Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Komite Olimpiade Indonesia (KOI atau NOC Indonesia) Raja Sapta Oktohari menilai pandemi COVID-19 telah mengubah peta persaingan di Olimpiade Tokyo 2020.

Pernyataan tersebut ia sampaikan merujuk pada hasil akhir klasemen perolehan medali dalam pesta olahraga terbesar di dunia tersebut.

Menurut Okto, sapaan akrab Raja Sapta Oktohari, Olimpiade Tokyo yang merupakan multievent pertama pada masa pandemi virus corona telah membuat banyak kejutan.

Banyak negara yang sebelumnya tak berprestasi, justru di Olimpiade Tokyo membuat pencapaian sensasional. Ia pun memaparkan data yang menunjukkan negara peraih medali di Olimpiade Tokyo mencapai 93 dari total 206 peserta.

Jumlah tersebut menjadi rekor terbanyak sepanjang sejarah, memecahkan 87 negara peraih medali di Olimpiade Beijing 2008 dan Olimpiade Rio de Janeiro 2016.

"Artinya, ada peningkatan tujuh negara atau 3,6 persen dibandingkan Olimpiade Rio de Janeiro," kata Okto dalam konferensi pers virtual, Senin.

Lebih lanjut, ia mengungkapkan setidaknya ada 17 negara yang peringkatnya naik tajam di Olimpiade Tokyo 2020. Salah satu di antaranya adalah negara tetangga Filipina, yang membuat pencapaian sensasional.

Filipina menjadi pesaing teranyar Indonesia setelah Thailand, yang dalam empat gelaran Olimpiade selalu menjadi negara Asia Tenggara terbaik dari segi peringkat.

Filipina untuk pertama kalinya dalam sejarah meraih medali emas melalui lifter Hidilyn Diaz pada cabang angkat besi nomor 55kg putri. Secara keseluruhan, Filipina finis di urutan ke-50 dengan torehan satu emas, dua perak dan satu perunggu, meningkat dibandingkan pencapainnya di Rio de Janeiro yang selesai di urutan 69.

Hasil tersebut juga lebih baik dari Indonesia yang finis di urutan ke-55 dengan raihan satu emas, satu perak dan tiga perunggu.

Baca juga: Paalam raih perak, Filipina geser Indonesia di Olimpiade Tokyo

Selain Filipina, sejarah juga diciptakan Bermuda dan Qatar yang akhirnya meraih emas perdana mereka sepanjang keikutsertaannya di ajang Olimpiade.

Sementara itu, Burkina Faso, San Marino dan Turkmenistan juga menyabet medali pertama mereka di Olimpiade Tokyo. Sedangkan Makedonia Utara memenangi perak pertamanya setelah sebelumnya hanya mengantongi satu perunggu.

Beberapa negara lain yang turut mengalami peningkatan prestasi di Olimpiade, di antaranya yaitu Norwegia yang menempati peringkat 20 di Olimpiade Tokyo atau jauh lebih baik dari sebelumnya di Rio de Janeiro pada urutan ke-74.

Peningkatan prestasi juga dialami Bułgaria yang finis di urutan 30 atau lebih baik dibanding Rio di posisi 66. Pun demikian Taiwan yang mengakhiri Olimpiade Tokyo di urutan 34 atau lebih baik dari sebelumnya di peringkat 50.

Di sisi lain, terdapat pula kontingen yang mengalami penurunan, termasuk dua negara Asia Tenggara yang harus pulang dengan tangan hampa, yakni Singapura dan Vietnam. Padahal, kedua negara tersebut di Olimpiade Rio de Janeiro berhasil meraih medali.

Kondisi yang sama juga dialami Thailand yang turun peringkat menjadi 59 dari posisi sebelumnya di Olimpiade Rio.

Lebih jauh, negara di luar Asia Tenggara juga mengalami nasib serupa, yaitu Argentina yang terlempar ke posisi 72 dari peringkat sebelumnya 27 di Rio.

Pun demikian dengan Kazakhstan yang ketika di Rio de Janeiro berada di urutan 22, kini anjlok ke posisi 83. Hal yang sama juga menimpa Kolombia yang turun dari peringkat 23 di Rio ke urutan 66 di Tokyo.

"Bahrain sebelumnya ada di peringkat 48, tapi di Tokyo hanya mampu berada di ranking 77,” ungkap Okto.

Menghadapi situasi tersebut, Okto menyampaikan ada beberapa langkah yang akan dilakukan untuk meningkatkan prestasi olahraga Indonesia, termasuk di Olimpiade Paris 2024. Salah satunya, yaitu dengan mengawasi langsung proses kualifikasi Olimpiade Paris.

"NOC Indonesia akan mengawal langsung proses kualifikasi untuk semua cabang olahraga sehingga bisa menambah pasukan di Olimpiade Paris nanti," tutur Okto.

Baca juga: NOC Indonesia kawal langsung proses kualifikasi Olimpiade Paris 2024

Menurut dia, banyak pelajaran yang bisa dipetik dari Olimpiade Tokyo, terutama dalam mengejar tiket kualifikasi yang biasanya baru gencar dilakukan saat sudah mendekati waktu pelaksanaan pesta olahraga empat tahunan tersebut.

"Sedangkan negara lain sudah mempersiapkan diri sejak awal atau jauh-jauh hari. Kita banyak belajar, sehingga harus terstruktur sejak awal untuk bisa meloloskan banyak atlet," ujar Okto.

Selain ikut serta dalam pelaksanaan kualifikasi sejak awal, ia juga berupaya agar ajang untuk kualifikasi Olimpiade Paris nanti bisa digelar di Indonesia.

"Kami juga melihat beberapa kemungkinan, bukan hanya ikut kualifikasi, tetapi memungkinkan proses kualifikasi itu di Indonesia. Sangat mungkin, kita pernah menjadi tuan rumah Asian Games 2018. Kita bisa menggelar event di Indonesia untuk kualifikasi Olimpiade Paris," pungkas Okto.

Baca juga: KOI upayakan bawa kejuaraan kualifikasi Olimpiade 2024 ke Indonesia

Pewarta: Muhammad Ramdan
Editor: Rr. Cornea Khairany
Copyright © ANTARA 2021