Jakarta (ANTARA) - Indonesia perlu fokus pada segmentasi dan jenis teknologi yang mengarah pada coding, keamanan siber, media sosial, dan berinternet dengan aman, nyaman, dan produktif, kata pengamat Teknologi Informasi dan Komunikasi dari CISSRec Pratama Persadha kepada ANTARA, Senin.

"Permasalahan kejahatan siber yang kompleks seharusnya bisa ditangani secara sistematis dan terstruktur yang melibatkan semua peran masyarakat, baik itu pemerintah sebagai penyelenggara negara dan kepedulian dari masyarakatnya sendiri yang berhak atas keamanan negara," imbuhnya.

Saat ini Indonesia telah melakukan berbagai upaya pencegahan hingga penanggulangan kejahatan siber, di antaranya dengan membuat Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP), Rancangan Undang-Undang Ketahanan dan Keaman Siber (RUU KKS), edukasi masyarakat, pemblokiran situs-situs terlarang, hingga penguatan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).

Baca juga: Waspadai risiko keamanan siber dalam infrastruktur cloud saat WFH

Namun, Pratama menilai pemahaman pemerintah dan swasta di Indonesia terhadap dunia digital masih belum maksimal dan hukum pada ranah siber masih belum jelas.

Pratama lalu menyarankan agar RUU PDP segera diselesaikan dalam waktu dekat agar bisa melindungi data masyarakat Indonesia yang juga dihimpun di luar negeri.

"Kita butuh kebut RUU ini mengingat situasi saat ini memaksa semua sektor melakukan digitalisasi yang berimbas pada penghimpunan data pribadi yang meningkat tajam. Tanpa perlindungan yang kuat dan jelas, akan merugikan masyarakat dan juga perekonomian nasional," ujar Pratama.

Pratama berharap, UU PDP dapat memberikan mandat dan perintah agar negara dapat lebih serius mengedukasi masyarakat. Selain menambah kewaspadaan siber, menurutnya, UU PDP juga dapat meningkatkan riset, kualitas SDM, dan industri keamanan siber Tanah Air.

Selanjutnya, Pratama menilai bahwa saat ini negara juga masih belum melakukan edukasi yang maksimal kepada masyarakat terkait keamanan di dunia digital.

"Masuk kurikulum pendidikan juga tidak, sehingga minim edukasi sejak dini dari negara, orang tua, sekolah, dan lingkungan sekitar," tutur Pratama.

Menurut Pratama, negara perlu mendorong edukasi berinternet yang sehat dan aman melalui kurikulum pendidikan di segala tingkat.

"Langkah paling ideal yaitu edukasi di segala tingkat wajib digalakkan. Minimal mengetahui ancaman saat berinternet seperti phising yang sudah banyak memakai korban," tandasnya.

Baca juga: Studi: WFH buat perusahaan makin beralih ke cloud

Baca juga: Jaga keamanan akun Twitter dengan enam cara ini

Baca juga: Tips menjaga keamanan siber selama WFH

Pewarta: Suci Nurhaliza
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2021