Semarang (ANTARA News) - Aktivitas perekonomian sebagian warga yang berada di lereng Gunung Merapi terganggu akibat abu vulkanik yang keluar dari gunung di perbatasan Provinsi Jawa Tengah dengan Daerah Istimewa Yogyakarta tersebut.
Seperti yang terjadi di Muntilan, Kabupaten Magelang yang berjarak sekitar 20 kilometer dari puncak gunung tersebut. Sejak Rabu (3/11) hingga Kamis, hampir seluruh pertokoan di daerah tersebut tutup akibat hujan abu tebal dari Merapi. Pasar Muntilan juga lumpuh.
"Hari ini kami tidak berjualan karena hujan abu cukup tebal. Kami merasa khawatir abu tersebut masuk ke makanan, apalagi warung kami berada di pinggir jalan yang ramai lalu lintasnya," kata pemilik warung makan di Muntilan, Budiyono.
Menurut dia, hujan abu hampir tidak pernah berhenti sejak Rabu malam, bahkan hingga sepanjang Kamis siang, sinar matahari tidak terlihat.
Pusat pemerintahan Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali, terlihat lengang akibat ditinggalkan warganya mengungsi setelah semburan abu vulkanik yang terus menerus selama dua hari terakhir.
Kepala Kepolisian Sektor Selo, AKP Suparman, mengatakan, anggotanya terus melakukan penyisiran ke rumah penduduk untuk meminta warga mengungsi ke tempat yang lebih aman karena Merapi terus menyemburkan awan panas.
Di Jawa Tengah, ada tiga kabupaten yang terkena dampak letusan gunung yang berada di ketinggian sekitar 2.965 meter dari permukaan air laut itu, yaitu Kabupaten Magelang, Klaten, dan Boyolali, sedangkan lainnya di Sleman (DI Yogyakarta).
Sementara itu Gubernur Jawa Tengah, Bibit Waluyo, mengatakan, jumlah warganya yang mengungsi akibat letusan Gunung Merapi di tiga kabupaten tersebut mencapai 62.500 orang. Pada Rabu malam jumlahnya sudah mencaoai 51 ribu orang dan kini meningkat menjadi 62.500 orang.
Menurut dia, peningkatan jumlah pengungsi tersebut karena adanya imbauan tentang perluasan wilayah rawan bencana Merapi dari 10 kilometer menjadi 15 kilometer dari puncak Merapi.
Ia menyebutkan, untuk wilayah Kabupaten Magelang ada tujuh desa, sedangkan di Kabupaten Boyolali dan Klaten masing-masing tiga desa yang masuk daerah rawan Merapi.
"Sejak meletus, Selasa (26/10), jumlah korban yang meninggal dunia sebanyak tiga orang," katanya.
Tempat pengungsian warga di Kabupaten Klaten bertambah, yang semula hanya di Kecamatan Kemalang kini bertambah hingga Kecamatan Karangnongko.
"Pada letusan-letusan sebelumnya, daerah kami tidak pernah menjadi tempat pengungsian tetapi kali ini warga banyak yang mengungsi ke tempat kami," kata Camat Karangnongko, Tri Haryanto.
Stres
Sementara itu enam pengungsi akibat meletusnya Gunung Merapi tersebut terpaksa dirawat di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) "Prof. dr. Soeroyo" Kota Magelang karena mengalami gangguan jiwa berat.
Direktur Medik dan Keperawatan RSJ Magelang, Nur Dwi Esti, mengatakan, mereka terdiri atas lima perempuan dan seorang laki-laki yang berasal dari Kecamatan Dukun (dua orang), Muntilan (3), dan Srumbung (1).
Mereka, kata dia, ditempatkan di bangsal khusus kemudian setelah sepekan dipindahkan ke bangsal tenang untuk menjalani serangkaian terapi.
Ia mengatakan, mereka diketahui mengalami gangguan jiwa dari hasil pemeriksaan dan terapi massal yang dilakukan tim RSJ setempat terhadap pengungsi di Srumbung dan Muntilan.
"Kegiatan pemeriksaan ini dilakukan sejak Senin (1/11)," katanya.
Suara gemuruh cukup keras dan terus menerus yang diduga kuat berasal dari luncuran lava pijar gunung tersebut terdengar hingga Muntilan Kabupaten Magelang.
"Terus menerus tidak berhenti, suara itu terus terdengar. Terus terang saya ngeri mendengar suara guguran secara intensif tersebut," kata Gunawan warga Dusun Juwono, Desa Ngadipuro, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang. (H015/K004)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010