berbagai data dan fakta menunjukkan bahwa perempuan masih mengalami diskriminasi
Jakarta (ANTARA) - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga mengatakan perlu upaya bersama untuk mewujudkan kesetaraan gender dan memastikan para perempuan Indonesia tidak tertinggal di masa mendatang.
"PR (Pekerjaan Rumah) kita hari ini bukan hanya untuk menutupi lubang ketidaksetaraan yang masih ada, namun juga berpikir dua, tiga langkah lebih maju dan memastikan perempuan Indonesia tidak lagi tertinggal di masa depan," katanya dalam Webinar Forum Jurnalis Perempuan Indonesia dengan tema "76 Tahun Merdeka, Perempuan Indonesia Sudah Berdaya?" di Jakarta, Sabtu.
Ia menuturkan Indonesia memiliki potensi sumber daya manusia yang besar. Pada 2020 penduduk Indonesia 270,3 juta jiwa di mana hampir setengahnya perempuan.
Kesetaraan dan keadilan bagi perempuan dan laki-laki, katanya, menjadi tujuan penting untuk dicapai karena akan menentukan kualitas sumber daya manusia (SDM) bangsa dalam menjadi motor pembangunan.
Baca juga: KPPPA luncurkan program pelatihan kewirausahaan berperspektif gender
Dibandingkan dengan masa sebelum kemerdekaan, Menteri Bintang menuturkan perempuan Indonesia saat ini memang sudah semakin berdaya di mana semakin banyak perempuan yang mengenyam pendidikan tinggi, berkarya sesuai cita-cita bahkan menjadi pemimpin.
"Namun, kita tidak boleh mudah berpuas hati karena berbagai data dan fakta menunjukkan bahwa perempuan masih mengalami diskriminasi, stigmatisasi, marjinalisasi, dan bahkan kekerasan," tuturnya.
Perempuan juga belum secara setara mendapatkan akses partisipasi, kontrol, dan manfaat pembangunan dibandingkan dengan laki-laki.
Berdasarkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang mengukur kualitas hidup manusia dari tiga aspek penting yakni aspek kesehatan, pendidikan, dan ekonomi, pada 2020 menunjukkan ketimpangan di mana IPM laki-laki sudah masuk dalam kategori pencapaian tinggi, sedangkan IPM perempuan taraf sedang.
Hal itu, juga terlihat dari Indeks Pembangunan Gender (IPG) yang pada 2020 baru menunjukkan angka 91,06.
Baca juga: Ketidakberdayaan ekonomi sebabkan kekerasan terhadap perempuan
Demikian juga, Indeks Pemberdayaan Gender yang mengukur peran aktif perempuan terutama dalam bidang politik, pengambilan keputusan serta ekonomi dan secara khusus melihat peran perempuan dalam kepemimpinan dan pengambilan keputusan baru menunjukkan angka 75,57 pada 2020.
Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional Tahun 2016 bahkan menunjukkan satu dari tiga perempuan usia 15-64 tahun pernah mengalami kekerasan fisik dan atau kekerasan seksual oleh pasangan dan selain pasangan selama hidupnya.
Menteri Bintang mengatakan budaya patriarki yang masih langgeng dalam masyarakat merupakan akar masalah ketidaksetaraan tersebut. Perempuan sering kali dinomorduakan terlebih dalam situasi yang serba sulit sehingga tidak mendapatkan haknya.
Pandemi COVID-19 juga semakin memperburuk ketidaksetaraan gender yang dialami perempuan, terutama bagi mereka yang memiliki kerentanan ganda seperti tinggal dalam keluarga prasejahtera, menjadi kepala keluarga, memiliki disabilitas ataupun merupakan penyintas kekerasan.
"Oleh karenanya, perhatian terhadap pemberdayaan perempuan dalam masa-masa sulit ini menjadi lebih penting lagi," ujarnya.
Baca juga: MPR: Pemahamanan kesetaraan gender harus diwujudkan bersama
Baca juga: Kasus kekerasan seksual di dunia maya meningkat pesat di masa pandemi
Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2021