Nusa Dua, Bali (ANTARA News) - "Saya tidak suka bermain bulu tangkis. Lebih melelahkan," ujar gadis kelahiran Wuhan, 26 Februari 1982.
Ia tidak termasuk dalam ratusan juta warga China yang memainkan cabang olah raga paling populer kedua di negaranya itu, meskipun ia lebih dulu mengenal cabang olah raga tepok bulu tersebut.
Ia memilih menekuni tenis, olah raga yang pada masanya kurang populer, sebagai jalan hidupnya.
Akan tetapi, ia pasti tidak akan menyesali pilihannya, karena ia belum tentu mencapai prestasi setinggi sekarang jika tetap menekuni bulu tangkis.
Dialah Li Na, petenis China yang saat ini menempati peringkat 11 dunia, dan mungkin petenis terbaik di Asia setelah ia berhasil menembus sepuluh besar dunia.
Seperti banyak warga China lainnya, ia bermain bulu tangkis di waktu kecil, tetapi pelatihnya terus mengatakan padanya bahwa ia tampak seolah-oleh sedang bermain tenis.
"Bulu tangkis lebih banyak menggunakan pergelangan tangan, tetapi saya lebih banyak menggunakan bahu," kata Li Na yang hanya bertahan dua tahun bermain bulu tangkis.
Saat ia berusia delapan tahun, pelatihnya menyarankan kepada orang tua Li Na agar putrinya beralih ke tenis.
Belakangan, ia menjadi petenis China pertama yang mencapai 30 besar dunia pada 2006, kemudian 20 besar (2007) dan terakhir 10 besar dunia pada tahun ini.
Ia mewakili negaranya pada Olimpiade Beijing 2008 namun gagal mempersembahkan medali bagi negaranya setelah ia kalah pada penentuan juara ketiga (medali perunggu) oleh petenis Rusia Vera Zvonareva.
Putri tunggal pasangan Sheng Peng dan Yan Ping itu menikah dengan Jiang Shan pada 27 Januari 2006. Pelatihnya itulah yang belakangan selalu mendampingi dia bertanding.
"Saya selalu bepergian dengan dia, pada setiap turnamen," kata mahasiswi Huangzhong Institute of Science and Technology tersebut.
Ia mengakui bahwa rumah tangganya tidak pernah luput dari perselisihan dan pertengkaran, namun tidak pernah menjadi besar.
Laki-laki itu pula yang membuatnya memutuskan mentato dada sebelah kirinya dengan gambar bunga mawar dan hati saat ia berusia 16 tahun.
Suaminya mulai menjadi pelatihnya pada 2007, untuk memperbaiki mentalnya yang "lemah", karena gadis itu dikenal sebagai petenis yang temperamental.
"Saya rasa Jiang akan mampu memberi Li apa yang ia sangat ia butuhkan pada tahun-tahun mendatang," kata ketua Asosiasi Tenis Asia pada waktu itu, Sun Jinfang seperti dikutip Chinadaily.
"Li adalah pemain paling berbakat di China tetapi mentalnya yang lemah menghalanginya untuk maju. Jiang pastinya orang yang tepat untuk membantu dia secara psikologis dalam latihan dan kompetisi," tambahnya.
Sejak itu, suaminya selalu menyertai saat Li Na menjalani tur ke berbagai turnamen, termasuk saat ia berlaga di Bali pada turnamen tutup tahun, Commonwealth Bank Tournament of Champions.
Dalam beberapa kesempatan, ia selalu menyebut suaminya, termasuk ketika mantan petenis nasional Indonesia Angelique Widjaja mempraktekkan perawatan pada tangan petenis China itu dalam satu kegiatan di luar lapangan pada turnamen tersebut.
"Saya harus meminta suami saya melakukan ini," katanya.
Sayangnya kiprah unggulan teratas itu hanya berlangsung pendek di Bali karena ia langsung tersisih setelah baru sekali bertanding, dikalahkan petenis Jepang Kimiko Date Krumm.
Tampaknya ia juga tidak mempunyai kesempatan untuk memenuhi hasrat belanjanya di Bali karena ia harus segera pulang ke negaranya. Asian Games sudah menunggu.
"Setelah ini, saya hanya punya waktu tiga sampai lima hari untuk bersantai sebelum kembali lagi ke lapangan. Ada Asian Games, dan setelah itu mempersiapkan diri untuk kompetisi tahun depan," katanya.
(ANT/A024)
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2010