Surabaya (ANTARA) - Ketua DPD RI, AA La Nyalla Mahmud Mattalitti, menilai pandemi COVID-19 merupakan momentum tepat bagi bangsa Indonesia untuk mewujudkan kemandirian kesehatan, termasuk mengurangi ketergantungan obat dan bahan obat dari luar negeri.
"Ketika menjadi pembicara 'webinar' Dewan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Syariah Indonesia (DEMFASNA) beberapa waktu lalu, saya katakan hikmah terbesar dari pandemi adalah terungkapnya persoalan-persoalan fundamental di banyak sektor yang selama ini belum terpikirkan," ujarnya di sela masa reses di Jawa Timur, Kamis.
Ia memisalkan, di sektor kesehatan yang terlihat rapuh, seperti fasilitas kesehatan nyaris kolaps, kemudian kurang tersedianya oksigen serta obat-obatan.
La Nyalla juga teringat apa yang disampaikan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin tentang sulitnya menangani COVID-19 karena Indonesia masih impor obat dan bahan baku obat, yakni sekitar 97 persen obat-obatan masih impor dan 3 persen diproduksi dalam negeri.
Baca juga: Luhut ungkap upaya pemerintah kembangkan industri alkes dalam negeri
Baca juga: Menkes: Hanya 3 persen obat diproduksi di dalam negeri
Padahal, dari 1.809 macam obat yang ada di e-Katalog, hanya 56 item obat yang belum diproduksi di dalam negeri, kemudian dari 10 bahan baku obat yang terbesar baru dua yang ada di Indonesia, lainnya masih impor.
Terkait hal ketergantungan obat dari luar negeri, ia menyarankan agar Indonesia mulai memanfaatkan biodiversity atau keanekaragaman hayati yang ada sebagai obat siap pakai maupun bahan baku obat-obatan.
"Kita mempunyai biodiversity sangat banyak. Dari Sabang sampai Merauke, melimpah bahan yang bisa dikembangkan dalam bentuk obat-obatan siap pakai maupun sebagai bahan baku," ucap mantan ketua Kadin Jatim itu.
Baca juga: Produsen minta obat produksi dalam negeri masuk dalam sistem JKN
Baca juga: Luhut sebut 70 persen obat kini bisa diproduksi di dalam negeri
La Nyalla mencontohkan, bahan baku untuk obat paracetamol yang sampai saat ini masih impor, padahal menurutnya Indonesia sudah memiliki bahan bakunya, yaitu zat fenol sisa produksi bahan bakar minyak yang dibuat oleh PT Bio Farma.
Untuk itu, La Nyalla mendorong lembaga penelitian dan perguruan tinggi terus melakukan riset dan bekerja sama dengan perusahaan farmasi dalam produksi.
"Artinya hasil riset tidak hanya sebatas publikasi ilmiah namun juga ke proses hilirisasi," kata mantan ketua umum PSSI tersebut.
Pewarta: Fiqih Arfani
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2021