Bandung (ANTARA News) - Pascameletusnya Gunung Merapi, 26 Oktober 2010 lalu sebanyak 25 anak mengalami cacat fisik akibat tindakan medis yang mengharuskan bagian tubuhnya diamputasi karena patah tulang.

Direktur Anak Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial Kemensos RI, Dr Ir Harry Hikmat, usai membuka Musyawarah Nasional Forum Komunikasi Keluarga Dengan Anak Cacat di Bandung, Kamis, mengatakan selain mengalami cacat fisik, mayoritas anak-anak tersebut mengalami beban psikologis sehingga membutuhkan pananganan khusus dari petugas.

"Dalam setiap bencana memang seringkali menimbulkan risiko menumbuhkan anak dengan kecacatan atau bahkan menjadi penyandang cacat karena itu kami mendirikan posko untuk membantu pemulihan anak-anak tersebut secara fisik maupun mental," ujarnya.

Dikatakannya, beban psikologis anak penyandang cacat akibat bencana alam jauh lebih besar dibandingkan dengan anak cacat sejak lahir.

"Coba bayangkan, jika ada anak yang sebelumnya normal secara fisik kemudian tiba-tiba saja dia mengalami kecacatan itu bukanlah hal mudah. Mereka akan lebih sulit beradaptasi dengan keadaan mereka yang cacat karena sebelumnya mereka normal," katanya.

Ia mengakui dari 25 anak yang mengalami cacat fisik tersebut tiga diantaranya menderita cacat sejak lahir.

Ketika ditanyakan jumlah anak dengan kecacatan yang timbul akibat tsunami di Mentawai, Harry menyatakan, masih belum mendapatkan data resminya. "Seperti yang saya katakan setiap bencana pasti akan menimbulkan risiko kecacatan," ujarnya.

Oleh karena itu untuk mengurangi beban psikologis anak penyandang cacat akibat bencana alam ataupun cacat sejak lahir, pihaknya membentuk Forum Komunikasi Keluarga Dengan Anak Cacat (FKKDAC).

"FKKDAC ini dirancang sebagai wadah berkomunikasi para orang tua atau keluraga yang memiliki anak dengan kecacatan serta sebagai salah satu perwujudan dari pelayanan berbasis masyarakat," katanya.

Hingga tahun ini, sudah ada 67 FKKDAC yang terbentuk di 25 provinsi yang ada di Indonesia.
(U.I024/Y008/P003)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010