Pagaralam, Sumsel (ANTARA News) - Hujan es serta hujan abu vulkanik dari Gunung Dempo di Kota Pagaralam, Sumatera Selatan, dalam sepekan terakhir menyebabkan ratusan hektar tanaman kopi dan sayuran rusak, terancam gagal panen.
Kerusakan terparah berada di kawasan Dusun Krinjing, Pagarwangi, Bumiagung, Kecamatan Dempo Utara, hampir sebagian besar buah kopi runtuh dan sayur rusak, kata Don (27), warga setempat, Selasa.
Dia mengatakan, hujan es dan hujan abu bukan hanya merusak buah kopi, tapi juga membuat sebagian tanaman sayur membusuk dan layu. Hal ini cukup berpengaruh dengan hasil panen kopi dan sayuran warga setempat untuk musim panen berikutnya.
"Kalau buah kopi pada musim panen tahun mendatang pasti turun drastis, sedangkan sayur tergantung waktu panen, biasa jadi antara tiga bulan hingga empat bulan ke depan," ungkap dia.
Panen mendatang, kata dia, dipastikan akan gagal panen karena buah kopi sudah runtuh dan membusuk setelah disiram hujan abu dan es. Sedangkan sayuran meskipun panen, hasilnya akan berkurang hingga 50 persen.
"Hasil panen kopi kalau kondisi normal bisa mencapai 2-3 ton per hektare, tapi dengan kondisi ini kemungkinan menurun beberapa kali lipat, lebih parah lagi batang kopi yang baru distek juga banyak mati," ungkap dia lagi.
Senada dengan Don, Jani mengatakan, untuk musim panen depan para produksi kopi yang ada di kawasan tersebut dipastikan menurun drastis
"Semua bunga kopi membusuk kerena terkena hujan es beberapa waktu lalu. Kondisi ini pasti berdampak dengan hasil panen kami untuk musim mendatang," ungkap dia pula.
Kepala Dinas Pertanian dan Hultikultura Kota Pagaralam, Jumaldi Jani, mengatakan bahwa memang ada beberapa daerah yang sering mengalami hujan abu dan hujan es, apa lagi di kaki Gunung Api Dempo terutama di Kecamatan Dempo Utara.
Kondisi ini tidak dapat dicegah dan dihindari, tentunya sebagai langkah antisipasi petani harus berupaya mencari alternatif tanaman lain yang memiliki waktu tanam lebih singkat, tidak hanya bergantung dengan kopi.
(ANT-127/S026)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010