Nusa Dua (ANTARA News) - Lagu "Happy Birthday" tiba-tiba mengumandang di lapangan tenis indoor Bali International Convention Centre saat petenis cantik itu memasuki lapangan.
Tanpa komando, hampir semua penonton yang sudah menanti gadis semampai itu beraksi, kompak bernyanyi. Hal itu membuat gadis berambut panjang yang tubuh indahnya saat itu dibalut kostum terusan tanpa lengan berwarna pink keunguan itu mengembangkan senyumnya.
"Terima kasih, ini sangat menyenangkan. Kejutan yang indah," kata Ana Ivanovic setelah sekali lagi, sejumlah jurnalis menyanyikan lagu selamat ulang tahun ketika ia akan memberi keterangan pers usai pertandingan.
Ucapan selamat tidak sampai di situ. Petenis kelahiran Beograd, 6 November 1987 itu juga mendapat kue ulang tahun berhiaskan bola dan raket tenis dalam jamuan makan malam perpisahan pada Sabtu malam.
Itu bukanlah satu-satunya pengalaman indah saat memperingati hari jadinya. Pada ulang tahunnya yang ke-20 tiga tahun lalu, Presiden Serbia, Boris Tadic, menghadiri pesta ulangtahunnya.
Ulang tahun juga mengingatkan dia pada raket pertamanya yang diperoleh sebagai hadiah saat usianya genap lima tahun, yang menjadi awal kecintaannya pada tenis.
Sampai sekarang ia masih menyimpan raket tersebut di dalam lemari di kamar tidurnya.
Namun, tentu saja hadiah terindah pada hari ulang tahunnya yang ke-23 adalah kemenangannya atas petenis veteran asal Jepang Kimiko Date Krumm. Kemenangan yang membawanya ke final kedua tahun ini, setelah bulan lalu meraih gelar di Linz.
Kimiko pun berkomentar bahwa kekuatan yang diperoleh pada hari ulang tahun itu sungguh luar biasa dan mampu mengalahkan kekuatan yang diperolehnya saat berdoa di Pura beberapa hari sebelumnya.
"Birthday power mengalahkan Temple power," kata Kimiko berseloroh. Sebelumnya, ia yakin bahwa doa yang ia panjatkan di Pura Taman Sari, Kamis, memberinya kekuatan untuk menang saat melawan unggulan teratas Li Na sekaligus membawanya ke semifinal.
Bisa jadi apa yang diucapkan petenis Jepang berusia 40 tahun itu benar. Bagaimana tidak, Ana harus bermain selama lebih dari dua jam untuk mengalahkan dia dalam tiga set yang diwarnai tiebreak pula. Bukan sesuatu yang mudah.
Meskipun ia melakukan enam kesalahan ganda, tetapi Ana juga menghasilkan delapan "ace" sepanjang pertandingan berkualitas antar dua petenis yang terpaut usia 17 tahun itu.
Pasang surut
Seperti umumnya petenis lainnya, Ana Ivanovic pun mengalami pasang surut sepanjang karir tenisnya, sejak penampilan perdananya pada kualifikasi sirkuit ITF Luksembourg tujuh tahun lalu.
Ia pernah mencapai posisi tertinggi dalam karirnya saat ia menempati peringkat satu dunia pada 2008. Tetapi ia juga pernah berada di titik terburuk ketika peringkatnya yang sempat mencapai puncak, turun hingga di luar 20 teratas dunia pada tahun lalu.
Meski demikian, senyumnya tidak pernah hilang.
Putri pasangan Miroslav dan Dragana itu tumbuh dalam keluarga yang menyukai olah raga. Namun tidak seorang pun dari keluarganya bermain tenis sebelum ia mulai mengayun raket pada usia lima tahun setelah menyaksikan penampilan Monica Seles di televisi.
Gadis yang sangat menyukai permainan sudoku -- kerap dimainkan di ruang ganti saat menjelang pertandingan -- mempunyai berbagai cerita menarik yang menyertai perkembangan karirnya.
Karena tinggal di wilayah yang selalu dilanda konflik, Ana tak mudah menjalani masa-masa latihannya di Belgrade, kota kelahirannya. Salah satunya ketika Belgrade dibombardir NATO pada tahun 1999.
"Agar tetap bisa bermain tenis, saya pun harus mengatur jadwal latihan di tengah situasi seperti itu. Jalan keluarnya, saya harus berada di tempat latihan sejak pukul 06.00," katanya.
Dampak lainnya, karena berbagai kerusakan yang terjadi, Ivanovic harus berlatih di kolam renang kosong yang "disulap" menjadi lapangan tenis. Ivanovic kecil pun melatih kekuatan tangannya dengan memukul bola ke dinding kolam.
Karirnya perlahan meningkat ketika ia mencapai final Wimbledon Junior pada 2004, kalah oleh Kateryna Bondarenko, diikuti gelar WTA Tour pertamanya di Canberra serta pertamakali mencapai perempatfinal Grand Slam di Rollad Garros setahun kemudian.
Petenis yang gelar membaca dan mendengarkan musik serta nonton film thriller untuk mengisi waktu senggangnya itu, untuk pertama kali mencapai lima peringkat teratas dunia pada 2007 ketika ia mencapai final Grand Slam pertamanya di Prancis Terbuka.
Gelar Grand Slam pertama di Paris pada 2008 dan mencapai final Australia Terbuka meningkatkan peringkatnya menjadi nomor satu dunia. Akan tetapi serangkaian cedera termasuk cedera ibujari tangan kanan yang membuat penampilannya buruk di Wimbledon dan menarik diri dari Olimpiade, membuat rankingnya melorot ke luar 20 peringkat teratas pada 2009.
Kemenangan di Linz bulan lalu menjadi titik balik pada karirnya. "Saya merasa permainan saya bagus. Turnamen di Linz jelas adalah pekan yang sangat penting bagi saya, kemenangan pertama saya dalam waktu yang lama. Saya banyak belajar dari pengalaman itu," katanya.
Dan sekarang, di Bali, tempat yang menurutnya sangat cantik, dia selangkah lagi mencapai gelar keduanya tahun ini. Pada partai puncak, Minggu, petenis yang menyebut sushi sebagai makanan favoritnya itu, akan melawan Alisa Kleybanova untuk memperebutkan gelar juara.
Soal Bali, petenis yang menetap di Basel, Swiss itu menyebutnya sebagai, "tempat yang cantik, saya suka pantai, ini venue yang sempurna bagi saya."
(F005/B010)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2010