai Gerindra. Mereka akan merebut aspirasi dari 994.939 pemilih di 1.960 TPS yang tersebar di 22 kecamatan.

Sementara itu, pasangan Arif Fuadi-Heri Romadhon menang telak di Tempat Pemungutan Suara 03 Desa Kuningan, Kanigoro, tempat Arif Fuadi menyalurkan aspirasi politiknya dalam Pilkada Kabupaten Blitar.

Arif Fuadi-Heri Romadhon meraup suara 272 dari 327 pemilih yang hadir di TPS 03 Kuningan tersebut. Sedangkan rivalnya, pasangan Heri Nugroho-Riyanto (Hero) hanya mampu mengumpulkan 49 suara dan 6 suara dinyatakan tidak sah.

Daftar Pemilih Tetap (DPT) di TPS 03 Kuningan, Kanigoro sebanyak 403 pemilih, yang terdiri dari laki-laki sebanyak 196 dan 207 lainnya adalah perempuan.

Salah seorang saksi di TPS 03 Kuningan, Nurcholis Huda mengatakan, pelaksanaan pencoblosan hingga penghitungan suara tidak ada kejanggalan maupun hal-hal yang mencurigakan, sehingga suara sah yang memenangkan pasangan "ARoMa" bisa ditandatangani dan disahkan.

Sementara pasangan "Hero" masih belum diketahui di TPS mana yang memenangkannya karena pasangan tersebut tidak mencoblos. Baik Heri Nugroho, Bupati Blitar yang kini sedang menjabat (incumbent) maupun pasangan Riyanto sama-sama berdomisili di wilayah Kota Blitar.

Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Blitar, Jemali mengaku bahwa sampai saat ini belum seluruh surat suara masuk ke KPU setempat, sehingga belum bisa diketahui hasilnya, apakah pasangan "ARoMa" atau "Hero" yang unggul.

"Sebenarnya kami juga melakukan hitung cepat melalui sistem pengiriman pesan singkat (SMS) dari seluruh KPPS di TPS, namun sampai sekarang belum masuk semua. Mungkin proses penghitungannya belum tuntas," ujarnya.

Jemali mengemukakan, dalam pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) untuk memilih bupati periode 2011-2016 yang digelar Selasa (9/11) ini, tidak ada lembaga survei atau independen lainnya yang mendaftarkan diri sebagai lembaga yang akan melakukan hitung cepat pilkada daerah ini.

"Kalau tim suses masing-masing pasangan mungkin melakukan hitung cepat sendiri untuk kepentingan internal, dan kami di KPU juga belum ada kabar apa pun terkait dengan perolehan suara dari kedua pasangan yang bertarung," ujarnya.

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Blitar, Miftakhul Huda menjelaskan, khusus untuk surat suara, KPU sudah langsung memberikan lebih 2,5 persen dari jumlah pemilih yang terdata. Sehingga, panitia di TPS setempat bisa langsung mengambil kekurangan surat suara itu, dan tidak perlu jauh datang ke PPS.

"Kami langsung memberikan kelebihan 2,5 persen dari jumlah DPT yang terdata. Panitia bisa langsung mengambilnya jika ada kekurangan, namun tetap dicatat," ujarnya.

Dari sisi pengamanan dalam pemberian hak suara mendapat pengawalan lebih ketat dari Kepolisian Resor (Polres) Blitar.

Kepala Polres Blitar AKBP Wahyono mengatakan, untuk hari-H pihaknya menerjunkan 1.284 personel. Jumlah itu selain dari petugas Polres Blitar, juga dibantu dari setiap jajaran kepolisian dari wilayah Karesidenan Kediri.

Selain itu, anggota Satbrimobda Datasemen I Polda Jawa Timur juga turun langsung mengamankan kegiatan ini. Bahkan, polres juga menurunkan sebanyak 20 personel antianarkis yang disebar di empat rayon, yakni Srengat, Kademangan, Wlingi, dan Gandusari.

