Kupang (ANTARA News) - Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (Ispa) mulai menyerang sekitar 454 warga Desa Skinu, Kecamatan Toeanas, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur, setelah banjir yang menewaskan 16 orang di wilayah itu.

Camat Toeanas David Kase, ketika dihubungi dari Kupang, Minggu, mengatakan laporan para tim medis dan relawan di sekitar lokasi kejadian menyebutkan sejak Sabtu sejumlah pasien memenuhi tempat pelayanan kesehatan yang diberikan petugas kesehatan dengan dukungan delapan puskesmas seperti Hauhasi, Boking, Nunkolo, Manufui, Oinlasi, Ayotupas, Lotas dan Oeekam.

Serangan Ispa ini menambah kecemasan para korban sehingga mereka diminta untuk segera mendatangi pusat kesehatan masyarakat atau sarana keseahtan terdekat untuk segera mendapatkan pertolongan para tim medis, katanya.

"Saat ini di Desa Skinu terdapat sekitar 361 kepala keluarga atau 1.898 jiwa, Dari total tersebut sekitar 454 orang lebih berada di tenda-tenda darurat sehingga pelayanan keseahtan para pengungsi itu dilakukan langsung di tenda-tenda penampungan," katanya.

"Dari total 161 KK atau 454 jiwa tersebut, sekitar 123 KK atau 328 jiwa berasal dari Dusun C, sementara sekitar 38 KK atau sekitar 126 jiwa berasal dari Dusun D disebar ke balai desa, tenda-tenda darurat dan keluarga terdekat lokasi bencana itu," katanya.

Sedangkan warga lainnya memilih bergabung dengan keluarga di Dusun A dan Dusun B di Desa Skinu.

Ia mengatakan selama masa tanggap darurat kebutuhan makan dan minum para korban banjir yang memilih tinggal sementara di tenda-tenda darurat dilayani petugas dari pemerintah setempat dan dibantu pasokan makanan dari warga sekitar yang tidak terkena bencana banjir Ponof.

Camat Kase yang juga Koordinator Lapangan (Koorlap) penanganan dan penanggulangan becana banjir itu mengatakan saat ini pihaknya tengah melakukan pendekatan kepada warga dua dusun C dan D di Desa Skinu melalui tokoh adat dan tokoh masyarakat setempat agar mau direlokasi ke tempat yang lebih aman dan nyaman serta terhindar dari ancaman bencana serupa pascabencana Rabu, (3/11) dini hari.

"Memang ada sebagian masyarakat yang meminta agar dilakukan normalisasi terhadap kali yang ada, tetapi normalisasi itu lebih pada tindakan mengobati dan bukan mencegah terjadinya bencana serupa, sehigga relokasi merupakan pilihan dan solusi yang tepat," katanya.

Karena situasi di lokasi kejadian belum normal dan pulih benar, sehingga koordinasi dan komunikasi dilakukan dengan pihak terkait, terutama bersama para tokoh masyarakat dan tokoh adat setempat. (ANT-084/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010