Yangon (ANTARA News/AFP) - Rakyat Myanmar memberikan suara Minggu dalam pemilu pertama selama 20 tahun dengan keluhan intimidasi dan kecurangan yang menambah kekhawatiran pemilu merupakan kepura-puraan untuk memberi sepuhan demokrasi pada puluhan tahun kekuasaan tangan besi militer.


Ikon demokrasi Aung San Suu Kyi tetap ditahan dan dua partai pro junta bersama-sama menebar sekitar duapertiga dari total kandidat, membiarkan oposisi pecah sedikit kesempatan untuk bisa menang.


Pemenang Hadiah Nobel Perdamaian itu membawa partainya mencapai kekuasaan pada 1990 namun hasilnya tidak pernah diakui oleh para jenderal yang berkuasa. Dia telah ditahan selama waktu 20 tahun silam dan mendukung pemboikotan pemilu Minggu.


Tempat pemungutan suara buka pada pukul 6:00 pagi (2330 GMT Sabtu) namun tidak jelas berapa banyak dari lebih 29 juta pemilih yang berhak akan memberikan suara, dimana banyak orang di negara miskin itu apatis dan kecewa terhadap proses tersebut.


Pengamanan ketat dimana polisi bersenjata melakukan patroli di jalan-jalan utama kota Yangon.


"Mereka sangat was-was dengan hari pemilu," kata seorang pegawai negeri di Naypyidaw kepada AFP, menambahkan bahwa toko-toko di ibukota diperintahkan tutup pada Jumat malam dan tidak boleh buka lagi sampai sesudah pemungutan suara.


Meski junta tidak populer, kekuasaan mutlak politisnya, Partai Serikat Solidaritas dan Pembangunan (USDP), secara luas diperkirakan akan menang, dibantu dengan keuangan yang besar dan keunggulan kampanye, serta iklim ketakutan.


Seperempat kursi di parlemen diperuntukkan bagi militer yang ditunjuk apapun hasilnya.


Dua partai oposisi telah menuduh USDP -- yang dibentuk oleh para menteri yang pensiun dari militer pada April -- secara ilegal mengumpulkan suara di muka dengan paksaan.


Ketua Partai Demokrat Thu Wai mengatakan kepada AFP Jumat bahwa partainya "sangat prihatin" dengan laporan-laporan intimidasi pemilih di seluruh negeri dan telah mengajukan protes resmi.


"Kami telah mengetahui bahwa USDP bersama dengan lingkungan berwenang mencoba mengambil keuntungan suara dengan mencurangi, menyuap atau mengancam orang," kata surat dari partai itu kepada Komisi Bersama Pemilu di ibukota Naypyidaw.


Tanda-tanda intimidasi pemilih juga dilaporkan oleh Organisasi Hak Asasi Manusia Chin, yang mengatakan bahwa di lingkungan di Negara Bagian Chin di Myanmar bagian barat salah satu tempat pemungutan suara berada di pos pemeriksaan angkatan darat.


Junta telah menolak memberi ijin bagi pemonitor internasional atau media asing memasuki negara itu untuk meliput pemilu dan para wartawan lokal dilarang keras mengunjungi tempat-tempat pemungutan suara kecuali dalam tur resmi.


Para jenderal yang memerintah juga khawatir dengan sengaja memblokir akses informasi. Para pengguna internet di negara yang serba rahasia itu melaporkan koneksi lambat dan sering putus selama lebih dari satu minggu.


Di banyak konstituen pemungutan suara menjadi balapan dua kuda antara USDP dan Partai Persatuan Nasional (NUP), yang merupakan penerus dari partai almarhum diktator Ne Win dan berkaitan erat dengan militer yang mapan.


NUP dapat memegang perimbangan kekuatan di parlemen namun hal itu tetap tidak jelas apakah saingan murni terhadap USDP atau hanyalah kekuasaan mutlak lain dari rejim militer.


Intensi ketua junta Than Shwe juga tetap berselubung misteri.


Banyak spekulasi bahwa ia kemungkinan segera turun sebagai panglima angkatan bersenjata namun sedikit yang mengharapkan ia akan melepas kekuasaan nyata. (ANT/K004/TERJ)

Penerjemah: Kunto Wibisono
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010