"Kami menyebar personel antianarkis kami di empat rayon, dengan harapan bisa mengantisipasi kerusuhan saat pilkada," kata Wahyono.


Golput

KPU Kabupaten Blitar memprediksi jumlah angka golput atau yang tidak memberikan hak suara dalam Pilkada Kabupaten Blitar bertambah dibandingkan dengan pilkada periode sebelumnya.

"Kalau prediksi angka golput pastinya belum tahu, tetapi kemungkinan itu (bertambah) pasti ada," ujar Ketua KPU Kabupaten Blitar Miftakhul Huda.

Ia mengungkapkan, prediksi naiknya angka golput saat pilkada yang berlangsung hari ini (9/11), dipengaruhi banyak hal, seperti banyaknya jamaah haji yang berangkat serta warga yang menjadi TKI.

Huda menyebut, jamaah haji dari Kabupaten Blitar yang berangkat tahun ini mencapai 715 orang, sementara untuk TKI sendiri bisa mencapai ratusan orang.

Ia mengatakan, jumlah angka golput saat Pemilihan Presiden lalu mencapai 35 persen, lebih sedikit saat pilihan legislatif yang mencapai 40 persen lebih.

Namun, pihaknya berharap panitia pemungutan suara (PPS) lebih aktif, dengan menyosialisasikan baik dengan pengeras suara maupun mobil keliling.

Sementara itu, ratusan warga Desa Semen, Kecamatan Gandusari, terancam tidak menggunakan hak pilihnya. Lokasi TPS, tempat mereka menyalurkan hak suaranya terkena longsor.

TPS yang terkena longsor itu adalah TPS 17. Di lokasi itu, ada sekitar 400 pemilih yang terdaftar.

Huda juga mengaku sudah mendengar laporan tentang longsor yang terjadi di Desa Semen itu. Dari laporan yang ia dapatkan, longsor itu hanya menimpa jalur menuju lokasi TPS, sementara TPS bersangkutan tidak ada kerusakan.

Ia juga mengatakan, panitia langsung memindahkan lokasi TPS ke tempat yang lebih aman. Jalur ke TPS itu memang tidak dapat dilalui karena tertutup longsor. Mereka terpaksa memutar sejauh hampir satu kilometer.

Walaupun dimungkinkan musibah longsor juga menambah daftar jumlah warga yang golput, ia berharap, dalam pilkada ini lonjakannya tidak terlalu tinggi.

Sementara itu, Pilkada Kabupaten Blitar ini tanpa dilengkapi dengan tempat pemungutan suara (TPS) khusus.

Anggota KPU Kabupaten Blitar Jemali mengakui, dalam pilkada yang diselenggarakannya untuk memilih bupati periode 2011-2016 tersebut memang tidak ada TPS khusus, seperti di lembaga pemasyarakatan (LP) atau di rumah sakit (RS).

"Kami memang tidak menyediakan TPS khusus bagi tahanan di Polres, narapidana (napi) di LP maupun pasien di RS karena berbagai pertimbangan di antaranya LP-nya berlokasi di Kota Blitar dan pasien di RS juga tidak memenuhi daftar pemilih tetap (DPT)," tuturnya.

Menurut dia, warga Kabupaten Blitar yang saat ini sedang mendekam di LP, tahanan Polres maupun yang sedang sakit di RS akan menyalurkan aspirasi poltiknya dalam pilkada di TPS-TPS reguler terdekat.

Teknis pencoblosan bagi warga khusus yang memiliki hak pilih itu, katanya, menunggu para pemilih di TPS reguler tersebut selesai dan petugas KPPS akan mengantarkan kotak suara ke beberapa lokasi khusus tersebut.

Ia mengakui, cara tersebut ditempuh agar warga yang memiliki hak suara tidak akan kehilangan hak pilihnya. "Petugas KPPS yang bertugas di TPS paling dekat dengan RS, Polres maupun LP yang akan berkeliling," katanya.

Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur Irjen Pol Badrodin Haiti, meninjau pelaksanaan Pilkada Kabupaten Blitar pada Selasa pagi.

Rombongan Kapolda langsung datang ke TPS 1 Desa Pojok, Kecamatan Garum. Kedatangannya juga didampingi jajaran Polres Blitar dan KPU setempat.

Kapolda mengatakan, selama pemantauan pelaksanaan pemberian suara ini masih berlangsung aman, belum ada pelanggaran yang cukup serius.

"Selama pemantauan yang kami lakukan, belum ada masalah yang cukup serius," katanya ditemui saat kunjungan ke TPS.

Ia mengakui, memang masih ada beberapa masalah yang terjadi saat pemberian hak suara seperti, pemindahan lokasi TPS maupun banjir.

Namun, hal itu tidak menjadikan hal yang serius. PPS sendiri dapat mengantisipasinya, dengan mencarikan lokasi yang lebih baik maupun pembersihan lokasi.

Kapolda juga mengemukakan, untuk berbagai pelanggaran yang ditemukan akan ditindaklanjuti anggota Panwas. Jika pelanggaran itu sudah memasuki ranah pidana, baru akan ditangani polisi.


Temuan Panwas

Panitia Pengawas (Panwas) Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Blitar menemukan pelanggaran kampanye yang diduga dilakukan oleh tim sukses salah satu pasangan calon.

Ketua Panwas Kabupaten Blitar, Suyono mengemukakan, kasus pelanggaran kampanye itu terungkap saat warga melapor ke RT setempat.

Warga mendapat kartu undangan yang di dalamnya terselip selebaran untuk mencoblos salah satu pasangan calon.

"Dalam kartu undangan itu terselip selebaran untuk mencoblos pasangan nomor urut satu (pasangan Arif Fuadi - Heri Romadon). Lengkap dengan foto, serta cara mencoblos," katanya mengungkapkan.

Ia mengemukakan, kasus itu terungkap di Dusun Sobontoro, Desa Kebonduren, Kecamatan Ponggok. Ada pasangan suami istri yang menerima surat yang di dalamnya terselip selebaran dukungan dan langsung dilaporkan panwas desa (PPL/petugas pengawas lapangan).

Pasangan suami istri itu, kata Suyono, adalah Katiman dan Katiyem. Keduanya tercatat sebagai pemilih di TPS 9 Desa Kebonduren tersebut.

Sementara itu, pasangan kedua adalah Hasim dan Bibit Sri Utami, keduanya tercatat di TPS 11 Desa Kebonduren tersebut.

Suyono sendiri saat ini masih melakukan penyelidikan dengan mengumpulkan keterangan dari beberapa saksi. Di antara yang diperiksa

adalah ketua PPS serta RT setempat. Saat ini juga masih belum ada yang ditetapkan sebagai pelaku penyebaran kasus tersebut.

"Belum ada yang kami tetapkan sebagai pelaku. Kami masih melakukan pemeriksaan dan mengumpulkan keterangan beberapa saksi," ucapnya.

Menurut keterangan saksi yang ia periksa, kertas itu beredar sebelum pemilih menggunakan hak pilihnya, Senin (8/11) malam. Yang mengedarkan kartu itu adalah RT serta KPPS. Namun, Panwas belum mempunyai bukti yang kuat untuk melaporkan kasus ini sebagai tindak

pidana.

Walaupun belum ada yang ditetapkan sebagai pelaku, Suyono mengatakan kasus ini jelas-jelas telah melanggar pidana. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dapat dikenakan hukuman penjara.

Sementara itu, KaPolres Blitar AKBP Wahyono menuturkan, polisi belum bertindak terlalu jauh masalah tersebut. Saat ini, Panwas sendiri masih koordinasi dengan Gakumdu tentang masalah itu. (ANT-073*E009/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010