Jakarta (ANTARA) - Berhenti merokok dapat mengurangi risiko penyakit degenerasi makula terkait usia atau Age-related Macular Degeneration (AMD) yang dapat berujung kepada kebutaan permanen pada orang lanjut usia.

Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (Perdami) Cabang DKI Jaya dr. Elvioza, SpM(K) menjelaskan kebiasaan merokok adalah salah satu faktor yang meningkatkan risiko penyakit AMD, begitu juga gaya hidup tidak sehat lain seperti jarang olahraga, obesitas, pola makan tidak baik, hipertensi hingga adanya riwayat AMD pada keluarga.

"Ada faktor risiko yang tidak bisa dihindari seperti genetik dan usia, tapi ada yang bisa dihindari seperti gaya hidup. Dengan berhenti merokok, risiko AMD jauh menurun," kata Elvioza dalam konferensi pers daring, Kamis.

Perempuan lebih berisiko terkena penyakit ini. Belum diketahui apa penyebab persis yang membuat kaum Hawa lebih berisiko. Tetapi fakta statistik menunjukkan penyakit ini memang lebih banyak diderita perempuan.

AMD menyerang 8,7 persen populasi penduduk berusia di atas 50 tahun. Karena penyakit ini terkait dengan usia, tingkat keparahan juga bertambah seiring pertambahan usia. AMD adalah penyebab utama gangguan penglihatan dan kebutaan pada lansia usia 65 tahun ke atas di berbagai wilayah, termasuk Asia. Penyakit ini bisa ditangani agar tidak memburuk bila dideteksi sejak dini.

Elvioza mengatakan saat ini usia harapan hidup semakin tinggi karena kualitas kesejahteraan yang membaik membuat penderita penyakit AMD semakin banyak. Ini tidak hanya menimbulkan masalah untuk pasien maupun keluarganya, tetapi juga kepada sistem kesehatan masyarakat.

Dia menjelaskan, degenerasi makula terkait usia adalah penyakit yang bisa mempengaruhi mata seiring pertambahan usia, juga bisa menyebabkan masalah penglihatan. Penyakit ini mempengaruhi makula, pusat penglihatan di area pusat retina di bagian belakang mata.

Degenerasi makula terkait usia biasanya menyerang satu mata, tapi di tahap berikutnya bisa mempengaruhi mata yang lain.

"Kalau satu mata terkena, mata sebelahnya berisiko tinggi untuk kena. Karena ini penyakit degeneratif yang disebabkan usia, sifatnya sistemik, jadi dua bola mata terancam terkena penyakit. Kalau dua mata kena dan tidak diobati, pasien akan buta permanen," jelas dokter dari Universitas Indonesia.

AMD terbagi menjadi dua tipe, tipe kering atau Dry-AMD dan tipe basah atau Wet-AMD. Sebagian besar yang kasus (85-90 persen) ditemukan adalah tipe kering yang jarang menyebabkan kehilangan penglihatan. Pada degenerasi makula tipe kering, tidak ada pengobatan untuk menyembuhkan, namun perkembangannya bisa diperlambat dengan suplemen.

Tipe basah lebih jarang ditemukan, hanya sekitar 10-15 persen dari semua total kasus penyakit degenerasi makula terkait usia. Namun Wet-AMD punya peran 90 persen pada kasus kehilangan penglihatan yang parah.

Pada Wet-AMD, pembuluh darah baru terbentuk di bagian makula. Pembentukan pembuluh darah ini didorong protein yang disebut VEGF. Pembuluh darah ini halus dan cenderung menyebabkan kebocoran cairan atau darah yang mengganggu fungsi sel retina dan bisa menyebabkan kehilangan penglihatan.

Baca juga: Waspadai penyebab kebutaan pada usia lanjut

Baca juga: Kenali gejala penyakit degenerasi makula tipe basah

Gejala dan pengobatan

Gejala dari degenerasi makula terkait usia tipe basah diantaranya adalah berkurangnya kemampuan penglihatan, terutama pada bagian tengah ruang pandang. Hal ini ditandai dengan penglihatan buram, bintik hitam pada pusat penglihatan, penglihatan bergelombang atau metamorfopsia di mana garis lurus terlihat bergelombang atau terdistorsi, serta adanya peningkatan sensitivitas terhadap cahaya.

Dia menegaskan, Wet-AMD yang tidak segera ditangani bisa menyebabkan risiko kehilangan penglihatan yang parah dan meningkatkan risiko kebutaan. Maka, penting bagi pasien Wet-AMD untuk datang ke dokter sesuai jadwal dan mengikuti arahan dokter.

Diagnosis Wet-AMD dilakukan dengan beberapa langkah, seperti melakukan tes ketajaman visual, Amsler Grid Test di mana pasien diminta melihat gambar persegi yang punya garis vertikal dan horizontal. Pelaksanaan tes ini dapat membantu menentukan apakah pasien mengalami gejala awal AMD yaitu distorsi dari garis, gambar menjadi buram, perubahan warna amsler grid, dan tidak mampu melihat titik tengah dengan jelas.

Jika dari tes tersebut ditemukan kelainan, dokter akan melakukan tes lanjutan menggunakan alat oftalmoskopi. Dokter juga akan melakukan pemeriksaan makula di bagian belakang mata untuk mencari tanda-tanda terjadinya degenerasi.

Tes lanjutan seperti optical coherence tomography (OCT) diperlukan untuk memeriksa berapa banyak cairan di makula dan melakukan fluorescein angiography untuk memeriksa pembuluh darah yang bocor menggunakan zat pewarna fluorescent sehingga pasien dapat dipastikan menderita Wet-AMD atau tidak.

Beberapa tahun belakangan, pengobatan Wet-AMD semakin efektif dibandingkan masa lampau. Sejak 2006, ditemukan obat anti-vascular endothelial growth factor (anti-VEGF). Terapi ini dilakukan dengan menyuntikkan obat ke bola mata pasien setelah dibius dengan obat tetes mata anestesi.

Meski terkesan menyeramkan, Elvioza mengatakan jarum yang dipakai sangat kecil dan halus, lebih kecil dibandingkan bulu mata.

Perawatan ini biasanya punya tingkat keberhasilan tinggi dan bisa mencegah memburuknya penglihatan penderita. Namun, setiap kerusakan yang telah terjadi tidak dapat diperbaiki sehingga penting untuk memulai perawatan sedini mungkin.

Injeksi biasanya dilakukan per bulan selama tiga bulan, selanjutnya dokter akan memonitor hingga penyakit pasien bisa dikendalikan.

Pasien harus mengikuti jadwal pengobatan dan arahan dari dokter. Semakin teratur pasien datang untuk mengontrol, akan semakin baik.

"Jangan sampai tidak kontrol dan baru datang ketika kondisi lebih berat, dampaknya akan buruk," ujar dia, menambahkan tidak ada istilah "sembuh", melainkan "terkontrol".

Dia menegaskan, pasien harus tetap disiplin kontrol meski tidak ada keluhan agar penyakit tetap terkendali. "Kalau kambuh, bisa dikasih pengobatan lebih dini."

Penting juga untuk menjalani gaya hidup sehat, rutin berolahraga dan berhenti merokok. Kurangi juga paparan sinar matahari dan jalani diet makanan tinggi antioksidan seperti bayam, selada, paprika hingga jagung manis.


Baca juga: Aflibercept, opsi obati penyakit penglihatan lansia

Baca juga: Kekuatan jeruk untuk kesehatan mata hingga otak

Baca juga: Waktu tepat periksa mata pada ahlinya

Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2021