Jakarta (ANTARA News) - Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia, Kamis memutuskan mempertahankan BI Rate pada tingkat 6,50 persen.
Kepala Biro Humas Bank Indonesia Difi A Johansyah di Jakarta, mengatakan evaluasi terhadap kinerja dan prospek perekonomian secara umum menunjukkan perbaikan, dengan pertumbuhan ekonomi pada triwulan III yang diperkirakan lebih tinggi dari triwulan II dan tekanan inflasi khususnya dari sisi volatile foods dan administered prices yang menurun.
"Dewan Gubernur memandang level BI Rate saat ini masih konsisten dengan pencapaian sasaran inflasi dan tetap kondusif untuk menjaga stabilitas keuangan serta mendorong intermediasi perbankan yang diperlukan bagi sisi penawaran untuk dapat merespon akselerasi di sisi permintaan secara memadai," katanya.
Di tengah masih derasnya arus modal masuk dan kondisi ekses likuiditas yang cukup besar, Dewan Gubernur menegaskan bahwa pengelolaan likuiditas perekonomian merupakan hal yang lebih penting.
Difi mengatakan, implementasi kebijakan menaikkan rasio Giro Wajib minimum (GWM) primer per 1 November telah berjalan dengan baik tanpa menimbulkan gejolak pada likuiditas perbankan.
Ke depan, Bank Indonesia akan memperkuat manajemen likuiditas dan efektivitas kebijakan moneter melalui penerapan bauran kebijakan moneter dan makroprudensial untuk pengelolaan aliran masuk modal asing, stabiliasi nilai tukar Rupiah, dan memastikan pengendalian inflasi sesuai sasaran yang ditetapkan yaitu 5 persen plus minus 1 pada tahun 2011.
Dewan Gubernur mencatat bahwa proses pemulihan ekonomi global yang terjadi belum berimbang dan masih diliputi ketidakpastian.
Pemulihan perekonomian di negara maju cenderung melambat, sementara di negara emerging markets cenderung mengalami moderasi pertumbuhan ekonomi.
Hal ini akan berpotensi menurunkan permintaan eksternal terhadap ekspor dari negara-negara emerging economies, termasuk Indonesia, meskipun dengan kecenderungan harga komoditas global yang meningkat.
Sementara itu, aliran masuk modal asing ke emerging economies, termasuk Indonesia, terus berlanjut didorong baik oleh tingginya ekses likuiditas global dan langkah lanjutan kebijakan moneter akomodatif di negara maju sebagai push factors, maupun oleh kuatnya fundamental ekonomi, tingginya imbal hasil dan membaiknya persepsi risiko di emerging economies sebagai pull factors.
(D012/B010)
Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2010