Kita perlu berhitung secara cermat, khususnya di Pemerintah Daerah, untuk mengalokasikan berapa dosis satu dan dosis dua
Jakarta (ANTARA) - Sejalan dengan vaksin COVID-19 yang tiba secara bertahap di Tanah Air, pemerintah terus menggencarkan program distribusi vaksinasi. Targetnya, setidaknya masyarakat bisa menerima dosis pertama vaksinasi.
Hingga Selasa (10/8), vaksinasi dosis pertama sudah mencapai 52 juta dosis, sedangkan vaksinasi dosis kedua mencapai 25,5 juta dosis. Bahkan, sejumlah tenaga kesehatan sudah mendapatkan 112 ribu dosis ketiga untuk menambah perlindungan, booster, mereka yang berisiko tinggi terpapar COVID-19.
Juru bicara vaksinasi COVID-19 Kementerian Kesehatan RI dr Siti Nadia Tarmizi M.Epid dalam keterangannya pada Kamis mengakui alokasi penyuntikan vaksinasi COVID-19 di Indonesia dosis pertama dan kedua sedikit kurang tepat waktu disebabkan berbagai hal.
Salah satu penyebab terhambatnya alokasi penyuntikan vaksinasi COVID-19 di antaranya adalah tingginya antusiasme masyarakat untuk melakukan vaksinasi sementara vaksin yang datang secara bertahap dan membutuhkan proses lanjutan sebelum didistribusikan ke masyarakat.
"Ada berbagai proses yang perlu dilakukan sebelum vaksin dapat sampai ke masyarakat. Ada proses karantina, lalu kontrol kualitas vaksin, hingga dikeluarkannya lot vaksin dari Badan POM, untuk memastikan keamanan dan kualitas vaksin supaya tidak menjadi masalah, sementara antusiasme masyarakat tinggi. Kita perlu berhitung secara cermat, khususnya di Pemerintah Daerah, untuk mengalokasikan berapa dosis satu dan dosis dua,” kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan itu.
Dia mengatakan bahwa mekanisme alokasi vaksinasi perlu dilihat dan diperhitungkan secara jeli, mengingat vaksin diterima secara bertahap.
"Kita akan terus menerima suplai vaksin dari produsen hingga memenuhi kebutuhan 426 juta dosis vaksin. Tapi ingat, kita tidak menerimanya dalam satu waktu sekaligus," kata dr Nadia.
Baca juga: RI akan terima hibah vaksin gelombang kedua dari Jepang
Baca juga: Menaker tinjau vaksinasi kedua 2.000 pekerja ritel di Bandung
Bagaimana jika terlambat vaksinasi dosis kedua?
Menyikapi hal itu, masyarakat diimbau tidak perlu khawatir apabila saat ini sedikit terlambat menerima vaksinasi dosis kedua.
Vaksinolog dr Dirga Sakti Rambe, M.Sc, Sp.PD, menerangkan bahwa masyarakat perlu menyadari saat ini stok vaksin COVID-19 datang bertahap.
"Sekarang stok vaksin COVID-19 tidak banyak dan datang secara bertahap. Kondisi inilah yang membuat pemerintah memprioritaskan vaksinasi dosis pertama terlebih dahulu. Dengan vaksinasi dosis pertama, diharapkan seseorang sudah punya antibodi walau belum optimal," kata dokter yang berpraktik di Omni Hospital Pulomas dan RS Menteng Mitra Afia tersebut.
Dalam sudut pandang keilmuan, dr Dirga mencoba memberikan pengertian bahwa apa yang dilakukan pemerintah saat ini agar di kalangan masyarakat tercipta perlindungan di level tertentu meski belum mendapat vaksinasi lengkap dua kali. Setelah itu secara bertahap sesuai dengan ketersediaan vaksin, barulah dilengkapi dengan vaksin dosis kedua.
"Tentunya ini berpengaruh terhadap proteksi yang ditimbulkan antibodi tubuh, karena seseorang akan terlindungi secara menyeluruh ketika sudah lengkap mendapatkan vaksin," kata dr Dirga.
Hanya saja jarak waktu pemberian vaksin dosis kedua memang cukup lama seperti Sinovac yang memakan waktu 28 hari setelah vaksin dosis pertama diberikan, AstraZeneca 8-12 minggu, dan Sinopharm 21 hari, yang rata-rata pemberian dosis mencapai tiga minggu lebih.
"Prinsipnya memang interval pemberian yang terbaik adalah tepat waktu. Namun apabila telat seminggu bahkan sampai tiga minggu dari jadwalnya, itu tidak masalah. Bahkan penelitian di negara lain, contohnya AstraZeneca dan Pfizer, ternyata membuktikan ketika interval waktu pemberiannya diperpanjang, efektivitasnya makin baik," kata dr Dirga.
Lebih lanjut, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan, bila dosis kedua diberikan tertunda lebih dari empat minggu, maka harus vaksin diberikan secepatnya bila sudah memungkinkan. Seseorang yang terlambat mendapatkan suntikan dosis kedua, tak perlu mengulang dosis pertama bila mendapatkan dosis kedua kurang dari dua pekan setelah dosis pertama.
Sementara itu, terkait antibodi yang didapatkan, Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) menyatakan, penelitian tentang perpanjangan interval vaksinasi tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan pada titer antibodi akhir orang yang divaksin.
Menurut PAPDI, seseorang tidak perlu memulai ulang dosis vaksin atau menambahkan dosis gara-gara interval yang diperpanjang.
Pekan pertama Agustus, Kemenkes sudah mendistribusikan 13 juta dosis vaksin ke seluruh provinsi di Indonesia.
"Kita tahu beberapa waktu sebelumnya, ada Kabupaten/Kota yang melaporkan stok vaksinnya sempat menipis. Kita sudah distribusikan kembali minggu lalu, dan di akhir minggu ini kita akan mendistribusikan kembali kurang lebih 5 juta dosis vaksin," kata dr Nadia.
Di bulan Agustus juga Kemenkes akan mendapatkan total vaksin sebanyak 70-80 juta dosis. Pada Selasa (10/8) ini, kembali Indonesia menerima kedatangan vaksin AstraZeneca sebanyak 594 ribu dosis dari komitmen perjanjian bilateral antara pemerintah Indonesia dengan produsen AstraZeneca. Sampai saat ini Kemenkes sudah mendistribusikan lebih dari 101 juta dosis vaksin COVID-19.
"Diperkirakan saat ini ada sekitar 15 juta dosis yang masih beredar dan bisa digunakan untuk program vaksinasi di seluruh Indonesia," kata dr Nadia.
Meski keterlambatan vaksinasi dosis kedua masih dibilang aman menurut pakar, sejatinya tidak disarankan seseorang untuk menunda vaksinasi dosis kedua, karena pemberian dosis vaksin yang terbaik adalah tepat waktu.
Baca juga: Tetap vaksin COVID-19 dosis kedua walau terlambat
Baca juga: Vaksinasi booster nakes rampung pekan kedua Agustus
Baca juga: Vaksin Moderna disebut tetap manjur 4-6 bulan usai dosis kedua
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2021