Banda Aceh (ANTARA News) - Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat Margiono mengingatkan para wartawan agar mampu memperhitungkan segala risiko liputan, terutama saat bertugas di wilayah bencana.
"Saya ingin mengingatkan bahwa selain kemampuan profesional meliput dan menulis berita, ada kecakapan lainnya yang harus dikuasai," katanya pada pelantikan kepengurusan PWI Aceh periode 2010-2015 di Banda Aceh, Jumat malam.
Margiono mengatakan belakangan banyak peristiwa memprihatinkan dialami sejumlah wartawan, menjadi korban kekerasan maupun meninggal dunia ketika meliput bencana.
Oleh karena itu, kata dia, seorang wartawan harus mampu mengantisipasi dan memperhitungkan segala sesuatunya ketika bekerja, baik itu saat meliput maupun setelah berita dipublikasikan
Misalnya, ketika meliput sebuah konflik atau daerah bencana, apabila bertugas tanpa mempertimbangkan risikonya, maka dikhawatirkan korban dari kalangan wartawan akan berjatuhan, katanya.
Seperti kejadian dialami seorang wartawan ketika liputan bencana letusan Gunung Merapi di Yogyakarta. Siapa pun tahu pada ketinggian itu, lokasinya meliput berisiko tinggi.
Seharusnya, wartawan yang menjadi korban itu memperhitungkan titik berbahayanya, kalau melanggar tentu mengancam keselamatan jiwa. Ironinya, titik berbahaya ini tetap diabaikan, sehingga nyawa wartawan itu tidak tertolong, katanya.
Harus diakui, kata dia, profesi wartawan penuh risiko. Risiko itu kapan saja bisa terjadi. Potensi risiko yang nyata itu bisa dirasakan saat meliput wilayah konflik dan daerah bencana.
Oleh karenanya, ia mengimbau para pimpinan media massa ketika mengutus wartawannya ke sebuah liputan yang berisiko agar dibekali dengan kemampuan antisipasi.
"Pengabdian itu memang dilaksanakan hingga napas terakhir, tetapi jangan sampai mati konyol dengan alasan mengabdi. Padahal, itu adalah kebodohan yang tidak perlu dikerjakan," kata Margiono. (HSA*BDA1/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010