Yogyakarta (ANTARA News) - Puluhan jenazah korban letusan Gunung Merapi pada Jumat (5/11) dini hari yang berada di Instalasi Forensik RS Dr Sardjito Yogyakarta tidak mudah diidentifikasi karena kondisinya sudah rusak.

"Dari 81 jenazah yang berada di instalasi forensik, kemungkinan hanya 10 persen dalam kondisi baik sehingga mudah dikenali dan diidentifikasi," kata anggota Tim "Disaster Victim Identification" (DVI) Polda DIY Teguh Dwi Santosa di RS Dr Sardjito Yogyakarta, Sabtu.

Meskipun demikian, ia mengatakan, tim DVI dan juga dokter forensik dari RS Dr Sardjito akan tetap melakukan identifikasi secara maksimal khususnya identifikasi sekunder seperti mengenali ciri fisik dan barang yang dipakai korban sehingga seluruh jenazah diharapkan dapat teridentifikasi.

Selain itu, lanjut dia, tim DVI juga telah melakukan pengambilan sampel DNA terhadap seluruh jenazah, sehingga apabila ada keluarga yang menginginkan dilakukan tes tersebut, tim DVI siap melakukannya.

"Tetapi biaya untuk melaksanakan tes DNA tersebut dibebankan kepada keluarga yang memintanya. Minimal Rp9 juta untuk melakukan tes DNA," kata Teguh yang juga menerapkan identifikasi dengan pengenalan sidik jari.

Tim DVI, kata dia, setidaknya memerlukan waktu sekitar satu pekan untuk melakukan identifikasi terhadap 81 jenazah tersebut, namun tetap menunggu kebijakan dari pemerintah daerah tentang jangka waktu pelaksanaan identifikasi.

"Pascaletusan 26 Oktober lalu, kami bisa melakukan identifikasi terhadap 25 jenazah yang ada dalam waktu satu hari, tetapi kini kondisinya lain dengan banyaknya jenazah yang sudah berada dalam kondisi rusak akibat hangus terbakar," katanya.

Ia juga mengatakan, kendala yang dihadapi tim forensik dalam melaksanakan proses identifikasi adalah tidak adanya ruangan penyimpanan jenazah sehingga dikhawatirkan jenazah tersebut akan semakin memburuk jika tidak segera diidentifikasi.

Tim forensik menerapkan sejumlah tahapan dalam proses identifikasi jenazah yaitu mencocokkan dengan tempat kejadian perkara (TKP), ante-mortem, post-mortem dan proses rekonsiliasi untuk mencocokkan data ante-mortem dan post-mortem.

"Ini memang memakan waktu, tetapi kami ingin benar-benar memastikan bahwa identitas jenazah tersebut benar karena sangat berhubungan dengan persoalan hukum di kemudian hari seperti ahli waris," katanya.

Ia berharap seluruh anggota keluarga yang mencari korban dapat mengerti dengan proses yang dilakukan ini.
(E013/E005)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010